"Jadi ..." pancing Billy melirik secara bergantian antara Mita dan Vano.
Laki-laki itu bagaikan bos yang sudah memergoki kesalahan karyawannya. Mita hanya menundukkan kepalanya nggak bisa menahan rasa malu yang menyerangnya. Sedangkan Vano hanya diam saja dan malah seperti seorang pencuri yang kepergok mencuri.
Sedangkan itu jam di dinding berdetak dengan irama yang begitu canggung di pendengaran Mita. Rasanya dia ingin segera pergi dan menghilang saja. Dan saat-saat seperti inilah yang membuatnya merasakan butuh kucing biru kebanggan Jepang.
Lagi pula mengapa dia harus seperti ini. Maksudnya kejadian tadi kan karena ketidaksengajaan semata, nggak ada maksud lain-lain ataupun niatan lain-lain. Harusnya Mita bisa dengan mudah menjelaskan ketidaksengajaan itu kepada Billy. Namun mengapa sulit sekali walau hanya untuk mendongakkan kepala. Nggak pernah Mita dalam posisi seperti itu sebelumnya.
"Diamnya kalian bikin saya jadi berpikiran macam-macam," ujar
Sorot jingga menembus kaca jendela yang tak tertutup tirai, membuat mata silau untuk melihat keluar. Hari mulai sore. Waktu tak terasa sangat cepat berlalu. Seperti tiba-tiba pagi, tiba-tiba sore dan tiba-tiba pagi lagi. Jam di dinding sudah menunjuk angka lima. Tandanya sudah waktunya para pekerja untuk pulang menuju rumah masing-masing. Sedangkan itu di ruangan yang luas dan khusus untuk CEO perusahaan Miyora, dua anak manusia berdiam nggak ada yang ingin memecahkan keheningan. Laki-laki tampan eksekutif muda itu sedang bersiap memberesi dokuman yang akan dia bawa pulang seperti biasa. Selayaknya workaholic sejati, Vano akan selalu membawa pekerjaannya ke rumah. Sedangkan gadis satu-satunya yang berada di ruangan yang sama, yaitu Mita, sebenarnya sudah sejak tadi selesai memberesi barang-barangnya, dan hanya tinggal bersiap untuk pulang. Jika biasanya gadis itu cerewet mengingatkan si bos untuk pulang, namun kali ini dia hanya diam tak bisa mengelua
Malam sabtu langit sangat cerah, nggak mendung dan juga nggak berhawa panas. Suasana sejuk dengan angin sepoi yang berhembus membuat Mita bisa semakin menikmati secangkir teh hangat dengan lebih nyaman. Gadis itu sedang duduk-duduk di teras bersama dengan Hansel yang sedang mengerjakan PR nya. Adiknya itu bukanlah anak yang rajin, namun berhubung tugas yang dia kerjakan harus selesai esok hari, maka mau nggak mau harus dikerjakan malam ini juga. Begitulah Hansel, anak itu lebih suka menunda dan lebih senang mengerjakan tugas mepet deadline dibanding rajin mengerjakan jauh sebelum deadline seperti dirinya dulu. "Haduh Mbak, nggak ngerti gue nomer lima, ajarin ngapa," keluh Hansel. Awalnya Mita sangat malas dan menolak untuk membantu mengerjakan tugas adiknya itu. Alasannya tentu ingin santai dan sedang malas memikirkan yang berat-berat. Namun karena tak tega mendengar keluhan Hansel terus menerus, maka Mita segera mendekat untuk membantu. Dia terlebih
"Mit, kamu nggak ada kenalin calon ke rumah?" Atas pertanyaan yang tiba-tiba dilayangkan oleh Ibu Sri membuat Mita menolehkan kepalanya. Awalnya dia sedang asyik bermain ponsel sembari menonton acara televisi di ruang tengah. Namun tiba-tiba Ibu datang dan mengacaukan pikiran fresh Mita di pagi hari. "Kan lagi fokus kerja Bu," sanggah gadis itu dengan malas-malasan. "Iya Ibu juga tau." Nah, kalau tau mengapa Ibu akhir-akhir ini merecoki Mita dengan selalu menagih calon atau calon mantu. Harusnya wanita Jawa tulen itu kan mengerti. "Tapi kemarin si Rika anak kedunya Bu RT yang kerja di pabrik itu udah lamaran, padahal dia masih kuliah juga kan?" Mita nggak bisa untuk nggak mendengus atas ucapan Ibu. Ternyata Ibu Sri termakan dengan omongan-omongan tetangga sekitar. Tapi memang ya, lebih baik memiliki Ibu yang banyak diam di rumah saja ketimbang memiliki Ibu yang rutin berkumpul dengan Ibu-Ibu tetangga sekitar. Bukannya gimana, g
Kali pertama malam minggu Mita keluar lagi setelah sekian lama. Dulu terakhir gadis itu keluar saat malam minggu yaitu ketika bertemu dengan Bianca dan Billy saat membahas lowongan pekerjaan. Dan seperti biasa yang menjadi kekhasan di malam minggu. Jalanan padat serta banyak muda-mudi yang menghabiskan malam dengan berkumpul bersama teman-teman, ajang keluarga untuk jalan-jalan serta malamnya sepasang kekasih untuk memadu kasih. Mita yang kini berpenampilan kasual, celana kulot jeans yang menjadi ciri khasnya dipadukan dengan kemeja serta rambutnya yang tergerai dengan rapih. Gadis bermata sipit itu terlihat manis dan santai. Wajahnya yang memiliki karekter baby face nggak mencerminkan jika dia sudah berusia dua puluh empat tahun. Orang-orang yang melihatnya merasa bahwa Mita masih seperti remaja atau anak kuliahan, terlebih dengan dandanan natural nggak seperfek saat dirinya bekerja. Imut manis dan bikin gemes secara bersamaan. Bahkan semakin terlihat imut s
