Share

BAB 4 : Penegak Hukum

last update Huling Na-update: 2022-12-30 21:43:44

"Hahahaha... jangan di ambil hati, Axel terkadang suka bercanda" Andara menjelaskan.

"Tidak apa-apa Pak Brigjen" Jawab Rizel.

"Mari, kita lanjutkan pekerjaan kita" Ajak Rizel kepada Axel.

Rizel bersama anggota kepolisian lainnya, melanjutkan investigasi. 4 orang ajudan julio yang di temukan pingsan, telah tersadar. Rizel mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka. Tidak ada petunjuk lebih, karena saat kejadian, mereka tidak sadarkan diri dengan cara di bius oleh tersangka.

Wanita yang bersama Julio, mengalami trauma yang sangat berat. Axel berusaha untuk menenangkanya dan berakhir sia-sia. Petugas medis membawanya ke rumah sakit untuk di rawat. Malamnya, Rizel, Axel bersama yang lainnya kembali ke kantor polisi. Mengumpulkan informasi hasil penyelidikan.

"Adapun CCTV yang merekam pembunuhan mendiang Julio, tidak mengubah keadaan, kita belum bisa memastikan siapa di balik topeng dari tersangka" Rizel berbicara kepada Axel dan kedua anggotanya.

"Dari luka yang di terima oleh Pak Julio, tersangka menggunakan pisau yang sama Jagdkommando" Steiner melaporkan.

"Meskipun itu tidak bisa menjadi tolak ukur, setidaknya kita layak untuk menyelidiki anggota militer yang memiliki pisau Jagdkommando" Usul Axel.

"Baiklah, akan aku coba selidiki" Jawab Rizel.

"Aku akan membantu tim forensik, semoga kali ini kita akan mendapatkan petunjuk" Axel memakai jas nya, keluar dari ruang rapat.

Tengah malam, di temani segelas kopi dan beberapa kue donat. Rizel duduk di depan komputer. Menyelediki anggota militer dan membaca profilnya. Dari sekian banyak profil, Rizel tertuju kepada seorang prajurit bernama "Angelo Rustam" . Memiliki Jagdkommando berpangkat kolonel.

Angelo mendapatkan gelar medali kehormatan, setelah membebaskan salah satu kota dari cengkraman kolonial negara Artego. Tetangga satu rumpun sekitar 3 tahun yang lalu. Kabar terakhir, Angelo telah menghilang. Tidak ada satupun dari pihak kepolisian dan militer yang mengetahui keberadaanya.

Satu panggilan telah masuk, Rizel mengangkat telpon. "Hallo Komisaris Axel, ada apa?"

"Hasil penyelidikan dari ponsel milik Pak Julio, beliau sebelum di bunuh, telah melakukan transaksi, memberikan uang sejumlah 800 juta untuk donasi kepada sebuah yayasan yatim piatu"

"Apa 800 juta !? ke yayasan yatim piatu?" Rizel terkejut.

"Iya, dia bermain ala Robin Hood sepertinya"

"Bisa tolong kirimkan nama yayasan dan alamatnya?"

"Baik, akan aku kirimkan sekarang"

Axel menutup telponnya. Tidak lama kemudian, Rizel menerima nama yayasan yatim piatu beserta alamatnya dari Axel. Rizel membaca kembali profil dari Angelo Rustam dan menemukan satu hal yang membuat Rizel tertegun. Angelo adalah seorang yatim piatu sejak berusia 3 tahun dan di besarkan oleh sebuah yayasan yang bernama "Harapan Senja".

Nama yayasan yang di kirim oleh Axel berbeda dengan yayasan yatim piatu yang telah merawat Angelo. Timbul rasa penasaran, Rizel ingin memastikan kecurigaanya. Foto wajah angelo di cetak. Juga, mencatat alamat yayasan dari "Harapan Senja" .

Sebelum tengah hari, Rizel mengajak Steiner untuk mengunjungi yayasan. Saat memarkirkan mobilnya, terlihat bangunan yang cukup usang dengan sebuah tulisan "Harapan Senja" terpampang jelas dari luar. Mereka berdua masuk, seorang wanita tua datang menghampiri.

"Maaf kalian siapa?" Tanya sang Nenek.

"Perkenalkan, kami dari pihak kepolisian, namaku Rizel, dan ini Steiner" Rizel memperkenalkan diri.

"Halo Nek, salam kenal" Steiner melambaikan tanganya. Rizel menginjak kakinya.

"Bersikaplah sopan, beliau ini orang tua" Rizel memarahi Steiner dengan berbisik.

"Adu... duh ma... maaf Pak komisaris" Rintih Steiner.

"Kalian dari kepolisian? me...memangnya ada apa?" Nenek itu terkejut.

