Beranda / Romansa / Ayah yang Sempurna Untuk Jonah / 4. Malam Minggu Sendiri

Share

4. Malam Minggu Sendiri

Penulis: Lynelle Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-21 15:01:38

“Josh! Kau mengejutkanku!” seru Arabella terkejut saat mengetahui sumber suara itu.

“Maaf, siapa lelaki itu?” tanya Joshua dengan suara yang terdengar cemburu.

“Dia ayah Kimiko, teman Jonah. Hari ini mereka akan pergi berkemah di hutan kota, Josh,” jelas Arabella dan berjalan masuk ke rumah.

“Kau mau teh?” tanya Arabella lagi ketika mereka sudah duduk di meja makan.

“Boleh, terima kasih, Ara,” jawab Joshua sambil kembali terkenang kejadian barusan. Dia bisa merasakan Arabella menyukai Peter, begitu juga sebaliknya dari pandangan mereka. Joshua tiba beberapa menit tadi dan tidak langsung turun, dia sempat melihat Jonah naik ke RV, lalu diikuti Kimiko dan meninggalkan dua orang dewasa itu saling berpandangan. 

Joshua menarik napas dalam-dalam dan mengempaskannya dengan kuat.

‘Apa yang kau takutkan belum tentu terjadi, Josh. Jangan berprasangka buruk pada sesuatu yang belum terjadi.’

‘Tapi, kalau sudah terjadi, bukankah itu sudah terlambat?’

‘Kau harus segera bertindak kalau tidak ingin kehilangan wanita yang kau cintai!’

‘Tapi, bagaimana kalau dia menolakku dan lebih memilih lelaki tadi?’

‘Kau belum mencoba sudah menyerah! Memalukan, Josh! Ingat usiamu sudah lebih dari cukup untuk menikah!’

Suara-suara itu berperang di dalam benaknya, saling memberi pendapatnya masing-masing membuat Joshua bingung dan kembali dia mengempaskan napas kasar.

“Ada apa denganmu? Kau sedang ada masalah, Josh?” tanya Arabella heran melihat Joshua yang sudah dua kali mengempaskan napas dengan kuat.

“Tidak, tidak, Ara. Kau mau ke kantor? Ayo aku antar. Lagipula kau tidak perlu menjemput Jonah kan hari ini? Bagaimana kalau kita pergi makan malam nanti?” ajak Joshua cepat. Tiba-tiba dia memikirkan peluang untuk bersama Arabella dengan lebih intens selama Jonah pergi berkemah. Bukankah ini kesempatan bagus?

Arabella diam sesaat memikirkan ajakan makan malam saat Jonah sedang tidak ada. 

“Baiklah, kau akan menjemputku?” tanya Arabella sambil membersihkan meja makan setelah sarapan tadi dan menaruh secangkir teh hijau hangat di hadapan Joshua.

Joshua langsung mengangguk senang mendengar Arabella menyetujui ajakannya. Ini kesempatan yang langka! 

Setelah membereskan meja  makan, Arabella naik ke lantai dua mengambil tas berkas dan tas tangan untuk ke kantor, lalu turun.

“Ayo kita pergi. Kau telat, Josh,” ajak Arabella cepat sambil menuju ke depan pintu dan mengganti sandal rumah dengan sepatu berhak.

Joshua bangkit dari kursi setelah meneguk habis teh yang tiba-tiba terasa manis.

*** 

Sementara mobil RV yang dikendarai Peter mulai memasukki pintu taman kota, deretan pohon pinus yang menjulang tinggi nampak di kiri dan kanan jalan. Banyak petunjuk di sepanjang jalan, petunjuk ke tempat berkemah, tempat menginap, juga taman bermain. Benar-benar tempat menyenangkan dengan semilir angin yang menyegarkan.

“Apa kita sudah hampir sampai, Paman?” tanya Jonah dengan mata berbinar cerah.

“Belum. Tunggu saja papan nama tempat berkemah akan terlihat setelah kau melihat hamparan rumput yang seperti permadani,” jawab Kimiko yang duduk di antara Jonah dan Peter di kursi depan.

