Share

Bertahan dari Cacian Kakak Kandungku
Bertahan dari Cacian Kakak Kandungku
Penulis: Kasih Dgreen

Meminjam Uang

"Roda Pasti Berputar"

Part 1

[Assalamualaikum, Kak. Aku mau pinjam uang 100 ribu, nanti minggu depan aku ganti.]

[Maaf, Ning. Kakak juga lagi nggak ada uang, banyak kebutuhan yang harus dibeli bulan ini, belum lagi bayaran sekolah anak-anak.] Aku hanya terdiam memandangi pesan balasan dari Kakakku itu.

[Yaudah, Kak. Gapapa kalau nggak ada juga.] Balasku lagi.

[Lagian kamu kekurangan terus sih, Ning? Nggak bosen apa, hidup susah terus? Nyusahin orang terus, minjem duit itu sama aja nyusahin orang. Apalagi kalau sampai nggak dibayar, atau bayarnya telat. Udahlah, Kakak lagi repot!] Tak kugubris lagi pesan balasan dari Kak Lastri. Karena hanya akan menambah perih di hati.

***

Sudah seminggu belakangan ini, daganganku jarang sekali habis, alhasil uangnya hanya cukup untuk kami makan berempat, itupun kadang dengan berlaukkan garam dan kerupuk saja.

Aku dan Mas Adnan berjualan makanan ringan yang dikemas dalam plastik kecil dan dijual dengan harga dua ribuan. Aku yang membungkus, sedangkan Mas Adnan yang berkeliling menjajakannya.

"Assalamualaikum," suamiku itu telah pulang dari mencari nafkah. Wajahnya lesu, kulitnya hitam, terbakar oleh panasnya matahari.

"Waalaikumsalam." Aku langsung mencium tangan Mas Adnan, setelah itu dia pun langsung duduk di lantai yang beralaskan karpet lusuh.

"Ini, Dek, hasil penjualan hari ini. Alhamdulillah bisa beli beras seliter dan mie instan. Oh iya, anak-anak mana?" Tanyanya sambil mengipas-ngipaskan topi ke arah tubuhnya, karena memang cuaca diluar sedang panas sekali, dan kebetulan kipas angin sedang rusak.

"Alhamdulillah, Mas. Semoga ramai terus ya jualan kita," Mas Adnan pun menyunggingkan bibirnya.

"Aamiin. Anak-anak mana?" Tanyanya lagi.

"Lagi pada main di lapangan depan sana. Oh iya, Mas, tadi aku mau pinjam uang ke Kak Lastri. Niatnya untuk kita beli beras dan juga kebutuhan lain, tapi …." Ucapanku terjeda.

"Udah nggak usah, Dek. Ini kan udah ada rejeki, sedikit banyak kita syukuri. Kalau kita banyak bersyukur, pasti Allah akan terus tambah rejeki kita. Maafin Mas ya? Belum bisa bahagiain kamu dan juga anak-anak," aku tersenyum sambil mengangguk.

"Iya Mas, gapapa kok." Jawabku menenangkan laki-laki yang telah menikahiku selama 9 tahun ini.

"Oh iya, nanti sore aku ada kerjaan, disuruh Pak Ranto benerin genteng rumahnya yang rusak. Jadi nanti sore, aku mau ke rumah Pak Ranto dulu ya?" 

"Ok Mas." Lalu Mas Adnan pun beranjak dari tempat duduknya, kemudian menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sedangkan aku membereskan rumah yang sebenarnya tak terlalu kotor.

****

"Ning, Nining!" Terdengar suara orang memanggil dari luar rumah. 

"Iya, bentar." Dan ternyata yang datang adalah Bu Salamah, tetanggaku di kampung ini. Orang yang terkenal dermawan dan kaya raya.

"Bu Salamah? Ada apa ya, Bu?" Tanyaku penasaran, karena tumben saja Bu Salamah mau datang kesini.

"Ini loh, Ning. Saya mau pesan snack yang kecil-kecil itu sama kamu. Untuk acara ulang tahun anak saya besok. Oh iya, kamu juga jangan lupa datang ya, sama anak-anak," jujur saja aku pun langsung shock saat mendengar penuturan Bu Salamah. Seperti kejatuhan durian runtuh rasanya.

"Ma-mau pesen, Bu? Sa-sama saya? Serius Bu? Berapa pcs?" Tanyaku lagi gugup, dan masih tak percaya dengan rezeki yang besar ini.

