"Selamat Pagi Pak Rahmat...," sapa Rena kepada Satpam kantornya.
Setiap pagi Rena selalu menyapa teman kantornya tanpa terkecuali sekuriti, gadis itu tidak pernah membeda-bedakan status seseorang dan selalu ramah pada semua karyawan di sana."Pagi juga Bu Rena..., " jawab Pak Rahmat, sedikit membungkukan tubuh sebagai tanda hormat.Pagi itu Andra pergi ke Bank untuk mengganti ATM-nya yang tertelan dan memilih Cabang yang dia lewati dalam perjalanan ke kantor.Namun semesta membawa Andra pada kebetulan yang unik karena pria itu datang ke Cabang di mana Rena bekerja.Sekuriti memberikan nomor antrian nomor sembilan kepada Andra setelah menanyakan apa keperluan Andra, pria itu lantas duduk di kursi tunggu.Pandangan Andra terpaku pada salah satu customer service yang menurutnya tidak asing selain wajahnya cantik natural, namun Andra tidak ingat pernah bertemu dengan gadis itu di mana.Beberapa lama Andra sempat larut dalam lamunan menyantap sang customer service cantik kemudian terhenyak tatkala mendengar suara mesin antrian menyebutkan nomor antrian yang sedang dia pegang."Nomor sembilan ke meja tiga.” Suara mesin antrian memanggil.Andra beranjak melangkahkan kaki panjangnya berjalan menuju meja tiga.Semua mata wanita tertuju padanya mulai dari nasabah hingga karyawan yang ada di ruangan itu.Bagaimana tidak?Andra menggunakan pakaian formal berupa jas yang di dalamnya terdapat rompi juga dasi.Hari ini pria itu akan bertemu klien dari Korea sehingga penampilannya harus maksimal mencerminkan sang Presiden Direktur."Selamat pagi Pak, Saya Rena! Silahkan duduk, ada yang bisa saya bantu?” Rena menyapa ramah.Saat itu Rena masih belum mengenali pria di hadapannya."ATM saya tertelan mesin ATM, saya mau ganti ATM,” ujar Andra datar."Baik Pak, boleh saya minta KTP dan buku tabungannya?"Andra mengeluarkan KTP lalu memberikan buku tabungan kepada Rena yang langsung terkejut setelah membaca kartu identitas sang nasabah sebab ternyata yang ada di hadapannya sekarang adalah nasabah prioritas di kantor pusat tempatnya bekerja, juga Presdir dingin yang membuatnya menunggu lama beberapa hari lalu.Bukan Rena namanya bila tidak bisa bersikap profesional, bahkan ekspresi terkejut bisa ia tutupi dengan mudah."Tolong Bapak lengkapi terlebih dahulu data pada form ini.” Rena memberikan form aplikasi penggantian kartu ATM.Tanpa berkata apapun, Andra langsung mengambil pena yang tertancap di meja dan mulai mengisi juga menandatangani form sesuai permintaan Rena."Apa mereka enggak tau kalau gue duit gue di sini sampe Triliunan? masa masih harus ngantri trus ngisi form hanya untuk ganti ATM?" gerutu Andra dalam hati.Rena menatap wajah Andra yang tampak kesal, dia pun mencoba membuka pembicaraan."Pak Andra, untuk kedepannya Bapak tidak perlu mengantri, langsung saja masuk ke ruang prioritas dan nanti akan kami bantu keperluan Pak Andra,” tutur Rena ramah bersama senyum khasnya.Andra sempat terkejut karena seolah Rena tahu apa yang sedang dia pikirkan tapi berusaha tetap tenang dengan terus menekuni mengisi form.“Dia bisa baca isi pikiran gue?" Andra bertanya- tanya di dalam hati.Andra tidak merespon bahkan enggan menatap Rena, kepalanya masih tertunduk sementara tangan yang memegang pena terus bergerak menandatangani bagian bawah kertas.