Pembalasan Dendam Sang Duda Kaya

Pembalasan Dendam Sang Duda Kaya

By:  WealthyPetty  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
24 ratings
93Chapters
1.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Ben tahu betul bagaimana rasanya direndahkan. Sepanjang hidup, mungkin jumlah orang yang memandangnya sebagai manusia yang sederajat bisa dihitung dengan jari. Sementara sisanya menganggapnya remeh, memandang sebelah mata hanya karena ia adalah pria yang besar di panti asuhan. Ben menahan semua hinaan demi Thalia, wanita yang telah berada di sisinya sejak ia beranjak remaja. Hingga akhirnya pernikahan Ben dan Thalia kandas, hak asuh anak mereka jatuh ke tangan Thalia. Ben hanya punya kesempatan untuk menghabiskan waktu dengan Alisya setiap akhir bulan. Nahas, di saat Ben sedang lengah, Alisya tewas tertabrak mobil. Semua orang menyalahkan Ben atas kematian Alisya, termasuk Ben sendiri. Akan tetapi, suatu hari Ben menemukan suatu kejanggalan di balik kematian Alisya. Dengan penuh tekad, Ben mencoba untuk mencari kebenaran. Meskipun harus melewati proses yang melelahkan dan menyakitkan serta menguras harta kekayaan yang baru ia miliki. Pada akhirnya, ia menemukan target untuknya membalaskan dendam dan kesedihan yang selama ini terpendam.

View More
Pembalasan Dendam Sang Duda Kaya Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Zaid Zaza
Kerreen Bangeett! Rugi kalau nggak baca! izin promo ya Thor! Mampir yok di novel, "ROH KAISAR LEGENDARIS"
2024-02-07 15:39:38
1
user avatar
Young Lady
cerita yg unik dan menarik
2024-01-25 18:00:26
1
user avatar
Irana
seru banget ceritanya Thor
2024-01-20 17:39:20
1
user avatar
Rosa Rasyidin
teruslah berjuang Ben
2024-01-19 14:38:57
1
user avatar
Biru Gerimis
Perasaan orang tua yang kehilangan anaknya memang tidak terkatakan sedihnya... Semangat, Kak Author...
2024-01-19 10:40:49
1
user avatar
Kerry Pu
bagus ceritanya. mengharukan.
2024-01-19 03:20:31
1
user avatar
QIEV
Kebayang poteknya hati Ben, i feel you, Ben. Carilah keadilan bagi Alisya. Rekomen buat yang demen kisah bapak penyayang.
2024-01-18 22:10:46
1
user avatar
Rindu_Mentari
kehilangan adalah sesuatu yang sangat menyedihkan apalagi kehilangan anaknyang sangat disayangi.
2024-01-18 21:44:34
1
user avatar
Ayaya Malila
keren abis ceritanya. anti mainstream
2024-01-18 20:31:06
1
user avatar
Hannfirda
Aku baru baca kak, keren cuy! Baru kali ini aku baca yang pemerannya dari pihak si suami yang tersakiti. Semangat kak! Semoga balas dendamnya Ben tuntas!
2024-01-18 20:17:27
1
user avatar
Rianoir
keren, semangat Kak Updatenya
2024-01-18 19:49:38
1
user avatar
Komalasari
Tulisannya rapi
2024-01-18 17:54:52
1
user avatar
Varava
semangat Ben, aku mendukungmu
2024-01-18 17:40:14
1
user avatar
Amea81
bagus ceritanya sampai bablas lanjut baca
2024-01-18 17:11:41
1
user avatar
Anezaki Igarashi Ricky
ayo bangkit, Ben! Tampar mereka semua yang merendahkanmu dengan aksi² kerenmu!
