Share

BAB 2

Bab. 02

.

Suara kuku tajam mengaruk dinding pondok ini, lebih tepatnya di luar kamar ini. Aku bergidik ketika kembali mendengar benda tajam menggores papan kayu.

Kkreet ... kreettt ....!

Ini kali pertama aku mendengar suara mirip benda tajam yang sengaja digoreskan lalu di tarik. Jantungku berdetak naik turun, rasanya begitu takut.

Baru sebentar saja bisa sedikit lega, sebab bau yang mengganggu tadi telah hilang, kini muncul kembali gangguan lain yang lebih menegangkan.

Aku urungkan niat untuk membangunkan mas Zaki, kemungkinan besar dia akan marah kembali seperti tadi.

Kenapa malam ini begitu terasa lama, mungkin aku terlalu gelisah karena takut atau memang waktu yang tidak bergerak sejak tadi.

Kkreet ... Kkreet ... Kkreet!

Aku terperanjat ketika dinding kayu di sebelahku berderit dan sedikit memantulkan getar-getar samar.

Kini degup jantungku berdetak lebih kuat, panas dingin hawa di kamar ini menjalar ke beberapa bagian tengkuk leher dan persendian.

Alih-alih menghilang, suara itu justru semakin mendekat ke arah jendela kamar ini. Ku remas selimut kuat-kuat, guna mengurangi rasa takut yang hampir sepenuhnya menguasai.

Brakkk ....!

Aku menendang dinding dengan begitu kuat, berharap bunyi yang mengusikku itu segera pergi dan menghilang. Mataku mengerling, memastikan lelakiku tidak terganggu dengan bunyi yang cukup keras tadi.

Sepertinya mas Zaki memang benar-benar lelah sampai-sampai tidak mendengar suara yang lumayan keras barusan.

Aku bangkit dari tempat tidur, duduk sejenak di tepian kasur untuk sekedar meregangkan otot-otot tubuh yang terasa kaku. Suara tadi sepertinya sudah menghilang, sebab sudah beberapa menit tidak terdengar lagi.

Setelah di rasa cukup, aku kembali merebahkan tubuh. Kali ini rasa kantukku sudah benar-benar hilang. Aku menatap atap seng kamar yang terbuat dari baja itu, sesekali gesekan dahan yang jatuh menimbulkan dentuman.

_______

Krett ... Krett ....!

Aku membuka mata yang terasa berat, meskipun masih sangat mengantuk aku terpaksa harus bangun, sebab sura goresan pada dinding kembali terdengar.

Pendengaran ini seakan berjalan memutar mengikuti suara benda tajam yang di seret di atas papan kayu dan mengelilingi pondok ini.

Wusss ....

Hembusan angin yang cukup kuat menerpa wajahku, hawa dingin menjalar ke seluruh tubuh, kaki dan tangan tiba-tiba menjadi kaku dan bisa di gerakan.

Ada apa ini? Aku yang panik terus meronta, mencoba merenggangkan otot tubuh yang terasa kaku.

Aku mencoba memanggil mas Zaki untuk meminta pertolongan, entah mengapa mulut ini tidak bersuara.

Padahal aku sudah merasa lelah, sejak tadi berusaha melawan sesuatu yang seperti menahan tangan dan kaki ini. Ingin berteriaakpun tidak bisa.

"Tania!" Suara seseorang memanggil namaku.

Aku tertegun, memperhatikan setiap sudut ruangan ini. Mencari-cari suara siapa tadi itu? Yang terlihat hanyalah cahaya terpantul dari celah dinding. Meskipun suasana di dalam ruangan temaram di luar rumah terlihat begitu terang karena cahaya bulan.

Kreet ... Kreet ....

Bunyi itu terdengar kembali, suaranya sangat nyaring dan begitu jelas terdengar di telinga ini. Aku hanya bisa diam seperti patung, sebab tubuh ini seperti terkunci tidak bisa bergerak sedikitpun.

Sepasang telinga ini menangkap jelas suara seperti benda tajam tengah mencengkeram dinding dengan sekuat, bersamaan dengan itu sepasang kaki terdengar seperti sedang merayap ke atas atap.

Rasa takut mulai menyelimuti, aku memasang kewaspadaan meskipun hanya kedua mata saja yang mampu di gerakan.

Degup jantung mulai tidak beraturan ketika mata merah mengintip dari celah dinding yang lebar.

Aku bertriak sekuat dan sekencang mungkin akan tetapi hanya tercekat di tenggorokan saja, tubuh ini seperti di timpa beban berat yang mendorong hingga membuatku terpental.

"Mas Zaki, tolong aku!" Aku menangis merasakan sakit akibat terbentur tiang kayu pondok ini.

"Lahaula walakuata illabillah. Allahu Akbar!" Ku ucapkan asma Allah dengan lantang. Atas izin dan kebesarannya akhirnya tubuh ini bisa di gerakan kembali.

Dengan nafas tersengal dan sedikit lelah aku berusaha bererdiri meski tertatih dan sedikit merasakan sakit di punggung. Kusandarkan tubuh di tepian kasur memulihkan kembali rasa lelah yang luar biasa menguras tenaga.

Brakkk ... Brakkk ....

Suara benda jatuh seperti orang tengah melompat, aku mendongak menatap sesuatu yang terlihat di atas atap yang sedikit bergoyang.

Deru langkah kaki berjalan kesan kemari di atas pondok ini. Teramat ngilu ketika mendengar pantulan suara dari benda yang menggores atap di atas sana.

Suara erangan begitu seram terdengar menakutkan. Tidak ingin berlama-lama mendapatkan teror seperti ini, aku memutuskan untuk melihat siapa gerangan yang mengusik ketenanganku di malam hari seperti ini.

Ku buka jendela kamar secara perlahan, menyebabkan kepala untuk melihat keluar pondok. Mataku menatap awas ke seluruh penjuru kebun yang luas ini.

Tidak ada apapun kecuali batang pohon karet yang berbaris mengelilingi pondok ini.

Brakkk ....!

Seseorang berlari kesana kemari sebelum akhirnya melompat ke atas pohon karet yang berbeda di hadapanku.

Aku memekik ketakutan karena terkejut lalu segera menutup jendela dengan cepat. Belum sempat melihat siapa yang mengganggu, nyaliku sudah menciut terlebih dulu.

Mungkin lain kali saja atau lebih baik aku membangunkan suamiku. "Mas, Zaki." Teriakku pelan. Tanganku sedikit mengoyangkan tubuh kurus ini, berharap agar ia terbangun.

"Emm ..." Dia menggeliat membuka mata perlahan. "loh, kamu gak tidur dari tadi, Dek?" Tanyanya kaget melihat kearahku.

"Gak mas."

"Kenapa?" Tanyanya lagi.

Aku duduk di sebelahnya lalu menceritakan satu persatu kejadian yang menimpaku beberapa beberapa menit lalu.

"Itu cuma perasan kamu aja, Dek."

"Tapi itu nyata Mas. Coba lihat di punggung aku ini, pasti ada luka memar bekas terbentur tadi."

"Sudah jangan di pikirkan. Besok saja kita bahas." Dia mengusap punggung pelan. "ini masih malam ayo tidur lagi." Mas Zaki memeluk aku sebelum akhirnya aku dapat tertidur kembali.

-----------

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status