"Kami hanya ingin mengajukan beberapa pertanyaan saja, bolehkah kita berbincang sambil duduk Nek?" Pungkas Rizel.

"Tentu saja... tentu saja boleh, ayo silahkan" Nenek itu mengajak Rizel dan Steiner duduk di sofa yang berada di ruang depan.

"Hampir saja lupa, perkenalkan namaku Rose Lamia" Rizel dan Steiner berjabat tangan dengan seorang Nenek bernama Rose.

"Ellie, tolong buatkan dua gelas kopi dan ambilkan kue ya, kita kedatangan tamu" Nenek Rose berbicara menghadap ke satu ruangan.

"Iya Nek tunggu sebentar" Jawab seorang wanita.

"Yang satu jangan terlalu manis ya Nek"Pinta Steiner.

"Ti... tidak usah repot-repot" Rizel tersenyum meringis, lalu melototi Steiner.

"Anu Pak salah ku apalagi hehehe" Ucap Steiner yang takut dengan tatapan atasanya.

"Ellie, katanya yang satu jangan terlalu manis" Timpal Rose. Rizel mengepalkan tangan kananya hingga mengeluarkan suara "kretek" kepada Steiner.

"Aku... aku ke kamar kecil dulu ya Pak komisaris" Steiner berlari kecil menuju toilet yang terlihat dari ruang tamu.

"Silahkan apa yang ingin di tanyakan" Ucap Nenek Rose.

"Apa Ibu tau orang ini? namanya Angelo Rustam, pernah tinggal disini" Rizel menunjukkan foto Angelo.

"Angelo... Rustam?" Rose memperhatikan dengan seksama foto Angelo.

"Iya benar, dia pernah tinggal disini, tapi sejak usia 19 tahun, dia mengikuti seleksi anggota militer" Lanjut Rose.

"Lalu apa Ibu tau dimana dia sekarang?"

"Jelasnya aku tidak tau, tetapi 3 tahun lalu ada seorang pria berusia sekitar 50 tahun lebih datang kesini menanyakan keberadaan Angelo Rustam juga" Steiner keluar dari toilet dan kembali duduk.

"Kalau boleh tau siapa namanya?"

"Namanya Fester Claude, katanya dia adalah Ayah kandungnya selama ini"

"Fester Claude? apa Ibu tau dimana beliau tinggal?" Ellie, wanita muda keluar dari salah satu ruangan. Menyuguhkan dua gelas kopi dan kue kering

"Terima kasih" Ucap Steiner kepada Ellie

"Ellie sayang, tolong ambilkan dompet Nenek yang berwarna coklat di kamar ya sayang" Perintah Rose.

"Baik Nek" Ellie mengangguk sembari tersenyum.

"Tunggu ya, kebetulan Pak Fester memberikan kartu namanya, silahkan kalian minun saja dulu kopinya" Ujar Rose.

"Terima kasih sebelumnya" Rizel dan Steiner meminum kopi yang di suguhkan. Mereka terdiam sejenak, hingga Ellie datang dan memberikan dompet berwarna coklat kepada Rose.

"Terima kasih sayang" Ucap Rose. Mata Steiner terus memandangi Ellie. Sampai wanita itu tertunduk malu dan pergi.

"Ingat kita sedang tugas, jaga sikap, termasuk kedua mata kamu"

"Baik Pak, maaf" Steiner duduk dengan tegak.

"Ini kartu nama Pak Fester" Rose memberikan kepada Rizel.

"Biar kami mencatat alamatnya ya Bu, Steiner tolong catat alamatnya"

"Siap Pak" Steiner mengeluarkan sebuah kertas dan pena. Menulis cepat alamat dari Fester Claude.

"Baik Bu, kalau begitu kami pamit, maaf jika sudah menyita waktunya" Rizel memberikan kartu nama Fester kepada Rose dan berpamitan.

"Tidak apa-apa, jika kalian membutuhkan informasi lainnya, jangan sungkan silahkan datang lagi kesini" Rose tersenyum.

"Terima kasih, kami permisi Bu" Rizel dan Steiner pergi.

****

"Panggil aku dengan nama Joker" Ujar seorang pria yang bersama Asmodeus, di satu ruangan yang cukup gelap.

"Lalu siapa target berikutnya tuan Joker?"

"Dia adalah anggota kepolisian" Joker memberikan selembar foto.

"Dosa terbesarnya?" Asmodeus melihat foto yang di berikan kepada Joker.

"Dia adalah salah satu anggota polisi yang melindungi bisnis haram Julio"

"Saya akan menyeledikinya terlebih dahulu, jika Anda berbohong, Anda tanggung sendiri akibatnya" Ancam Asmodeus.

