Home / Romansa / BIDADARI BUTA SANG PRESDIR / Bab 6. Terkejut Dengan Uang Yang Sangat Banyak Di dalam Keranjang

Share

Bab 6. Terkejut Dengan Uang Yang Sangat Banyak Di dalam Keranjang

Author: Mblee Duos
last update Last Updated: 2022-11-06 20:24:18

"Dasar gadis bod*h ! Apa kau tak bisa sembunyi saat para petugas itu datang, hah?" Sani berteriak murka. Matanya melotot melihat keranjang bunga yang sudah sedikit penyok di tangan Syadilla.

"Ma - maaf Bibi ! A - aku benar benar tidak tahu harus berbuat apa saat itu. Suasana begitu kacau. Semua orang berteriak panik dan berlarian. Dan aku..."

"Tidak tahu harus berbuat apa ? Dengan kata lain kamu ini memang benar idiot !" Sani meraung memotong ucapan Syadilla, dan dengan kasar merebut keranjang dari gadis yang kini tertunduk takut di depannya.

"Lihat! Lihat karenamu semua bunga bunga ini rusak!" Sani menepuk jidatnya frustasi. "Ya Tuhan, mau makan apa kita hari ini?"

Kedua mata Sani kembali memeriksa semua bunga bunga itu. Rasa marahnya semakin besar karna ternyata hampir tak ada bunga yang selamat. Bila tidak tangkainya yang patah, pastilah kelopaknya yang rusak. Satu tangannya yang gemuk kemudian mencengkeram bunga bunga itu dan melemparkannya tepat di muka Syadilla sambil berteriak, "Ini semua gara gara Kamu ! "

"Sudahlah istriku, jangan marah marah terus ! Aku tadi yang terlambat menjemputnya, saat para petugas itu datang," kata Juang yang tiba tiba muncul dengan segelas air putih di tangan. Rupanya lelaki itu sedari tadi menyimak semua kejadian dari ruang sebelah. Ia pun akhirnya keluar karna tak tahan mendengar teriakan istrinya yang meraung memekakkan telinga.

"Ya benar, ini semua salahmu ! Kamu yang telah membawa bocah tak berguna ini ke dalam rumah kita. Dan satu lagi, ke mana kamu saat petugas penertiban itu menyerbu?"

A - aku..." Juang kehilangan kata kata. Sebab tak mungkin jua ia berterus terang kalau saat itu ia tengah asik duduk di meja judi bersama teman temannya.

Melihat Juang gelagapan, membuat Sani curiga akan kebiasaan buruk suaminya. Otomatis kemarahannya pun menjadi berlipat kali dari sebelumnya. Dan dengan keras kemudian melempar keranjang di tangannya. Sehingga berhamburan seluruh isi keranjang itu keluar. Kelopak bunga yang telah rusak dan berguguran, semua beterbangan bersamaan banyaknya lembaran kertas yang turut tertumpah.

"A - apa ini?" Sani bertanya dengan mata membola saat menatap kertas kertas berwarna merah yang kini telah jatuh berserakan di bawah kakinya.

Tak terkecuali Juang yang bibirnya ikut melongo, hingga muat sebutir telur masuk ke dalam mulutnya. Terheran bagaimana keranjang itu memuntahkan begitu banyak uang di dalamnya.

"Uang? Semua ini uang? Apakah ini semua asli?" mulut Sani tak henti meracau sambil berlutut memunguti uang uang itu. Dan seketika matanya membulat semakin lebar saat meyakini bahwa semua itu bukanlah uang palsu.

"Be - benarkah?" Juang bertanya menimpali kata kata istrinya. Sudut matanya berkedut melihat uang yang begitu banyak jumlahnya di lantai.

Sementara paman dan bibinya sibuk mengumpulkan dan menghitung semua uang, Syadilla masih saja berdiri terpatung di tempatnya. Memorinya berputar cepat mengingat rangkaian peristiwa siang tadi. Dari mulai saat kepanikan orang orang yang berlari dari kejaran petugas, saat dirinya pun ikut berlari dan terjatuh, hingga seorang pemuda menyelamatkannya.