2024-01-18 17:04:16
1
  • 1
  • 2
93 Chapters
1. Kepergian Menyakitkan
“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi ….”Hanya beberapa kata awal yang mampu Ben dengar sebelum akhirnya kedua kakinya tidak lagi kuat menanggung semua kesedihan. Ia jatuh bersimpuh di depan seorang dokter yang baru saja keluar dari sebuah ruangan serba putih tempatnya menunggu sejak beberapa menit lalu.Semuanya terjadi dengan sangat cepat. Satu waktu Ben tengah berlari ke luar rumah sekuat tenaga, lalu di waktu berikutnya ia harus mendengar kenyataan pahit yang tidak pernah ia bayangkan akan terjadi di hidupnya. Air matanya bahkan belum sempat mengalir, tetapi ia cukup kesulitan untuk berbicara.“A-aku tidak bisa kehilangan dia. Tolong selamatkan anakku satu-satunya, Dok!” Ben terus mengucapkan kalimat itu dengan lantang meski terbata-bata. Tidak sedikit pun peduli kepada banyaknya pasang mata yang kini menyaksikan. “Dia anak yang ceria dan sehat. Tidak mungkin dia pergi secepat ini!”Didorong oleh rasa tanggung jawab dan rasa iba, sang dokter menjelaskan dengan sabar penye
Read more
2. Pertengkaran
“Untuk apa kamu tanyakan itu padanya, Thalia? Kita cukup memercayai apa kata polisi!” Elina menyela pembicaraan Ben dengan Thalia. “Lagipula, kita tidak yakin apa dia sedang benar-benar sadar saat semua itu terjadi!”“Ibu!”“Tidak apa-apa, Thalia. I-itu benar.” Terburu-buru Ben berbicara. Ia tidak ingin menjadi penyebab Thalia bertengkar dengan ibunya. “Hari itu … aku sedang banyak pikiran dan sulit tidur. Jadi, aku … kumohon maafkan aku.”Air mata Thalia justru kembali mengalir deras setelah mendengar semua itu. Meski begitu, dengan tegar ia tetap menatap Ben. “Kau apa? Selesaikan ucapanmu sendiri, Ben!”Ben memejamkan matanya erat. Kedua tangan besarnya mengepal dan bergetar pelan di sisi tubuhnya. Lengan kemeja putih kusam yang telah ia gulung hingga ke siku membuat jejak dari tatonya yang telah lama dihapus terlihat begitu jelas. Sekilas, sosok Ben saat ini mirip dengan para preman di lingkungan rumahnya yang begitu menghormatinya. Apalagi rambutnya juga mulai sedikit memanjang hi
Read more
3. Kota Patah
“Juru kunci? Maksudmu, penjaga makam?” “I-iya, Pak! Apa ada masalah? Kenapa Bapak terlihat kesal sekali kepada saya?” Pria yang menggunakan kaus hitam tipis yang warnanya sudah cukup luntur itu terus membungkukkan badan dengan takut. Sapu lidi di tangannya tampak sedikit bergetar. Ben menggosok wajahnya menahan malu. Rupanya emosinya yang sedang tidak stabil membuatnya terus berpikir negatif. Bagaimana bisa ia mencurigai seseorang begitu saja? Dari dekat, tampak jelas bahwa orang di depannya ini tidak berbahaya. Sang penjaga makam bahkan tidak berani untuk sekadar menatap matanya. Ben merasa sangat bersalah karena telah menuduh sembarangan. “Tidak. Tidak ada apa-apa, Pak. Saya hanya salah paham.” Ben akhirnya menjawab dengan sedikit lebih sopan. Ia merogoh saku kemejanya, mengambil beberapa lembar uang berwarna ungu. “Terima kasih atas kerja keras Bapak. Maaf, saya sudah mengganggu waktu istirahat Bapak. Pakai uang ini untuk membeli makanan enak sebagai gantinya.” Sang penjaga maka
Read more
4. Mimpi Buruk
Melihat pintu rumahnya yang tidak terkunci, Ben segera berbalik dan mengecek pagarnya. Seketika menyadari bahwa sedari tadi deretan kayu itu tidak berada dalam posisi tertutup rapat. Aneh. Ben sangat yakin bahwa ia telah menutup rapat pintu rumah dan pagarnya sebelum pergi tadi. Tidak peduli seberapa terburu-burunya dirinya, ia tidak mungkin mengulang kesalahan yang sama yang telah merenggut nyawa anaknya secara tidak langsung. Kedua tangan Ben sedikit bergetar mengingat kejadian malam itu, tetapi ia segera kembali menenangkan diri sebelum melangkah masuk. “Siapa pun kau, keluarlah! Jangan bersembunyi seperti tikus kecil!” Teriakan Ben dipantulkan kembali oleh keempat dinding rumahnya. Cat putih kusam yang mulai mengelupas menambah ketegangan suasana. Ben berjalan mengendap dengan mata melebar, mengawasi setiap sudut. Tidak banyak perabotan yang berada di dalam rumahnya. Hanya ada sebuah karpet plastik di dekat pintu masuk. Kompor dan meja kecil berada di salah satu sudut terjauh. D
Read more
5. Perasaan Thalia