“Belum, Jonah. Setengah jam lagi kita akan sampai di sana, oke?” jawab Peter santai. Dia menurunkan kaca jendela di samping kemudi dan angin musim semi segera terhidu, bau rumput basah yang mulai terjemur matahari membuat lelaki itu merasa senang dan tenang.

“Harum sekali bau rerumputan segar ini, ya?” tukas Jonah pada Kimiko yang duduk bersandar pada tubuh Peter.

Tak lama kemudian Peter tampak mulai mengatur RV-nya berhenti di samping sebuah RV hitam yang sudah lebih dulu berada di sana. 

“Apa kita sudah tiba?” tanya Jonah yang tidak percaya pada penglihatan di hadapannya. Hamparan rumput luas membentang yang diselingi pepohonan pinus dan akasia yang tumbuh liar di sana. 

“Tentu, Jonah. Ayo kita turun!” seru KImiko dengan bersemangat mengajak turun dan segera berlari ke pintu samping untuk keluar.

“Hati-hati, Kimi!” teriak Peter yang tertawa melihat anaknya yang begitu bersemangat.

Jonah turun dan segera berlarian tak jauh dari mobil yang dipenuhi rumput gajah yang hijau seperti permadani. Matanya memandang jauh dan hanya terlihat rumput dan beberapa pepohonan tinggi yang cukup jauh dari mereka. 

“Ayo kita ke sana, ada sungai yang jernih sekali airnya,” ajak Kimiko setelah beberapa saat berlarian dengan keringat yang mulai bercucuran.

“Apa boleh? Jauh tidak?” tanya Jonah khawatir saat teringat pesan ibunya untuk tidak bermain terlalu jauh atau pun berbahaya.

“Tidak, kau ini takut sekali, Jonah! Ayo!” Kimiko menarik tangan Jonah dan mengajaknya pergi.

“Kimi! Hati-hati jangan sampai ke dalam sungai!” teriak Peter saat sedang mengeluarkan tenda dan peralatan memasak dari bagasi bawah RV.

“Iya, Pa!” teriak Kimiko membalas seruan Peter.

Tangan Kimiko terus menarik Jonah yang berhenti sesaat mendengar teriakan Peter tadi, “Ayolah, Jonah!”

“Apa tidak berbahaya, Kimi? Apa sebaiknya kita tunggu Paman Peter saja agar bisa bersama-sama ke sungai?” Jonah terlihat ragu dan semakin khawatir. Dia bukannya takut, tapi memikirkan pesan ibunya … dia khawatir ibunya akan merasa sedih saat dia melanggar larangan Arabella.

“Kau ini anak lelaki, Jonah! Kau harus lebih berani dari aku!” seru Kimiko kesal melihat Jonah yang ragu.

“Aku … bukannya takut, Kimi. Tapi sungai itu sungguh tidak berbahaya? Aku hanya ingat pesan mamaku!” tegas Jonah yang tidak ingin Arabella sedih.

“Ck … ck … ck …. Kalau bahaya Papa pasti tidak akan mengijinkan kita pergi sendiri, Jonah! Jangan terlalu khawatir, ayo cepat!” Kimiko kembali menarik tangan Jonah agar bocah lelaki itu mengikutinya dengan lebih cepat.

Tak berapa lama mereka tiba di sebuah aliran sungai yang tidak terlalu lebar dan dalam. Airnya bersih dan jernih hingga bebatuan di dasar sungai dapat terlihat langsung. 

“Wah! Sungainya jernih sekali!” seru Jonah dengan mata berbinar. 

“Airnya pasti segar sekali! Bagaimana kalau kita bermain air?” ujar Jonah berinisiatif. Air sungai yang jernih membuat dia ingin berenang di sungai itu, pasti segar sekali!

“Ayo, gulung dulu celanamu biar tidak basah,” tukas Kimiko sambil duduk di tepian sungai dan mulai menggulung celana yang sedengkul hingga sampai beberapa satu jengkal dari pinggang.

Jonah duduk di tepian sungai dan mulai menggulung celana panjang yang dikenakannya. Dia menyesal mengenakan celana panjang, seharusnya mengenakan celana kain pendek seperti yang biasa digunakannya jika berada di rumah. Tetapi nasi sudah jadi bubur, semakin dia bersemangat menggulung celana panjang itu, kain yang sudah tergulung terlepas lagi menjuntai ke bawah.