Pemuda yang diingatnya bernama Morgan itu, memberinya sejumlah uang ganti rugi. Syadilla yang pikirannya masih polos menerima saja pemberian pemuda itu tanpa bertanya apalagi menghitung berapa jumlah uang tersebut. Lalu memasukkannya ke dalam lapisan kain di dalam keranjang. Bagaimanapun ia memang merasa takut akan kemarahan bibinya bila ia tak membawa uang sepeserpun. Ditambah kerusakan pada keranjang dan bunga bunga itu, pasti akan sangat menyusahkannya nanti.

Tapi sungguh tak disangka, ternyata Morgan telah memberinya uang yang sangat banyak. Hal itu dapat Syadilla ketahui dengan jelas ketika mendengar teriakan bibinya yang berseru girang melihat uang uang itu.

"Syadilla!" seruan Bibi Sani membuat terkejut gadis yang sedang sibuk dengan pikirannya itu.

"Darimana kamu mendapat semua uang uang ini?" cecar bibinya.

"Oh, itu - itu tadi hanya orang asing. Bibi, aku juga tidak mengenalnya. Dia bilang uang itu untuk mengganti semua kerusakan dagangan kita," Syadilla menjelaskan. Kemudian ia pun menceritakan lebih detail dari apa yang dialaminya hari ini.

"Hmm, begitu rupanya!" Sani berkomentar dan sedikit mengernyit setelah mendengar gadis itu berkisah. Meski ia menangkap sesuatu yang aneh dalam cerita tersebut, tapi ia urung bertanya lebih jauh lagi. Sebab yang terpenting baginya saat ini adalah ia telah mendapatkan banyak uang hari ini, dan bahkan sangat banyak.

"Eh, istriku berilah aku sedikit dari uang itu. Aku juga membutuhkannya," celetuk Juang kala melihat ekspresi istrinya sudah tak sesuram sebelum ia memegang uang di tangannya.

"Untuk apa uang?" sungut Sani. "Kau hanya akan menghabiskannya di meja judi!"

Juang melengos mendengar jawaban sang istri. Tatapan matanya begitu iri melihat banyaknya kertas bernominal itu di tangan Sani. "Dengan cepat uang bisa merubah wajah Sani menjadi cerah, tapi rupanya uang bisa cepat merubah watak pelit perempuan itu," begitu pikirnya

"Emm..., Paman, Bibi, bolehkah aku ke kamarku sekarang?" Syadilla bertanya dengan sangat hati hati kepada kedua orang di ruangan itu. Ia merasa lututnya sudah gemetar karna menahan tubuhnya berdiri berjam jam lamanya.

"Kenapa kamu menanyakan hal yang tidak penting seperti itu? Pergilah!" Sani menjawab tak acuh. Lalu ia pun melenggang masuk ke dalam kamarnya sendiri sambil mengibas ngibaskan uang ditangannya.

Lain halnya dengan Sani yang wajahnya begitu berseri setelah menguasai semua uang. Sebaliknya, Juang justru nampak kesal. Setelah dirinya membantu mengumpulkan dan menghitung uang yang bernilai lebih dari lima juta dollar itu, dengan serakah Sani merampas semua dari tangannya.

Di tengah kekesalannya, tangan Juang bergerak gerak masuk ke dalam saku celananya. Merogoh dan lalu mengeluarkan sesuatu. Tiga lembar uang kertas. Rupanya diam diam tadi ia berhasil menyembunyikannya dari mata jeli sang istri.

"Baiklah, aku juga butuh untuk bersenang senang bukan?" sambil menatap uangnya, Juang bermonolog. Setelah berkata demikian, ia lalu berjalan menuju pintu keluar rumah.