Pertemuan antara Ben dan Thalia baru terjadi beberapa hari kemudian. Dengan sengaja Ben terus menundanya, berniat memberikan waktu untuk mereka berdua menenangkan diri masing-masing terlebih dulu. Ia tidak bisa memikirkan tempat pertemuan selain makam anak mereka tercinta. Berpikir bahwa setidaknya, ia bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mengunjungi tempat peristirahatan Alisya bersama Thalia. Ben tiba beberapa menit lebih dulu. Semua pekerjaan hari ini telah ia titipkan kepada pegawai kepercayaan. Sambil membawa satu buket bunga mawar merah kesukaan Alisya, Ben berjalan pelan melewati makam demi makam. Hingga akhirnya langkahnya terhenti. Kedua matanya sedikit melebar melihat keadaan makam Alisya. “Apa ini? Siapa yang ….” “Garry yang mengerjakan semuanya.” Ben menoleh ke arah Thalia yang baru saja berbicara. Berbeda dengan hari di saat Alisya dimakamkan, kali ini wanita itu mengenakan pakaian yang lebih kasual. Tidak ada selendang yang menutupi rambut hitamnya yang digulung k
Read more
6. Rahasia Ben
“Aku benar-benar masih menyayangimu.” Thalia mengulang ucapannya. Suaranya tidak lagi bergetar, ia terlihat jauh lebih tegar dari sebelumnya. “Biar bagaimanapun, kita punya cukup banyak kenangan bersama. Demi itu semua, dan demi rasa sayangku yang masih cukup besar kepadamu, aku ingin mengatakan bahwa kamu harus lebih berusaha memperbaiki hidupmu.”Ben sempat merasa tersentuh mendengar Thalia masih peduli kepadanya, tetapi ia lantas mengerutkan kening kebingungan. “Memperbaiki hidupku?”“Pindahlah ke tempat tinggal yang lebih layak dan bagus. Aku tidak mau Alisya di atas sana menyaksikan bagaimana hidup orang tuanya begitu kacau.”“Oh, kalau soal itu,” Ben berdeham dengan kikuk, “sebenarnya, aku sudah ada—“
Read more
7. Kenangan Masa Lalu
“Apa ini jalan yang benar? Zamanku dulu tidak pernah ada peta seperti ini.”Ben mengangkat sebelah alisnya. “Dengarkan saja terus petunjuknya. Aku yakin sudah memasukkan alamat yang tepat.”“Tapi dari tadi aku tidak mendengar apa pun.” Sambil mengatakan itu, Sander sibuk menekan setiap tombol yang terdapat di bagian terluar layar. Ia sedikit kesulitan karena masih harus menyetir dengan fokus.Hingga akhirnya suara wanita yang berasal dari aplikasi peta itu terdengar sangat keras, mengejutkan Sander dan juga Ben. Keduanya tersentak di tempat. Sander sendiri hampir menginjak rem secara mendadak di tengah jalan raya. Dengan seringai penuh rasa bersalah, ia mengangkat salah satu tangannya tanda meminta maaf.Lagi-lagi Ben harus mengatur na
Read more
8. Ben yang Kacau
Ben terbangun dengan perasaan yang sedikit lebih tenang. Meskipun mimpi tentang masa kecilnya bukanlah hal yang cukup membahagiakan, Ben cukup senang bisa mengingat kembali Rossa, teman-temannya, serta satu orang gadis yang selalu ia rindukan.Dalam hati ia berniat untuk berkunjung ke Panti Asuhan Kurnia Sentosa dalam waktu dekat.Untuk saat ini, Ben masih membutuhkan waktu untuk sendiri. Tampaknya ia masih belum benar-benar pulih dari rasa kehilangan karena dalam beberapa detik ia kembali merasa sesak. Dengan terburu-buru ia melangkah keluar rumah tanpa memedulikan penampilannya yang kemungkinan besar terlihat berantakan. Ia sungguh memerlukan udara segar di luar bangunan dua lantai yang beratap tinggi tetapi terasa menghimpit tubuhnya ini.“Rumah ini tidak sebesar itu, tapi kenapa pintu keluarnya terasa jauh
Read more
9. Bunga Bakung
Ben tertawa sinis mendapati bahwa ia tanpa sengaja kembali ke daerah pinggiran kota Patah. Rupanya ia benar-benar telah berlari terlalu jauh hingga menempuh jarak yang biasanya hanya ditempuh dengan mobil.“Sepertinya aku memang harus kembali.”Bertahun-tahun tinggal di sana membuat Ben hafal setiap belokan yang harus dilaluinya. Dengan pikiran kosong pun ia akan tetap sampai ke rumah kecilnya yang semakin hari semakin menyerupai gubuk. Namun, sebelum itu, ia mengambil jalan lain menuju pantai. Beberapa orang yang terlihat masih berkumpul di sana membuatnya mengerutkan kening.“Kenapa kalian masih di sini? Bukankah seharusnya penjualan sudah selesai sebelum matahari terbit?” tanya Ben sambil melihat ke arah baskom-baskom besar berwarna biru
Read more
10. Pencuri Kelas Teri
Suara berderak pelan terus terdengar dari sebuah pintu tua. Seorang pemuda yang menutupi seluruh wajah dan kepalanya dengan sarung kotak-kotak coklat tengah membungkuk di depan pintu itu, tangannya bergerak lincah memasukkan sesuatu ke lubang kunci. Pencahayaan lampu teras yang tidak terlalu baik membuatnya sedikit merasa aman, hanya sesekali kepalanya menengadah, memastikan bahwa tidak ada orang yang tengah menyaksikan aksinya.Setelah terdengar kunci pintu terbuka, pemuda itu menarik napas dalam sambil menyingkirkan kain yang sempat menutupi hidung dan mulutnya. Dengan senyum di bibir, ia melangkah masuk ke rumah yang baru saja ia bobol itu.“Hah … mudah sekali. Kenapa dia repot-repot ganti kunci kalau kualitasnya sama saja?” Ia bicara sendiri sambil memainkan tindik di bawah bibirnya dengan lidah. Kedua mata abu-abu kebiruan yang sangat ko
Read more
DMCA.com Protection Status