"Silahkan, jika perlu akan aku berikan semua bukti-buktinya"

"Baiklah, misi ini saya terima setelah saya menyeledikinya dan suatu kebetulan juga, ada urusan dengan pihak kepolisian"

"Kamu memiliki urusan dengan anggota polisi atau bagaimana Asmodeus?" Joker terkejut.

"Iya, dan Anda tidak perlu mengetahuinya"

"Ok...ok tenang saja, aku tidak akan mencari tau karena yang penting misi itu cepat terselesaikan"

"Mungkin tidak akan terlalu cepat"

"Kenapa? apa kamu takut?"

"Anda menyepelekan saya tuan Joker?" Asmodeus berjalan mendekat.

"Tidak... tidak bukan itu maksudku" Joker mundur ke belakang dari kursinya

"Saya ingin sedikit bermain-main dengan pihak kepolisian" Asmodeus menghentikan langkahnya.

"Terserah yang penting dia harus terbunuh, aku tidak suka dengan orang-orang korup dan oknum yang bisa di sogok"

"Saya pergi, tunggu saja kabar berikutnya" Asmodeus hilang begitu saja di balik cahaya remang yang berada di ruangan itu.

"Pembunuh bayaran itu sangat menakutkan, rasanya aku pun harus sedikit waspada, salah-salah dalam berbicara, bisa-bisa nyawaku yang melayang" Gumam Joker.

Di rumah megah dan luas berlantai 2, beberapa orang polisi tengah berjaga. Satu mobil mewah pun tiba, satu orang polisi yang berjaga membukakan pintu gerbang. Memberi hormat kepada seseorang yang berada di dalam mobil. Dari jarak yang cukup jauh, di atas bangunan rumah kosong, Asmodeus memantau seluruh pergerakan yang berada di rumah itu.

Seseorang keluar dari mobil, polisi berpangkat bintang satu. Semua polisi yang berjaga memberikan salam hornat. Salah satu dari mereka membawakan tas koper, mengantarkanya hingga masuk ke dalam rumah.

"Ini akan menjadi hal yang sangat menyenangkan, penegak hukum akan segera di hukum" Ucapnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 37 : Serbuan

    Cloningan Asmodeus berdatangan dari hutan untuk menyelamatkan Altema. Mereka bersiap, mengepung, dan menutup jalan dari segala arah. "Pak Rizel, bagaimana ini?" Sarah bertanya dalam keadaan yang panik. "Tenang saja, Si Edward Geezer yang tampan, telah mempersiapkan rencana lain." jawab Edward, "Lihatlah ke atas, ada kejutan untuk kalian pasukan Asmodeus!" Dari langit, muncul banyak Drone dengan persenjataan lengkap. "Tembak mereka!", perintah Edward. Drone itu pun mulai menembak. Menghujamkan ratusan peluru ke arah -- Cloningan Asmodeus. Satu persatu mulai tumbang. Meskipun mencoba menghindar, tetapi pasukan Drone jauh lebih banyak jumlahnya. "Kenapa Drone itu harus datang?" Aruzel tampak kesal, "Padahal aku saja mampu menghabisi mereka semua!" "Sial! Rencanaku gagal!" sahut Altema. Rizel memberikan perintah, "Kita tidak punya banyak waktu, Edward hubungi anggota lainnya, tangkap Altema dan bawa ke kantor polisi." "

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 36 : Penyergapan Altema

    Sarah memberikan informasi, lokasi terakhir Altema berada. Rizel pun memanggil anggota yang lainnya untuk datang dan berdiskusi. Tim forensik yang Rizel perintahkan pun telah memberikan laporan. "Apa kita akan ada rapat dadakan hari ini?" tanya Edward. "Iya, kita kumpulkan semua informasi yang telah kita dapatkan. Aku yakin, malam ini kita akan mengetahui lokasi keberadaan Altema, sosok yang telah membantu Asmodeus selama ini" jawab Rizel. Mengirim pesan kepada seluruh anggota khusus yang berada di luar, untuk segera datang ke kantor. "Baiklah kalau begitu, aku harus membuat kopi hitam. Supaya lebih fokus" Edward mengambil gelas, menuangkan bubuk kopi. Kastil Astaroth. "Sepertinya ada seseorang yang mencoba melacak keberadaanku" ucap Altema kepada Asmodeus. "Anggota kepolisian" jawab Asmodeus. "Sepertinya mereka sudah menyadari, siapa yang membantumu di belakang layar, Asmodeus" "Mungkin waktu sudah tiba untuk mengalahkan mereka dan memberikan mereka pelajaran" "Aku yakin, sa