"Lo berdua kenal?" Farhan membeo sembari menatap kedua temannya dengan ekspresi bingung. Sebagai mak comblang mengapa dirinya yang seperti orang bodoh yang nggak tau apa-apa. Sedangkan itu baik Mita maupun Gilang masih merasa nggak percaya dengan pertemuan kebetulan. Maksudnya kebetulan karena mereka awalnya sama-sama nggak tau jika teman wanita Farhan adalah Mita serta teman laki-laki Farhan adalah Gilang. Pertanda apa lagi ini, mengapa banyak sekali kebetulan antara Mita dan Gilang. "Kenal lah, kita satu univ," jawab Gilang atas pertanyaan sahabatnya itu. Kemudian dia mengambil duduk di sebelah Mita. Laki-laki manis berlesung pipi itu kembali menampilkan senyumnya pada Mita. Dia hanya masih belum percaya saja dengan apa yang terjadi. "Yaelah ... nggak seru dong," keluh Farhan menjadi kurang bersemangat. Padahal niatnya, dia ingin surprise baik dengan Mita maupun Gilang. Namun kedua temannya sama-sama saling mengenal. Alhasil acara percomblan
"Bisa tebak nggak? Kenapa gue ajak ngobrol berdua?" tanya Gilang menatap gadis yang duduk di depannya. Mereka kini sudah berada di depan indo*art setelah membeli beberapa cemilan hanya semata untuk alasan agar bisa duduk di bangku yang disediakan. "Wah, main tebak-tebakan nih ceritanya?" balas Mita. Gilang pun terkekeh. "Tebak aja," ucapnya sekali lagi. Atas perintah Gilang, Mita menampilkan ekspresi berpikir sembari bergumam, membuat laki-laki di depannya tersenyum menikmati ekspresi yang ditampilkan. Mita dan segala kelucuannya siapa yang nggak gemas coba. Bahkan Gilang nggak bisa untuk nggak terpesona dengan segala tingkah dan ekspresi gadis itu atas respon suatu hal. Lalu dengan tiba-tiba seperti sekarang, dia bertemu lagi dengan Mita tanpa sepengetahuan apapun. Gilang menerima tawaran ajakan Farhan untuk mempertemukan dengan sosok perempuan yang kata sahabatnya itu cocok, sebenarnya hanya semata iseng belaka. Dia nggak ada niatan berjodoh
Menurut Titiek Puspa, jatuh cinta itu berjuta rasanya. Adapun fakta yang menyebutkan bahwa saat sedang jatuh cinta, orang cenderung lebih sering merasakan kestabilan emosional dan fisik. Seperti merasakan hari-hari yang membahagiakan dan terasa warna-warni. Dan satu hal lagi yang Mita sadari, yaitu tentang penelitian yang menyebutkan jika orang yang sedang jatuh cinta akan menghabiskan rata-rata lebih dari 85 persen waktu bangun untuk merenungi si dia. Ternyata semua itu benar ya. Kebahagiaan dan rasa semangat di pagi hari semakin meningkat. Inginnya tersenyum terus dan mengingat-ingat kejadian tadi malam. Mita memang nggak pernah mengalami sesenang itu yang bisa disebut efek jatuh cinta. Gelagat bahagianya terlihat mencurigakan terutama menurut Hansel. Remaja laki-laki itu sedari tadi nggak fokus dengan acara kartun yang dia tonton, melainkan terus memicing curiga kepada sang kakak yang sedang mengepel lantai sembari bersenandung dan tersenyum-senyum sendiri
“Berkas laporan laba kerjasama dengan InaFood dimana, Mita?” “Saya coba tanyakan ke Pak Billy, Pak,” sergah Mita dengan cekatan. “Cepat! Itu harus saya cek dan ditandatangani hari ini untuk pelaporan dalam rapat siang nanti.” Mita hanya mengangguk menjawab semua keluhan bosnya pada hari senin yang begitu sibuk. Hari masih pagi, baru akan menjelang siang. Namun bagi para pekerja terutama pekerja kantoran, hari senin begitu sibuk nggak mengenal apa itu pagi, siang atau pun sore. Semua sama saja, sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing seolah tanpa bernafas. Baik petinggi hingga bawahan seperti Mita. Gadis itu sejak tadi sudah sangat sabar dengan celotehan bosnya, menyuruh ini itu dan menanyakan ini itu. Padahal Mita saja nggak tau dan bahkan kadang apa yang diperintahkan bosnya nggak mencangkup tugasnya. Seperti halnya mengenai laporan laba. Mita nggak tau menahu. Namun karena dirinya mencari jalan aman, sehingga lebih baik dia menanyakan pada Bi