Namun sebelum tangannya benar benar menyentuh knop pintu, sekilas matanya melirik ke arah bilik tempat istrinya tadi masuk. Keningnya sedikit berkerut, dan sudut bibirnya tersenyum menyeringai kemudian. Seperti ia baru saja menemukan sebuah ide atau kelicikan yang entah apa, hanya dia yang mengetahuinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab. 20 Saat Syadilla Menghilang

    "Ke mana perginya gadis buta si*lan itu? Sudah dua hari tak pulang?" Sani berkata dengan geram pada dirinya sendiri sambil terus memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci.Elena yang duduk di kursi makan tak jauh dari ibunya, pura pura saja tak mendengar cuitan cempreng sang ibu. Mulutnya sibuk mengunyah makanan. Sementara kedua matanya yang bulat tak lepas dari layar hp di tangan kirinya.Baginya pekerjaan rumah adalah sama sekali bukan urusannya. Jadi tidak penting apakah ibunya ataukah Syadilla yang mengerjakan semua itu."Istriku, kamu jangan ngomel terus! Pusing kepalaku mendengarnya," Juang yang baru masuk ke ruang makan memprotes. Dari pintu sekat di ruangan itu, ia melihat istrinya sibuk bekerja sekaligus mengomel. "Apa mulutmu itu tidak capek?" imbuhnya.Seperti halnya Elena, dari tadi Juang hanya diam mengabaikan repetan Sani yang terus saja melaju seperti kereta. Kalau bukan karena cacing di perutnya yang sudah ikut berteriak minta diisi, malas sekali dirinya berjalan ke dapu

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 19. Anda Tuan Morgan?

    Syadilla mengangkat kepalanya. Heran. Bagaimana lelaki ini tahu tentang keluarga angkatnya. "Kamu mengenal Paman Juang?" ia pun bertanya dengan ekspresi bingung memenuhi wajahnya.Lelaki di depan Syadilla sebenarnya tak lain adalah Morgan. Orang yang sama, yang telah menyelamatkan gadis itu saat terjadi razia pedagang kaki lima sebelumnya."Itu tidak penting. Sekarang baiknya kamu segera menghabiskan makananmu. Buka mulutmu!""A - aku bisa melakukannya sendiri," Syadilla masih menolak membuka mulutnya saat ujung sendok di tangan lelaki itu menyentuh bibirnya. "Tapi sebelumnya aku ingin mandi membersihkan badan. Tuan, bolehkah aku...""Berjalanlah sepuluh langkah ke kanan dari ranjangmu, kamu akan menemukan kamar mandi. Aku akan keluar. Setengah jam lagi aku kembali. Patuhlah, habiskan makananmu!" Morgan menyambar ucapan Syadilla yang belum selesai. Setelah kalimat tersebut selesai diucapkan, tak lama kemudian terdengar langkah sepatu yang berjalan keluar, diikuti suara pintu kamar ya

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 18. Tuan Penyelamat Misterius

    "Berhentiii...!" teriakan melengking terdengar tepat saat mereka akan benar benar menekan pistolnya.Seperti dikomando, seluruh mata segera menoleh ke sumber suara. Nampak berdiri dengan tubuh gemetar, seorang wanita yang menutupi kedua telinganya. Wajah putihnya nampak semakin putih seperti kapas saking pucatnya. Melihat wanita yang berdiri, lelaki pemimpin rombongan untuk sesaat membeku. Satu tangannya kemudian terangkat memberi kode. Dan secara serempak seluruh anggota menurunkan senjata mereka.Lelaki pemimpin langsung menghampiri wanita yang tak lain adalah Syadilla. Ia mendapati Syadilla dengan wajah yang sangat pucat dan dipenuhi air mata. "Nona, maaf kami datang terlambat!" "A - aku..." belum selesai kalimat yang diucapkan, Syadilla jatuh ambruk dikarenakan tubuhnya yang semakin lemah. Dengan sigap lelaki itu menangkapnya, sebelum tubuh Syadilla benar benar jatuh menyentuh tanah."Bawa Nona, dan tinggalkan dia!" perintah lelaki itu lagi sambil menatap tajam pada para bawahan