"Iyalah, Ning. Masa saya bohong sih! Saya mau pesan 100 pcs ya, dan ini uangnya. Oh iya, ini undangan ulang tahun untuk anak-anak kamu. Jangan lupa datang ya, sekalian anterin pesanan saya," ujarnya menjelaskan sambil menyodorkan uang kertas berwarna merah. Penuturan Bu Salamah  ibarat oase di padang pasir yang mendinginkan dan menghilangkan dahagaku setelah sekian lama. Terima kasih ya Allah atas segala rezeki yang tak terduga ini.

Setelah hampir seminggu lebih daganganku sepi, dan alhamdulillah kini engkau kirimkan orang baik yang mau membeli daganganku dengan jumlah yang lumayan banyak menurutku. Sungguh engkau maha mengetahui lagi maha pemurah ya Allah. Tak terasa air mata ini pun menetes dengan derasnya. Terharu karena nikmat Allah yang begitu banyak, dan Allah yang teramat baik. 

***

"Assalamualaikum, Dek! Ini, Dek, aku bawain makanan banyak, pemberian dari Pak Ranto. Alhamdulillah rezeki hari ini, Allah kasih bertubi-tubi," aku dan anak-anak pun langsung menghampiri  Mas Adnan dengan sumringah. Melihat tentengan besar di tangannya. Begitu pula dengan anak-anak yang menyambut dengan riang gembira.

Mas Adnan membawa satu ekor ikan bakar, beserta nasinya yang dibungkus oleh daun pisang, dan isinya sangat banyak sekali, cukup untuk kami makan berempat. 

Di dalam bungkusan ikan bakar juga ada lalapannya beserta sambal sebagai pelengkapnya. Dan ada lagi satu kantong berisi beras satu liter, gula, teh, kopi, minyak dan juga penyedap rasa. Alhamdulillah ya Allah, tak henti-hentinya aku mengucap syukur atas segala kemurahan hati sang pemilik seluruh alam.

Lalu, kami semua akhirnya makan dengan lahap, karena jarang sekali kami makan-makanan seperti ini.

Aku juga bercerita pada Mas Adnan, kalau tadi Bu Salamah datang kemari, dan memesan cemilan ringan untuk acara ulang tahun anaknya besok. Dia juga mengundang anak-anak untuk hadir di acara ulang tahun anaknya itu. Mas Adnan terus saja mengucap syukur atas segala pemberian Allah hari ini.

***

 Hari ini semua pekerjaan sudah selesai, aku dan Mas Adnan juga sudah beres membungkus semua cemilan yang telah dipesan oleh Bu Salamah. Dan sekitar jam 12 nanti, aku akan segera mengantarnya ke rumah Bu Salamah.

Di depan rumah Bu Salamah sudah ramai dengan keluarga besarnya Bu Salamah yang telah datang sedari tadi. Rumah yang berukuran luas ini sudah terlihat ramai oleh para kerabat-kerabatnya Bu Salamah.

"Assalamualaikum, Bu," ucapku sambil masuk ke dalam rumahnya.

"Eh Nining, ayo mari masuk, sini-sini duduk," ucap Bu Salamah menawariku masuk serta duduk. 

"Saya mau anterin pesanannya Ibu. Ini, Bu." Ucapku menyodorkan dua kantong plastik besar berisi cemilan yang telah dipesan sebelumnya oleh Bu Salamah.

"Makasih ya Nining. Jangan lupa nanti datang ya sama anak-anak," aku mengangguk.

"Ya udah saya pamit dulu ya, Bu. Mau beresin rumah dulu, Assalamualaikum," pamitku pada Bu Salamah.

"Waalaikumsalam," Bu Salamah menjawab dengan ramah.

Aku berjalan melewati halaman rumah Bu Salamah yang sangat luas dan juga tertata dengan rapi. 

Setelah sampai di depan pintu gerbangnya yang menjulang tinggi, aku melihat ada sebuah mobil yang berjalan menuju ke rumah Bu Salamah. Dan sejenak kuperhatikan mobil tersebut.

Tin! Tin! Bunyi klakson mobil terdengar, dan aku pun langsung terhenyak dari lamunan. Lalu, aku pun langsung minggir dan memberi jalan pada mobil mewah tersebut.

Lalu, turunlah si pemilik mobil tersebut, dan benar saja dugaanku. Kalau si pemilik mobil adalah Kak Lastri--kakak kandungku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status