Hingga beberapa saat, Kimiko duduk di hadapannya dan membantu Jonah menggulung celana jeans lembut dengan menggunakan karet gelang di lengannya. Butuh beberapa saat akhirnya kain celana Jonah bisa tergulung ke atas dan mereka langsung turun ke dalam air yang hanya setinggi lutut bocah lelaki itu.

Tidak butuh waktu lama, mereka saling memercikkan air ke tubuh lawan hingga percikan air mulai membasahi baju.

Tiba-tiba aliran air sungai yang tenang menjadi lebih kencang dan air sungai yang tadinya hanya sampai selutut Jonah mulai naik hingga sampai ke pinggang. Tetapi keduanya sedang asik bermain tanpa memperhatikan debit air sungai yang mulai naik, hingga akhirnya ….

“JONAH! KIMIKO! Ayo cepat naik!” 

*** 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ayah yang Sempurna Untuk Jonah   51. Akhir Yang Bahagia

    “Apa kalian sudah siap?” tanya Arabella pada Peter dan Kimiko. Hari ini mereka akan meresmikan pernikahan mereka di kantor catatan sipil.“Sudah, Ma,” jawab Kimiko bersemangat.“Jonah mana?” tanya Kimiko lagi karena tidak melihat bocah itu.“Ada, dia hampir siap. Sedang merapikan kemeja dan memakai dasi kupu-kupunya,” jelas Arabella yang sudah cantik dengan shanghai dress putih berhias bunga peoni besar dan sedikit bunga mawar sebagai pemanis. Cocok sekali dengan tubuhnya yang masih sangat ramping dengan rambut disanggul kecil menyesuaikan rambutnya yang pendek.“Mama cantik sekali,” puji Kimiko sambil memeluk pelan Arabella. Dia tidak ingin merusak tampilan Arabella yang sudah sangat perfect menurutnya.“Wah … kau cantik sekali, Ara,” puji Peter yang baru saja turun dari lantai atas.Arabella tersenyum, “Kau juga tampan sekali, Tuan Jackson.”Ketiganya terkekeh bersama menikmati kebahagiaan.Sementara di kamarnya Jonah tampak termenenung dengan dasi masih digenggamannya.Pintu kamar

  • Ayah yang Sempurna Untuk Jonah   50. Kejutan

    “Ada apa denganmu, Sayang? Kenapa tiba-tiba kau menangis?” tanya Arabella heran. Mobil sudah masuk ke pekarangan rumah dan berhenti di depan pintu garasi.Sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Kimiko dan Peter di sini.“Ayo turun, Jonah. Apa kau menangis karena merindukan kamarmu? Sebentar lagik kau akan kembali ke kamarmu, Sayang,” tukas Arabella sambil membuka bagasi untuk menurunan barang-barang Jonah.“Mengapa sepi sekali, Ma? Apa Kimiko dan Papa belum kembali? Apa mereka lupa kalau aku akan pulang hari ini?” tanya Jonah sedih.Arabella tersenyum, “Mereka tidak lupa. Mungkin Papa dan Kimiko sedang membeli sesuatu.”Jonah senyum terpaksa. Dia merasa mereka tidak terlalu menganggapnya penting. Walau sedikit bersedih, tapi dia bahagia bisa pulang ke rumah setelah sekian lama di rumah sakit, rasanya sudah sangat bosan terus menerus

  • Ayah yang Sempurna Untuk Jonah   49. Pulang

    “Sungguh aku boleh pulang?” tanya Jonah dengan wajah berbinar menatap pada Arabella dengan senyuman lebar. DIa bahagia ketika dokter mengatakan padanya bahwa besok Jonah sudah boleh pulang ke rumah dengan janji temu tiga hari kemudian.“Iya, apa kau senang, Sayang?” Tanpa bertanya pun, Arabella sudah tahu wajah Jonah yang cerah dengan binar di mata gelapnya itu menandakan kalau dia bahagia.Jonah mengangguk anggukan kepala tanpa henti.“Tapi kau masih harus mengikuti fisioterapi sampai akhir bulan, Sayang. Dan kau belum bisa kembali ke sekolah. Jadi kau akan tetap di rumah,” jelas Arabella dengan sabar. Otomatis dia harus meminta cuti di kantor untuk menemani Jonah. Tidak mungkin meninggalkan bocah itu di rumah sendirian.“Yaaa … lalu kapan aku bisa kembali ke sekolah, Ma?” tanya Jonah sedikit kecewa mendengar hal itu. Sedangkan Kimiko bahkan sud