“Untung ganteng, Pak … jadi sombongnya aku maafin.” Yang hanya bisa Rena utarakan di dalam hati.Andra memberikan form yang telah diisi kepada Rena sehingga bankir cantik itu bisa melakukan pekerjaannya mengetikan sesuatu pada komputer.Sang nasabah prioritas dingin namun tampan yang duduk di depan Rena bisa melihat wajah cantiknya terkena pantulan cahaya dari layar komputer.Rena yang merasa seperti sedang diawasi refleks melirik ke arah Andra membuatnya seketika mengalihkan pandangan menyapu sekitar ruangan."Ini kartu ATM Bapak yang baru, nanti Bapak bisa ganti pin di ATM di depan dan ATM Bapak sudah bisa langsung dipergunakan, terimakasih! Ada yang bisa saya bantu lagi?” tanya Rena sesuai SOP.Lagi-lagi Andra tidak menjawab pertanyaan gadis cantik itu malah langsung pergi tanpa sepatah kata pun.Rena hanya menghela napas panjang sembari tersenyum untuk mensugesti hatinya agar tetap bahagia."Rena makan siang dulu gih nanti gantian sama aku.” Mia yang duduk di meja customer service di sebelah Rena berujar sambil membereskan mejanya.“Kamu aja duluan, aku nanti setelah tutup cabang,” tolak Rena secara halus."Memangnya kamu enggak lapar?” tanya Mia lagi."Tadi aku sarapan nasi kuning, jadi masih kenyang.”"Ya udah aku duluan ya,” pamit Mia sambil mengedipkan satu matanya.Rena membalas dengan menganggukan kepala, padahal Rena hanya ingin mengirit saja karena uang gajinya sudah ia kirimkan kepada keluarga di Bandung.***Sore hari sepulang kerja, sambil menunggu Mia menyelesaikan pekerjaannya—Rena menelepon ibu di Bandung. "Hallo Bu, Ibu sehat? Bagaimana keadaan Bapak? Adik-adik apa kabar? Rena kangen, Bu!” sapa Rena membuka pembicaraan sambil menundukan kepalanya menahan linangan air mata."Iya Ren, semua kita disini sehat kecuali bapak yang kadang masih suka kumat sakit jantungnya ... Oh iya, uang yang kamu transfer udah masuk! Terimakasih banyak ya anak Ibu tersayang ... akhir minggu ini kamu pulangkan? Ibu udah rindu.” Suara ibu terdengar enak dari ujung panggilan sana."Maaf Bu, akhir minggu ini ada acara kantor jadi Rena enggak bisa pulang! Minggu depan Rena pulang ya Bu,” tutur Rena berbohong, padahal mulai malam ini hingga minggu malam nanti akan bekerja sampingan menjadi resepsionis di sebuah restoran mewah."Ya sudah, kamu baik-baik di sana! Jangan sampai lupa beribadah ya sayang, Ibu disini selalu berdoa semoga kamu selalu sehat dan diberikan kebahagian, Aamiin …,” kata Ibu dengan suara parau menahan tangis.Ibu tidak mampu membendung air mata karena tau penderitaan si sulung yang harus bekerja keras di Ibu Kota menjadi tulang punggung keluarga setelah bapak pensiun dan sakit-sakitan."Aamiin Bu, doain Rena terus ya Bu ... Rena sayang Ibu.” Rena mengakhiri sambungan teleponnya.Gadis cantik berbulu mata lebat itu memejamkan mata, diam-diam dalam hati berdoa untuk kesembuhan sang ayah.Rena menyeka air mata yang jatuh kepipinya.Tiba-Tiba dari belakang terdengar suara mengejutkannya, "Dooor...," teriak Mia sembari menepuk pundak Rena."Ya Tuhan Miaaaa ... Kaget tau!!" seru Rena menatap nyalang seraya menyimpan telapak tangan di dada."Jangan sedih donk! Kan ada aku ...," ujar Mia memberi semangat, merangkul pundak Rena."Siapa yang sedih, aku kelilipan tauuu!!" sanggah Rena berbohong.Mia sangat mengerti perasaan Rena sekarang karena hanya dirinyalah tempat Rena mengeluarkan keluh kesah."Nanti malam kamu jadi ‘kan gantiin Citra teman aku yang sakit jadi resepsionis di Namas Dining? Cuma sampe hari minggu dan bayarannya gede loh!" Mia bertanya sambil menggesekan ibu jari dan telunjuknya kedepan wajah Rena."Jadi donk, aku butuh banget duitnya, Mi!""Ya udah nanti langsung dateng ke Restoran terus temui Manager Restoran namanya Pak Ryan, kamu bilang kalau kamu itu mau gantiin Citra, baju seragamnya ada di kosan aku, jadi sekarang kamu ke kosan aku dulu ya!" ajak Mia diakhir kalimatnya."Okkaayyy...," balas Rena mengangkat jempolnya.Rena bersukur di akhir minggu ini bisa mendapat kerja sambilan, walau hanya menjadi resepsionis tapi setidaknya ia mempunyai penghasilan tambahan untuk biaya kuliah kedua adik.Setelah mendapat seragam untuk menjadi Resepsionis nanti malam, Rena langsung pulang ke kosannya karena tidak ingin terlambat di hari pertama bekerja.Sesampainya di kosan, Rena