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 35 : Pemantauan

    Rizel pergi ke suatu tempat yang jauh. Mercusuar, tempat pertama kalinya pertarungan sengit melawan Asmodeus dilakukan. Tidak ada polisi yang berjaga, hanya tersisa garis kuning yang menutup jalan masuk ke dalam mercusuar. Penyelidikan pun di mulai. Rizel terus menundukkan kepala, menyalakan lampu senter dan melihat ke lantai. Tepat di ruangan terjadinya pertarungan dengan Asmodeus, Rizel berjongkok, mengeluarkan plastik kecil. Memungut sesuatu dan memasukkan ke dalamnya plastik yang dibawanya. Penyamaran Sarah Erlandi masih berlanjut. Menyusup ke dalam anggota simpatisan Asmodeus. Sarah mencoba untuk mendekati seorang pendiri, salah satu komunitas yang menjadi simpatisan Asmodeus dia adalah Rugel Seron, pendiri dari Asmonism. Parasnya yang sangat cantik, Sarah memanfaatkan kelebihannya itu untuk mendekati Rugel dan mengajaknya bertemu di sebuah restoran untuk makan malam bersama. Rugel Seron, kurus, berkulit putih dan cukup tinggi. Terlihat masi

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 34 : Perburuan

    Mereka berlima berpencar, menjadi peran mereka masing-masing dalam menjalankan tugasnya. Rizel dibantu oleh Steiner, mengumpulkan informasi tentang para pejabat dan pengusaha yang pernah memiliki rumor negatif. Sementara itu, di laboratorium Flamingo. Tabung-tabung yang berisi cairan biru itu surut satu persatu. Sang Profesor menekan satu tombol di mesin komputer. Kaca tabung terbuka dengan sendirinya. Dari dalam, keluar sesosok manusia dewasa. Melangkah keluar tanpa mengenakan sehelai pakaian Asmodeus berdiri diantara mereka. Semuanya tertunduk kepadanya. Seperti prajurit yang menyembah Sang raja. "Cobalah berikan perintah kepada mereka Asmodeus" ucap Flamingo dari tempat lain, berbeda lantai dan memiliki kaca yang besar. "Berdirilah!" perintah Asmodeus, para serdadu itu pun berdiri. "Percobaan terakhir sudah selesai, saat ini mereka adalah pasukanmu Asmodeus, mereka siap untuk mati demi tuannya" Flamingo terlihat sangat puas. Mer

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 33 : Menyusun Rencana

    Professor Flamingo berada di laboratorium bersama Asmodeus. Banyak tabung-tabung setinggi dua meter lebih, berisikan cairan kimia berwarna biru. Semuanya adalah hasil penelitian Flamingo. "Lucifer pasti akan puas dengan semua ini!" ucap Flamingo. "Semuanya apakah sudah selesai Prof?" tanya Asmodeus. Melihat salah satu tabung. "Besok, semuanya akan segera terselesaikan, jangan khawatir" Flamingo menekan beberapa tombol keyboard di komputer. "Saya harap besok benar-benar selesai, karena kita tidak mempunyai banyak waktu lagi" "Tenang saja, kita akan menggemparkan negara ini!" Flamingo tertawa mengerikan. "Saya harus pergi, saya serahkan pekerjaan ini kepada Anda" "Kamu akan pergi menghabisi menteri busuk itu kan?" "Iya, sudah saatnya dia mati sekarang" Tengah malam. Asmodeus tiba di perumahan elit, berjajar rumah-rumah mewah kelas atas. Dari atap ke atap rumah, menggunakan jet pack miliknya, Asmodeus berhen

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 32 : Devil Savior

    Esoknya, Rizel kembali bertugas. Steiner menyambut kedatangan atasannya itu dengan wajah bahagia. "Selamat datang kembali Pak Brigjen Rizel" Steiner memberi hormat. "Selamat siang juga Steiner, maaf sudah merepotkanmu selama ini" Rizel tersenyum. "Aku sudah mencari Pak Brigjen kemana-mana tetapi hasilnya nihil" "Aku pergi ke suatu tempat yang jauh dari keramaian kota untuk menenangkan pikiran dan berlatih" mereka bedua berbincang seraya berjalan menuju kantor pribadi Rizel. Steiner terheran "Berlatih? Memangnya berlatih apa Pak?" tanya Steiner. "Berlatih kemampuanku dalam beladiri, yang pertama aku ingin lebih kuat untuk melawan para penjahat dan yang kedua, bagaimana pun juga, aku harus menangkap suadara kembarku, Razel Arghas sebelum dia bertindak lebih jauh" Rizel duduk di kursi kantornya. "Apa hari ini Pak Brigjen siap untuk bertugas?" "Tentu saja Steiner, maka dari itu aku datang kesini" "Kalau begitu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status