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 17. Lelaki Penculik VS Rombongan Misterius

    "Permisi, Nona! Aku disuruh seseorang untuk menjemputmu pulang!" Syadilla segera menghentikan aktifitasnya mencopot spanduk dagangannya kala seseorang menghampiri dirinya."Apakah Pamanku yang telah menyuruhmu?" setelah sejenak tertegun, Syadilla pun bertanya kepada orang itu."Hmm, benar. Pamanmu lah yang telah menyuruhku. Ayo, segera kita berangkat!" sahut orang itu sambil mendorong sedikit lengan Syadilla, dengan maksud agar gadis itu mengikutinya.Syadilla yang didorong tubuhnya, refleks mengikuti saja saat lelaki itu mulai membawanya berjalan keluar dari area pasar malam. Setelah berjalan kira kira dua puluh meter dari area pasar, mereka pun berhenti. Tepat di sisi sebuah mobil yang telah terparkir sebelumnya di sana."Nona, masuklah!" lelaki itu membuka pintu mobil."Mobil?" Syadilla tercenung. "Nona, cepatlah!""Eh, Tuan, mungkin Anda salah orang! Siapa nama orang yang Anda maksud, yang telah menyuruh Anda menjemputku?" tanya Syadilla memastikan.Bukan tanpa alasan Syadilla m

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 16. Perhatian Dan Ancaman

    Syadilla terduduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan meja panjangnya. Ia merasa sedikit letih setelah melayani banyaknya pembeli yang tak biasa seperti malam malam sebelumnya.Pengunjung hari ini memang membludak, dikerenakan adanya sebuah atraksi yang akan digelar. Mereka tampak antusias berbondong bondong untuk melihat atraksi tersebut. Dan banyaknya jumlah orang yang datang, ternyata berbanding lurus dengan meningkatnya pembeli. Dalam waktu singkat, banyak pedagang yang telah habis barang dagangan mereka. Termasuk Syadilla."Syadilla, aku lihat seluruh bungamu sudah habis, tapi kamu belum membereskan keranjangmu. Apa kamu tidak berniat untuk pulang lebih awal?" Syadilla merasakan satu tepukan di bahu kirinya saat suara itu menyapa."Bibi Sally?" Syadilla sedikit terkejut. "Aku masih harus menunggu Paman, Bibi. Dan sepertinya masih sedikit lama!"Orang yang dipanggil dengan Bibi Sally itu pun mengangguk. Tapi kemudian keningnya sedikit berkerut. Ia menangkap ekspresi yang tidak

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 15. Antara Penipu Dan Gadis Kecil Yang Polos

    Orang orang yang secara sengaja ataupun tidak, begitu mengetahui kejadian ini, mereka langsung berdiri menyaksikan drama penangkapan tersebut. Semakin lama bahkan semakin banyak orang yang menonton, seiring bertambahnya jumlah pengunjung yang datang ke pasar malam.Tentu saja, sebab rasa malu yang besar, Laura memilih meninggalkan Kevin dengan masalahnya. Dia tak ingin terseret dalam pusaran kasus yang bisa saja ikut menyeretnya bila tak secepatnya pergi. Toh, dia sama sekali tak ada urusan dengan uang palsu itu!"T - Tolong jangan bawa aku ke Kantor Polisi!" Mengabaikan rasa malunya ditonton banyak orang, Kevin menjatuhkan tubuhnya, hingga berlutut. Dengan bibir terbata dan hampir menangis, ia terus memohon, "Jangan bawa aku, atau Ibuku yang sedang sakit tidak akan ada yang mengurusnya!"Sekilas kedua petugas saling bertukar pandang. Lalu secara bersamaan, kompak mengendikkan bahu mereka.Kedua petugas hanya memicingkan sebelah mata mendengar rengekan dari lelaki yang kini telah ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status