bergegas mandi lalu berdandan tipis tidak berlebihan tapi kelihatan cantik dengan poni dan rambut kuncir kuda.Setelah mengecek penampilannya di depan cermin, Rena pun keluar dari kossan menuju jalan besar menunggu ojeg online yang baru saja dia pesan.Beberapa menit kemudian Rena tiba di Restoran, Rena bertanya tentang pak Ryan sang Manager Restoran.Salah satu pegawai Restoran yang baik hati bersedia mengantar Rena ke ruangan pak Ryan.Saat itu Restoran sedang ramai untuk makan malam sedangkan Rena bekerja untuk menggantikan shift ke dua.Sambil berjalan ke ruangan pak Ryan, Rena sempat terkesima melihat tatanan desain Restoran termewah di Jakarta ini, kursi yang dilapisi kain putih dengan pita merah dibelakangnya, Chandelier ditengah ruangan menjuntai cantik membuat silau mata siapa saja yang melihat, untuk satu menu saja belum tentu Rena mampu membayar.Mungkin sekali makan disini bisa menghabiskan satu bulan gajinya.Tok.. Tok...Ceklek...Rena membuka pintu.“Sore, Pak.” Rena menyapa ramah."Masuk ... Kamu pengganti Citra ya? " tanya Pak Ryan memastikan."Iya Pak, perkenalkan saya Rena.” Rena memperkenalkan diri."Waw, kamu cantik sekali Rena ... Kamu kerja sama saya saja seterusnya di sini ya? Bayarannya besar loh.” Pak Ryan berujar diakhiri tertawa renyah.Menurutnya wajah Rena yang cantik akan menjadi daya pikat tersendiri bagi restoran ini."Ah enggak Pak, saya hanya weekend ini saja menggantikan Citra yang sedang dirawat karena thypus,” tolak Rena pelan."Waah, sayang sekali yaa … ya sudah kamu baca dulu jobdesk kamu di meja Resepsionis di depan ... Kamu bertugas angkat telepon untuk reservasi atau bertanya informasi tentang restoran ini kemudian koordinasikan dengan supervisor kamu, namanya Dinda ... nanti dia yang akan menemani kamu di depan." Ryan memberi intruksi dengan lugas sehingga Rena mudah mengerti."Baik Pak terimakasih arahannya, saya akan bekerja semaksimal mungkin,” tutur Rena kemudian pamit dari ruangan pak Ryan.Setelah mempelajari jobdesk dengan bantuan resepsionis sebelumnya juga Dinda sang supervisor, Rena langsung menguasai pekerjaan barunya.Sedari tadi Rena sibuk mengangkat telepon dan beramah tamah dengan tamu yang baru datang.Untuk masalah service, Rena memang jagonya karena di kantor setiap hari dituntut seperti itu.Rena yang sibuk berkoordinasi dengan Dinda p dikejutkan oleh suara pria yang sangat dia kenal."Renaaa... Kamu ngapain disini? " tanya Dio dengan ekspresi terkejut yang berlebihan."Aduh Dio, aku lagi kerja nanti kita ngobrol ya! Kamu ngapain disini?" Rena balik bertanya."Aku mau ketemu nasabah... " jawab Dio tanpa perlu berpikir.Dio memang bagian prioritas dan sering bertemu dengan nasabah-nasabah besar jadi tidak heran bila pria itu berada di Restoran semahal ini."Namanya siapa? Aku bantu cari meja nya... " tanya Rena membantu"Nama nya Mr. Chung.. " Dio menjawab?"Oh Meja tiga belas, dipojok baris ke 2 …,” jawab Rena sambil menunjukan arah menggunakan tangannya."Tapi kenapa kamu jadi Resepsionis gini Rena? Kamu masih kerja di Bank BUMN, kan?" cecar Dio lagi."Masih Dio... Ini hanya kerja sampingan, aku butuh uang, bapak aku sakit!" jawab Rena singkat karena beberapa tamu sudah mengantri dibelakang DioRena mempersilahkan tamu dibelakang Dio tanpa memperdulikan Dio lagi dan pria itu pun masuk kedalam Restoran dengan masih diliputi kebingungan.Jam menunjukan pukul dua siang saat Rena bangun dari mimpi indahnya. Kepalanya terasa berat dan berdenyut kencang karena tadi malam Rena baru sampai di kossan pukul tiga dini hari.Di hari pertama bekerja, Rena berinisiatif ikut membantu membereskan Restoran walau bukan tugasnya dan tidak ada yang meminta. Dia pikir tidak ada salahnya berbuat baik membantu teman satu pekerjaan agar mereka juga bersikap baik padanya.Rena