Bukan Salesman Biasa

Bukan Salesman Biasa

By:  Duarta  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
122Chapters
727views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Mata adalah jendela hati. Karena membantu seorang pria tua misterius, Ardhan Aji Pradiptio mendapatkan imbalan sebauh benda misterius yang mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Selama ini nasib buruk selalu menghantuinya mulai dari karir yang jalan di tempat, dihina dan diremehkan atasannya hingga pernikahan yang sebentar lagi terlaksana justru batal. Akibat benda itu ia bisa tahu seberapa baik dan jahatnya seseorang dari bola matanya. Suatu hari ia bertemu dengan pria yang memiliki warna mata berbeda dari yang lain. Ardhan kesulitan menebak kepribadian orang itu. Lalu apa yang akan ia lakukan? Ke manakah dia mencari jawabannya? Mari ikut Ardhan mencari tahu siapa orang itu lewat kisahnya di buku Bukan Salesman Biasa.

View More
Bukan Salesman Biasa Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
122 Chapters
Sang Pusat Perhatian
“Lho kok gaji saya cuma segini, Pak?” tanya seorang lelaki muda di ruangan atasannya.“Kerja aja nggak becus, kalau mau gajimu utuh tagih semua klien-klien kamu! Klien pada nggak bayar kok minta gaji besar,”omel sang atasan.“Tetapi saya mohon Pak, bulan ini jangan dipotong lagi. Saya akan kerja lebih keras lagi,” ujarnya.“Kerja keras apa? diikutkan promosi jabatan malah hasilnya begitu, tender nggak pernah menang, proyekmu gagal. Beruntung kamu masih saya pertahankan, kalau tidak kasian karena kamu mau nikah, sudah saya pecat dari bulan kemarin,” lanjut pria tua dan gendut dengan kacamata yang tebal.Skak Mat!!“Saya janji Pak, saya akan berubah. Tetapi tolong-lah Pak, jangan potong gaji saya bulan ini.”“Hei Ardhan, saya bisa kembalikan gaji kamu tetapi semua tunggakan klienmu harus beres dalam waktu dua hari.”“Baik Pak, terima kasih banyak.”Usai mengucapkan hal tersebut, ia pun berjalan keluar menuju ruangannya. Ketika pria bertubuh kurus itu akan masuk ke dalam ruangannya tiba-
Read more
Penampilan Baru
“Iya, saya menunggu kedatangan Mas Ardhan untuk membayar semua tagihan perusahaan saya.” “Bapak serius mau membayar semua tagihan?” ulang Ardhan yang tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Serius Mas, saya akan bayar semua beserta dendanya,” sahut lelaki itu. Senyum mengembang seketika di bibir Ardhan, ia melupakan masalah kacamata tersebut. Yang terpenting sekarang kliennya membayar hutang-hutangnya. “Baik Pak, kita bisa jalan sekarang,” ujarnya. Dengan kendaraan masing-masing kedua menuju perusahaan tersebut. Tak butuh waktu lama keduanya pun sampai di tempat tujuan, Ardhan dibawa ke ruang rapat. Di sana mereka membicarakan mengenai tagihan yang belum terbayarkan, cukup lama Ardhan melakukan negosiasi hingga akhirnya dia pulang membawa kabar baik. Perasaan Ardhan sungguh senang karena berhasil satu misinya namun tetap saja ada yang mengganggu pikiran lelaki itu. Penglihatan menjadi berbeda sekarang karena kacamata itu. Setiap kali ia menatap mata orang lain maka tamp
Read more
Mata yang Lain
“Ingin apa, Pak?” “Klien kita ternyata ingin bertemu sekarang juga,” ujar Pak Bobby kepada Ardhan dengan panik. “Ini berkas yang harus kamu pelajari.” Ardhan memundurkan langkahnya, ia tak menduga jika harus menunaikan tugasnya secepat ini. Bahkan ia belum tahu apa yang harus disampaikan mengenai kerjasama perusahaan mereka. “Pelajarilah secepat mungkin,” imbuh lelaki itu seraya menyerahkan setumpuk berkas. Ardhan terdiam sembari menatap berkas-berkas itu. Otaknya sedang mencari cara bagaimana bisa mempelajari berkas sebanyak itu dalam waktu yang singkat. “Tunggu apalagi Ardhan? Cepat pergi dengan mobil kantor. Kamu pelajari berkas itu di mobil.” “Ba –baik Pak.” Ardhan bergegas menuju lift, tangan kekarnya menekan tombol dengan tak sabaran. Begitu pintu terbuka, kaki panjangnya segera masuk ke dalam. Dalam hitungan detik, ia sudah tiba di lobby perusahaannya. Ternyata supir kantor sudah menunggunya, mereka pun berangkat menuju tempat tujuan. Selama perjalanan Ardhan fokus pada ke