  • Ayah yang Sempurna Untuk Jonah   48. Akhirnya

    Psgi hari Jonah bangun dengan tubuh yang terasa lebih segar. Mungkin karena semalam bermain bersama Kimiko membuat tidurnya lebih nyenyak dan hatinya pun lebih tenang. Mimpi buruk yang kerap datang beberapa waktu lagi sejak dia terbangun di rumah sakit, semalam tidak datang lagi.“Pagi, Jonah. Kau ingat denganku?” tanya Kimiko yang terbangun dan melihat bocah itu sudah duduk di ranjangnya sambil menatap ke langit biru lewat kaca kamar.“Tentu saja aku ingat kau, Kimi. Kau tahu berkat kau, tidurku semalam sangat nyenyak. Tidak ada mimpi buruk … semalam. Ya … kuharap mimpi itu pergi untuk selamanya,” jawab Jonah tertawa kecil.“Sungguh? Kau tidak bermimpi buruk semalam?” tanya Kimiko dengan wajah berbinar.Jonah mengangguk.“Di mana Mama dan Papa?” tanya Jonah pelan, karena dia tidak melihat keduanya di kamar.“Mereka tidur di bawah ranjangmu,” jawab Kimiko terkekeh pelan takut membangunkan keduanya.“Di bawah ranjang? Mengapa?” Jonah bertanya dengan alis mata yang hampir menyatu di hid

  • Ayah yang Sempurna Untuk Jonah   Kiriman Joshua

    Hari hampir gelap ketika Joshua memasuki rumah sakit tempat Jonah dirawat sejak pertama bocah itu terluka. Aroma obat langsung terhidu ketika dia naik ke lift yang akan membawanya ke lantai enam belas. Arabella sudah memberitahukan padanya di mana Jonah dirawat.Di depan pintu kamar 1631, Joshua kembali meragu untuk masuk ke dalam atau tidak. Tiba-tiba suara tawa Jonah dengan suara seorang anak perempuan yang pasti bisa dipastikannya anak Peter terdengar hingga keluar kamar. Alis matanya hampir beradu memikirkan apa yang diinginkan Jonah mencarinya? Apa bocah itu ingin meminta pertanggungjawabannya? Ataukah ingin …. Bayangan Joshua semakin liar.Langkah kakinya tidak lagi tegak, kakinya sudah mundur selangkah dari semula. Dia harus segera pulang!“Arabella, maafkan aku. Hari ini aku harus lembur, mungkin besok pagi atau sore aku akan ke sana, ya. Maafkan aku,” ucap Joshua di ponsel dari lantai bawah ru

  • Ayah yang Sempurna Untuk Jonah   46. Menanti Kedatangan Joshua

    “Tidurlah sebentar kalau lelah, Ara,” jawab Peter sambil terus mengusap lembut pucuk kepala wanita itu.“Aku takut … dia tidak akan pulih. Bagaiimana ini?” tanya Arabella dengan pilu. Hatinya bagai diiris sembilu melihat kondisi Jonah yang belum pulih sejak kecelakaan itu terjadi.“Sstt … jangan putus asa. Dia sudah bangun dari koma, kita harus bersyukur pada Tuhan, Ara. Kita masih diberi kesempatan untuk bersama dengan dia. Jadi kau tidak boleh putus asa. Kau harus lebih bersemangat dari Jonah agar mampu memberinya semangat lebih. Aku akan tetap di sini bersamamu,” ucap Peter memompa semangat pada Arabella yang putus asa.Arabela hanya diam dan makin menyurukkan kepalanya ke dada bidang Peter.Peter tahu, Arabella lelah, begitu juga dia. Lelah menghadapi ketidakpastian kondisi Jonah sejak kecelakaan itu. Dan saat dia sudah bangun, ternyata ada kenyat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status