bergegas turun dari atas ranjang kemudian melakukan ritual membersihkan tubuh di kamar mandi setelah itu keluar kossannya untuk mencari makan siang dan pilihannya adalah warteg yang berjarak beberapa meter dari kossan.Walaupun di dalam gang tapi tempatnya cukup bersih dan makanannya pun enak juga murah."Hmmm... Rindu masakan ibu,” gumam Rena berekspresi sendu.Rena segera menghabiskan makan pagi yang kesiangan di warteg tersebut lalu kembali beristirahat di kosan. Jangan sampai dia bertemu dengan anak muda pengangguran yang sering nongkrong di pos ronda de
Rena menatap telepon genggamnya, "Yaaa … di-cancel," gumamnya yang terdengar oleh Andra dan Ricko. "Kamu lagi nunggu ojeg online? " tanya Ricko kembali menoleh kepada Rena setelah Andra tidak memberikan jawaban apapun atas tatapan pertanyaannya. "Iya tapi di cancel ... aku harus pesen lagi! Pak Ricko sudah baikan, kan? saya tinggal pulang duluan ya! Pak Ricko ... Pak Andra saya duluan..," pamit Rena lantas membalikan tubuhnya dan mulai melangkah meninggalkan kedua pria tampan tersebut. "Hey ... Nona manis! Biar kami antar pulang, sebagai ungkapan rasa terimakasih," usul Ricko yang sudah beranjak dari duduknya, ia menyipitkan mata memfokuskan pandangannya yang sempat kabur dan memijit tengkuknya yang terasa berat. Rena menghentikan langkahnya, "Terimakasih Pak Ricko, saya bisa pulang sendiri!" jawab Rena, membungkukan sedikit tubuhnya. "Kami memaksa," kata Ricko menderapkan langkah menyusul Rena. "Betul Nona, kami antar aja nanti ada yang menganggu lagi seperti tadi, boleh ya Pak
Ponsel Rena terus bergetar dan sudah ada dua puluh enam panggilan tak terjawab, tapi Rena masih asik dengan mimpinya.Pasalnya Rena baru bisa memejamkan mata pada pukul empat subuh, gadis cantik itu lupa mengubah mode bunyi dari mode getar di telepon genggam.Sampai akhirnya telepon genggam itu jatuh dari nakas di samping ranjang tepat menimpa wajahnya.Rena langsung terperanjat bangun, keningnya terasa nyeri tapi getaran telepon genggam mengambil alih perhatian.Matamya memicing melihat layar telepon genggam, ada panggilan dari Amelia."Halo, De.” Rena menjawab panggilan tersebut dengan suara parau khas bangun tidur. Tumben sekali adik perempuannya ini melakukan panggilan telepon, pasti ingin menagih uang kuliah, setidaknya itu yang Rena pikirkan."Kaaa ... Bapak masuk rumah sakit, jantungnya kumat harus di operasi secepatnya dan membutuhkan biaya seratus jutaan tapi lima puluh juta harus masuk sekarang juga ke Rumah Sakit." Amelia bicara sembari menangis.Seketika Rena mer
Tiba-tiba tangis Rena mereda karena tersadar kalau Ricko dan Andra sedang memperhatikannya dengan ekspresi bingung dan penuh khawatir.Selama Rena menangis, kedua pria tampan itu hanya bisa saling tatap tanpa bisa berkata-kata. "Maaf ... Pak Ricko, harus melihat saya seperti ini.” Suara Rena terdengar serak setelah menangis."Ya udah … kita ngobrol di cafe sana," ajak Ricko sembari membantu Rena bangkit dari kursi taman.Andra beranjak dari duduknya dan pergi menuju Cafe mendahului Rena dan Ricko.Sampai di sana mereka duduk di kursi meja yang kosong."Kamu mau pesan apa?" tanya Ricko sambil memberikan buku menu kepada Rena."Saya air mineral aja, Pak...," jawab Rena cepat."Kenapa hanya air mineral? kita makan siang saja sekalian,” kata Ricko mencoba menenangkan gadis cantik yang sedang bersedih itu."Enggak bisa Pak, saya buru-buru! Saya harus mencari pak Imam petugas donor di Rumah Sakit ini," tolak Rena seraya beranjak dari duduknya, baru teringat tujuan utamanya berada d