Read more
Wanita dan Masalahnya
“Sembarangan, siapa yang pakai dukun!” bantah Ardhan dengan tegas.“Jangan bohong, tidak mungkin karirmu tiba-tiba melejit. Kamu itu hanya tukang tagih lalu bagaimana bisa dipercaya sebagai perwakilan kantor,” lanjut Jundi, teman baik Ardan yang sekarang berubah menjadi pembencinya.“Aku berusaha untuk menjadi lebih baik, aku –““Apanya yang berusaha menjadi lebih baik, kamu pasti pakai ilmu hitam. Di mana kamu ketemu dukun itu?”“Jangan asal tuduh ya!”“Ada apa ini?” tanya Pak Bobby yang tiba-tiba datang dan berdiri di belakang Jundi.Mengetahui ada atasannya, Jundi lantas pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata pun. Sedangkan Ardhan hanya bisa tersenyum simpul melihat tingkah musuhnya itu. Lelaki itu lalu mendekat ke arah Pak Bobby.“Dhan, mulai besok kamu tidak usah menagih konsumen lagi. Kamu fokus pada projek kerjasama kita saja,” titah lelaki paruh baya itu.“Te –tapi Pak, bukannya ad-““Ini perintah kantor, wajib untuk kamu laksanakan, Ardhan,” ujar Pak Bobby memotong u
Read more
Si Jingga
“Hei Kamu! Ngapain di sana! Nguping!”Suara teriakan kekasih Kinanti membuat Ardhan terkejut. Begitu mesin motornya menyala, Ardhan segera angkat kaki dari tempat itu. Untung saja dirinya tahu jalan alternatif menuju rumahnya. Dalam waktu yang singkat Ardhan sudah sampai rumahnya.“Baru pulang, Boss? Abis meeting sama Tuan Takur ya?” sindir sang Ibu ketika ia membuka pintu rumah. “Salesman biasa kok pulang malam terus. Apa sih yang kamu lakukan di kantor? Lembur terus tetapi duitnya nggak ada. Heran.”Ardhan mengabaikan omelan ibunya yang masih berlanjut. Ia langsung merebahkan punggungnya di ranjang ketika sudah berada di dalam kamar. Lelaki itu memejamkan mata, banyak pikiran yang bermunculan. Terutama tentang kekasih Kinanti, jika tebakannya benar maka ia harus bersiap menghadapi lelaki tersebut.Membayangkan bekerja sama dengan pria seperti itu saja membuat lelaki itu frustasi. Ia mengacak rambutnya dengan kasar, dengusan kesal keluar begitu saja dari mulutnya. Ardhan tak ingin be
Read more
File Penting
Ardhan menghela napas panjang setelah membaca pesan singkat tersebut. Belum selesai tugas dari kini Prama ikut memberikan titah padanya. Lelaki itu ingin Ardhan untuk menyambut investor atasannya yang datang ke lokasi pembangunan proyek mereka.Lelaki itu melangkah secepat mungkin untuk kembali bekerja, menyelesaikan tugas dari Pak Bobby. Setelah itu, Ardhan mempersiapkan diri untuk menyambut tamu mereka. Namun tamu yang ditunggu tak kunjung datang.“Pak Prama, apakah tamu kita tidak jadi datang?” tanya Ardhan pada Prama ketika lelaki itu kembali.“Saya sudah bertemu dengan investor kita tadi, kami makan siang bersama. Maaf karena saya lupa memberitahu Pak Ardhan,” jelas Prama.“Oh begitu,” timpal Ardhan singkat. Entah mengapa muncul rasa kecewa dihatinya. Ia sudah mempersiapkan diri tampil sebaik mungkin. Nyatanya tamu yang ditunggu sudah bertemu dengan Prama. “Untuk apa tadi menyuruhku untuk menyambut tamu,” batinnya.Kedua lelaki itu kembali melanjutkan pekerjaannya. Ardhan kembali
Read more
Perkara Laporan
