Dari sore hingga malam ini Stefan stay menunggu orderan di tempat biasa, menemani John yang seperti sudah merasa kehilangan seorang teman, padahal baru ditinggal dua tiga hari.“Aku ingin mengumpulkan uang, terus beli laptop," kata John penuh harap.“Kau sekarang kan sudah cukup tahu soal dunia IT. Manfaatkan ilmu kau itu, John.”“Banyak pekerjaan freelance di internet. Lagipula, aku sudah mulai bosan kerja di atas aspal. Kalau bisa aku ingin kerja di depan laptop saja.”“Semangat, Kawan. Beli laptop yang speknya bagus. Biar tidak gonta-ganti lagi.”“Siap!” Tiba-tiba John mengerutkan kening sembari mengusap dagunya. John melemparkan sebuah pertanyaan yang cukup menarik. “Kau kan pintar IT. Seharusnya kau sudah kaya raya, Stef.”Sebelumnya John sudah pernah melempar pertanyaan seperti itu kepada Stefan, atau mungkin jawaban waktu itu belum memuaskan hati John sehingga harus mengulanginya kembali.“Kau harus ingat, John. Aku tidak ingin mencari uang dengan cara kotor. Jika mau, tentu sek
Untuk memastikan kebenaran Stefan, Alifha menemui Grace di rumahnya sepulang dari bekerja, menanyakan problem yang sebenarnya. Apa yang disampaikan oleh Grace sama dengan apa yang disampaikan oleh Stefan. Jadi jelas sudah bahwa mereka tidak mungkin berselingkuh.“Bagaimana Stefan di kantor? Silakan diminum” tanya Grace yang barus saja menaruh dua cangkir teh hangat di atas meja.“Terima kasih, Grace,” tutur Alifha sambil memperbaiki posisi duduknya. Setelah mengeluarkan napas kasar, barulah Alifha menjawab, “Dia diperlakukan tidak pantas oleh banyak karyawan di sana. Aku dengar, Pak Bobby sengaja menyuruh karyawan agar berlaku demikian terhadap Stefan.”“Daripada dijadikan pesuruh dan diejek, mending dia keluar saja dari sana.”“Aku dengar, dia ingin buktikan kepada Pak Bobby kalau dia itu bisa bekerja dengan baik.”“Itu menurut pola pikir dia pribadi, tapi coba lihat keadaan yang sebenarnya. Jujur aku kasihan sama dia. Aku sudah bilang pada ayahku supaya mengusahakan Stefan bisa dite
Belum berhenti sampai di sana. Sore harinya, Stefan dipaksa menjadi sopirnya Erick dalam perjalanan menuju kediaman Bobby. Hanya ada mereka berdua di dalam mobil yang telah disiapkan oleh perusahaan. Entah settingan dari Bobby Sanjaya atau memang kebetulan.“Otakmu rupanya belum sembuh seratus persen, Stefan. Kenapa kau seperti orang bisu? Bagaimana mungkin kau akan menjadi salah satu penerus yang yang bisa diandalkan di Keluarga Sanjaya?”Sambil menyetir dan mengawasi jalanan di depan sana Stefan menjawab. “Kau benar, Erick, seharusnya aku kabur atau mati saja. Apapun yang aku katakan dan aku lakukan sama sekali tidak berguna.”“Sekarang otakmu sudah agak berfungsi dengan baik kalau kau sepakat dengan pendapatku. Lantas, apa tindakanmu sekarang?”Stefan bergeming dan hanya berkutat dengan pikirannya sendiri. Meskipun diam, dia tahu kalau Erick sedang memberikan provokasi.Erick dengan nada sinis melanjutkan, “Sepulang dari sini aku akan menghubungi Kakek Sanjaya perihal apa saja yang
“Hei sini dulu!” pekik Erick yang sedang duduk di lobi bersama Bobby.Stefan membalik badannya, lalu mendekati Erick. “Ada apa, Pak Erick? Ada yang bisa saya bantu?”“Kau main nyelonong saja.”Stefan agak kaget rupanya ada mereka di lobi. “Maaf tadi saya agak buru-buru soalnya ada pekerjaan penting.”“Bersih-bersih atau buat kopi untuk manajer? Santai dulu.”“Bukan. Database server bermasalah. Saya ingin membantu IT yang lain.”Erick bangkit, lalu memberikan tatapan remeh kepada Stefan. “Ingat omongan aku kemarin ya! Camkan itu baik-baik. Sekarang, kau bersihkan dan semir sepatuku! Cepat!”Bobby berdeham, sebuah isyarat agar Stefan segera melakukannya. Seorang OB sudah menyiapkan alat semir dari tadi rupanya, kemudian diberikannya kepada Stefan.Dengan congkaknya Ercik meletakkan kaki kanannya di atas meja. Stefan berjongkok, lalu mengelap debu-debu di pantofel hitam itu. Dilekatkannya sebuah sikat di sebuah wadah bermerek Kiwi, dicocol-cocolkannya.Kemudian Stefan menyikat setiap sis
“Di sini, Mas?” telunjuk driver terlempar ke arah kos-kosan dua tingkat.“Betul, Mas di sini,” jawab Stefan, setelah membayar ongkosnya, dia pun turun. Istrinya juga ikut turun.Dep!Dep!“Terima kasih, Mas,” tukas Stefan sambil melambaikan tangan.Stefan dan Lionny melewati pagar kos, sebelum naik tangga, tiba-tiba Kay dan Frans berjalan agak tergesa-gesa sambil berujar, “Stefan, kami berdua ingin meminta bantuan kepadamu. Ada beberapa tugas kuliah yang sulit.”“Untuk saat ini sepertinya aku tidak bisa membantu kalian berdua. Moho maaf sekali.”“Kami ingin belajar banyak darimu. Kata Alifha, kau sudah membantu Sanjaya Sawit dalam menemukan pelaku peretasan, kemudian menanamkan sebuah program canggih sehingga perusahaan itu tetap aman,” ungkap Kay.“Ajari kami berdua,” Frans memelas.Stefan kembali meyakinkan kepada mereka berdua kalau saat ini dia tidak bisa membantu. “Mungkin lain kali saja. Istriku ingin beristirahat.”Stefan melenggang lalu menaiki tangga. Dibukanya pintu kosnya.