Setelah mengantar tante Mery pulang ke rumahnya, Andra dan Ricko pamit untuk pergi ketempat Gym.Mobil mereka meluncur membelah jalanan Ibu Kota Jakarta yang sedikit lenggang di hari Minggu.Andra hanya terdiam, tatapan matanya fokus kedepan, mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sedang meski begitu sebenarnya pikiran pria dengan rahang tegas itu melayang jauh menggapai seorang gadis yang baru saja dia tolong.Kemudian bayangan tentang kehidupannya setelah menikah Kontrak nanti melintas dalam benak Andra.Dia belum berpengalaman dalam urusan rumah tangga apalagi cukup lama dia tidak memiliki hubungan dengan seorang wanita. Entah kenapa seorang Kallandra Arion Gunadhya begitu memikirkan masa depannya bersama Rena.Padahal dia sendiri yang bilang bila akan menikahi gadis itu diatas kontrak bukan atas dasar cinta apalagi untuk selamanya.Sesekali Ricko melirik sang sahabat yang duduk di sampingnya sembari mematuti layar ponsel.Detik berikutnya Andra mendapat kerlingan penuh
Setelah Brifing pagi, Rena kembali kemejanya dan bersiap untuk melakukan pelayanan.seperti hari-hari sebelumnya, Rena berjuang untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan membahagiakan kedua orang tua juga adik-adiknya.Hanya keluarganya yang ada dipikiran Rena, tidak pernah muluk keinginan gadis itu, melihat senyum dan wajah bahagia keluarganya sudah sangat membuat Rena bahagia.Rena tidak pernah membayangkan menikah sebelum semua cita-cita itu terkabul.Maka dari itu, dia akan mengajukan syarat agar masih tetap bisa bekerja setelah menikah kontrak. Setelah kontrak itu selesai selama 5 Tahun, setidaknya ia masih mempunyai pekerjaan karena uang lima Milyar kompensasi yang Andra berikan, bagaikan air yang akan habis begitu saja.Pagi itu Rena masih bisa termenung di mejanyac karena keadaan cukup sepi, nasabah baru datang beberapa orang itu pun hanya melakukan setoran ke Teller.Tangannya mulai mengaduk isi tas, mengecek alat komunikasi berbentuk pipih yang sedari tadi bergeta
Setelah menurunkan Rena di pinggir jalan, Ricko bergegas kembali ke kantor untuk melaporkan hasil pertemuannya tadi dengan om Bimo dan Rena kepada Andra.Sepanjang jalan bibirnya seperti lupa bagaimana caranya berhenti tersenyum.Ricko yakin Rena bisa meluluhkan hati Andra karena sesungguhnya Rena adalah wanita tipe Andra.Tidak matrelialistis dan merupakan seorang perempuan mandiri yang tangguh"Lo akan jatuh sejatuh jatuhnya dalam pesona Rena, Ndra! Gue enggak sabar ngeliat lo bahagia dan udah waktunya lo bahagia!" Ricko membatin.Selang berapa lama Ricko tiba di kantor, langkahnya menderap tidak sabaran menuju ruangan Andra."Done ya Bro!! Rena udah menandatangani Kontraknya, dia juga enggak banyak permintaan atau pertanyaan, hanya satu permintaannya yaitu masih diperbolehkan bekerja selama menikah, katanya dia enggak mau menjadi pengangguran setelah bercerai nanti karena harus menghidupi keluarganya ….” Ricko menjeda kalimatnya untuk menarik nafas, dia terlalu bersemangat.
*Café Milan Jam menunjukan pukul tujuh, Ricko dan Andra sudah beberapa menit menunggu dan Andra mulai merasa kesal karena Rena masih belum terlihat batang hidungnya. Duduknya mulai gelisah karena tidak terbiasa menunggu. "Kemana perempuan itu?!" Andra bergumam raut masam. "Sebentaaaar ... kantornya jauh dari sini, jam pulang kerja itu macet, Ndra …," celetuk Ricko menenangkan sang sahabat. Ricko berpikir kalau Andra pasti tidak sabar ingin segera bertemu dengan calon istri dengan ciri-ciri seperti yang sudah dia sebutkan tadi siang kepada om Salim. Walaupun Andra sudah beberapa kali bertemu Rena, pria itu tidak akan memperhatikan secara detail seorang gadis karena tembok di hatinya terlalu menjulang dibangun untuk makhluk bernama wanita. Setelah menyebutkan ciri-ciri fisik Rena tadi entah kenapa Ricko menangkap sinyal ketertarikan dari Andra. Selang beberapa menit kemudian dari dinding kaca besar di Cafe tersebut, Ricko dan Andra melihat Rena turun dari ojeg online dengan terbu