Ardhan tercekat ketika mendengar pertanyaan dari sosok dihadapannya, suara yang cukup familiar menggema di telinganya. Kedua lelaki itu saling menatap. “Apa maksud Pak Ryan bertanya seperti itu? Ini file perusahaan saya, ini milik saya,” jawab Ardhan serius. “Tenang Pak Ardhan, saya tidak bermaksud untuk –“ “Permisi Pak, saya harus segera pergi,” sela Ardhan, ia melanjutkan langkahnya. “Pak Ardhan, mau ke mana?” tanya Prama ketika melihat rekan bisnisnya itu berjalan cepat menuju parkiran. Ardhan mengabaikan pertanyaan tersebut, ia tetap pada tujuan awalnya. Prama tak menyerah ia menghampiri Ardhan saat memakai helm-nya. “Mau ke mana, Pak? Ada sesuatu yang penting?” “Saya hanya mau mengantarkan berkas kepada atasan saya, beliau ingin tahu apakah ada kecurangan atau tidak,” jawab Ardhan setenang mungkin padahal hatinya bergemuruh. “Kecurangan?” tanya Prama, air wajahnya berubah. “Ah maksud saya kesalahan Pak,” kata Ardhan. “Saya tulis angka atau salah melaporkan hal lainnya.” “Pa
Read more
Bahasan Kekasih
“Di mana??” tanya Ardhan dengan nada agak tinggi. Ia sedikt kesal karena perempuan itu seperti mengerjainya.“Aku perlu tahu dulu, untuk apa kamu menemui kakekku,” sahut wanita itu. “Mau beli kacamata lagi?” lanjutnya. “Ya iyalah ya, kacamata yang kamu pakai itu sama dengan kacamata baca lansia.”“Beli kacamata? Kakekmu jualan kacamata?”“Benar, kakekku jualan kacamata di pasar pagi,” jawabnya santai. Ardhan mengehal napas kasar, ia tak percaya sudah dipermainkan oleh seorang wanita asing. “Beli kacamata kakekku yang banyak ya,” imbuhnya.Ardhan tak tahan lagi dengan perempuan itu, ia pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, ia memikirkan tentang perkataan gadis asing itu. Ia berniat untuk mendatangi lapak kakek tersebut. Barangkali kakek gadis itu adalah kakek misterius yang ia cari selama ini.Perjalanan panjang selama 45menit akhirnya terlewati, lelaki itu sudah sampai di rumahnya. Seperti biasa sang Ibu tak pernah absen untuk menceramahi dir
Read more
Penjual Kacamata
“Pacar Pak Prama,” ucap Ardhan mengulangi pertanyaan lawan bicaranya. “Yang benar saja Pak, mana pernah saya bertemu pacar bapak.”“Besok kalau ketemu pacar saya, bapak tanya sendiri apakah saya pernah berbuat seperti itu atau tidak.”Ardhan hanya menganggukkan kepalanya untuk merespon perkataan lelaki itu. Sekaligus mulai menerima salah satu sifat pemilik bola mata jingga tersebut. Percakapan kedua berakhir karena baik Prama dan Ardhan ingin segera pulang.Seperti biasa Prama meninggalkan lokasi kerja ebih dahulu disusul pekerja yang lain dan yang terakhir pasti Ardhan dengan si butut hijau. Lelaki penyuka warna biru itu tampak senang karena akhir pekan ini dirinya bisa pulang lebih awal.Motornya tidak mogok dan juga tak ada kemacetan yang berarti, hanya perlu waktu 45 menit untuk sampai di rumahnya. “Tumben pulang cepat,” tegur sang ayah.”“Kerjaannya sudah beres semua,” sahut Ardhan sembari masuk ke dalam.“Tumben nggak pulang malam,” tambah sang ibu. “Biasanya lembur terus.”“Pul
Read more
Jadi Rebutan
“Dijual?” ujar Ardhan tak percaya.“Pasti dia mau bayar mahal. Karena beliau sangat menginginkan kacamatamu.”“Kacamataku tidak dijual Bu, berapa pun harganya,” ucapnya tegas.“Kamu ini gimana sih Dhan, diajak bisnis kok nggak mau. Kacamata kayak gitu kan banyak di optik,” sambung wanita paruh baya itu.“Kalau begitu suruh Pak Romli saja cari ke optik. Pokoknya kacamataku ini tidak dijual, titik.”Ardhan kemudian masuk ke dalam kamar, ia memilih untuk menelpon kekasihnya dan meneritakan semuanyaa kepada perempuan yang sudah dicintainya sejak tiga tahun yang lalu. Puas bercerita tentang harinya, Ardhan melanjutkan kegiatannya untuk tidur hingga malam hari.Ia baru bangun ketika merasa perutnya lapar, tangan kekarnya menarik gagang pintu. Begitu pintu coklat itu terbuka, matanya bergerak mencari keberadaan sang Ibu. “Kenapa kamu ngintip-ngintip begitu, Dhan?”Lelaki itu terkejut karena aksinya ketahuan ayahnya. “Siapa yang ngintip,” elaknya“Kamu cari keberadaan ibu ‘kan? Ibumu sedang p
Read more
DMCA.com Protection Status