Stefan melihat tegas tulisan di salah satu sisi gedung lima lantai itu : Sanjaya Techno.Seorang security baru saja keluar dari pos depan, lalu menyapa, “Selamat pagi, Pak Stefan. Anda sudah ditunggu oleh IT Manager di ruangannya. Mau diantarkan ke ruangannya?”“Sebenarnya saya masih ingat. Tapi bolehlah diantarkan ke sana.”“Baik, dengan senang hati Pak Stefan. Masih ingatkah dengan saya?” Security berjalan duluan dan Stefan mengekor.“Pak Aiman, yang dulu ikut mengantarkan saya ke bandara pada saat ingin berangkat ke Palembang.”Pak Aiman tersenyum. “Kirain sudah lupa, Pak.” Ketika sudah di lantai empat, Pak Aiman pun menggiring Stefan ke sebuah pintu, lalu bilang, “Silakan, Pak Stefan.”“Terima kasih, Pak Aiman.”Stefan merapikan kemeja hitamnya dan merapikan sisiran rambutnya dengan jari-jemari. Setelah mengatur napas sebentar, barulah dia mengetuk pintu. “Assalamu’alaikum, Pak Wesley. Permisi.”“Silakan masuk.”Ceklek!Drrrttt.Ceklek!Pak Wesley dengan perawakan seperti guru BP
Ketika Stefan berada di kamar mandi, ponselnya dari tadi bergetar dan berdering. Sekarang sudah panggilan ke enam. Penasaran, Lionny pun mengeceknya.Panggilan dari Grace!Apa? Kenapa wanita itu masih menghubungi Stefan? Lionny bertanya-tanya sendiri. Entah kenapa Lionny cemburu.Begitu Stefan keluar dari kamar mandi dengan masih mengenakan handuk putih, Lionny malah memberengut dan memandang suaminya dengan penuh kecurigaan.“Kau kenapa, Sayang?” Stefan melongo.Lionny membatu dan di salah satu ujung bibirnya ada sunggingan. Lantas Lionny keluar dari kamar, entah mau ke mana, padahal sekarang seharusnya dia menyiapkan pakaian kerja buat Stefan, lalu menemani sarapan.Drrrttt....Drrrttt....“Grace?” desis Stefan. Hm, pantas saja, pikirnya. Stefan mengusap warna hijau.“Stefan, kabarnya kau sudah keluar ya dari Sanjaya Sawit. Aku dapat info dari Alifha. Kebetulan, ayahku kemarin memberikan konfirmasi bahwa AlfaTech sedang membutuhkan seorang programmer, kau termasuk orang yang direkom
Dengan berat hati Stefan menyampaikan kepada Pak Wesley bahwa dia tidak bisa membantu masalah yang tengah dihadapi Sanjaya Sawit. Mendengar itu, Pak Wesley sempat kecewa tapi juga tidak bisa memaksakannya. Akhirnya Pak Wesley menyeleksi semua anak buahnya satu per satu.Setelah mendapat dua orang, yakni bernama Joe dan James, yang menjabat sebagai senior programmer, Pak Wesley pun mulai bekerja. Hari ini sampai beberapa hari ke depan mereka akan mencari tahu akar permasalahannya, lalu mencari keberadaan pelakunya.Jika kasus tempo hari hanya memberikan ancaman berupa gertakan, sekarang sistem keamanan sudah jebol total. Setelah dicek, data-data berharga perusahaan telah dicuri. Pelaku peretasan juga berhasil memanipulasi database, website, dan media sosial perusahaan.“Pak, dalam waktu dekat mereka akan membuat pabrik sawit berhenti beroperasi,” ungkap Joe yang tengah sibuk berada di depan layar komputernya.“Sebelumnya, mereka akan membuat beberapa alat tidak berfungsi dengan normal