"Roda Pasti Berputar"
Part 4
"Namanya juga nggak pernah makan-makanan seperti ini, ya jadi wajarlah kalau kayak orang yang udah nggak pernah makan selama setahun!" Celetuk Kak Lastri tiba-tiba sambil menghampiri kami semua.
Hatiku berdenyut nyeri mendengar ucapan Kak Lastri. Mati-matian aku menahan air mata agar tidak runtuh di depan semua orang yang tengah menatap heran padaku dan kedua putriku.
"Mbak, nggak boleh loh bicara seperti itu. Kasihan Mbak ini, kan namanya juga anak-anak, mereka pasti mau apapun yang mereka lihat," sahut perempuan yang memakai hijab panjang tadi. Sedangkan aku masih diam menyusun serpihan hati yang sudah pecah berhamburan, karena ucapan Kak Lastri.
"Iya, tapi kalau mau dimakan semuanya, nanti yang lain pada nggak kebagian. Memangnya Bu Salamah nyediain makanan cuma buat orang miskin kayak dia? Norak banget! Kampungan!" Sahut Kak Lastri lagi, seolah merasa paling benar.
Wajahku semakin menunduk. Menetralkan hati dan juga berusaha sekuat mungkin menahan agar buliran bening ini tak terjatuh, apalagi di depan orang ramai seperti ini.
"Maaf nih ya, Mbak, saya pemilik kue ini. Jadi menurut saya bebas kalau si adik ini mau ambil sesuka hatinya. Walaupun nantinya kue ini kurang, bisa saya tambahkan lagi sampai tak ada yang kurang satupun. Dan saya bisa pastikan semuanya cukup untuk para tamu yang hadir," Mbak berhijab tadi menjawab lagi, dan berhasil membuat Kak Lastri semakin kesal.
"Oh, jadi kamu tukang kuenya? Palingan juga kamu karyawannya aja kan? Pake acara ngaku-ngaku ownernya segala! muka kamu aja nggak meyakinkan! Nggak usah sombong sama saya, kamu belum tau siapa saya!" Jawabnya dengan pongah. Kali ini Kak Lastri benar-benar keterlaluan dan sifatnya yang semakin sombong, malah nanti bisa membuat malu dirinya sendiri.
"Cukup, Kak! Kakak boleh hina saya, tapi jangan sampai hina orang lain! Apalagi kakak nggak kenal sama orang itu!" Akhirnya buliran bening ini terjatuh juga, terpaksa aku mempermalukan diri sendiri di depan orang ramai, dengan menangis. Sedangkan anak-anak hanya terdiam menunduk. Mungkin mereka kebingungan dengan suasana yang seperti ini. Maafin Ibu, Nak.
"Duh! Ada apa ini? Kenapa jadi pada bertengkar?" Tiba-tiba Bu Salamah datang dan melerai perdebatan ini.
"Oh, ini nggak ada apa-apa kok, Bu. Cuma salah paham aja. Saya permisi dulu, Bu. Lain kali jangan undang orang miskin di acara mewah seperti ini, Bu. Karena cuma bisa bikin keributan saja." ucap Kak Lastri sambil berlalu pergi.
Segera ku usap air mata yang sudah mengalir sejak tadi. Semua mata juga sejak tadi memandangi kami semua. Ada rasa malu juga menjalari hati ini.
"Maaf ya, Ning? Kamu sebenarnya kenapa sama Lastri? Kok sepertinya Lastri benci sekali sama kamu? Memangnya kalian saling kenal sebelumnya?" Kini Bu Salamah ikut angkat bicara. Sedangkan Mbak berhijab tadi mengusap-usap punggungku. Baik sekali orang ini ya Allah. Wajahnya juga cantik, persis seperti hatinya.
"Sa-saya nggak kenal dia, Bu. Saya juga nggak tau kenapa dia sampai begitu bencinya dengan saya. Saya mau pamit untuk pulang dulu, Bu. Maaf saya nggak bisa lama-lama," ucapku pada Bu Salamah, dan berpamitan untuk pulang saja, daripada terus-terusan disini. Aku takut malah membuat kacau acara ulang tahun anaknya Bu Salamah.
"Yaudah, tunggu sebentar ya? Biar ibu ambilin bingkisan dulu untuk anak-anak kamu, tunggu sini ya?" Lalu Bu Salamah pun segera pergi.
"Yang sabar ya, Mbak? Oh iya, kenalin nama saya Lila," kini si Mbak berhijab tadi memperkenalkan dirinya.
"Nama saya Nining, Mbak. Makasih ya? Sudah baik sama saya. Saya nggak enak jadinya, gara-gara saya, Mbaknya jadi dihina sama orang tadi," jawabku, sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman dengan perempuan yang bernama Mbak Lila itu. Wanita cantik dan juga sangat baik seperti bidadari.
"Gapapa Mbak Nining. Ini kartu nama saya, kalau kamu ada waktu, kamu bisa main ke rumah saya. Sekalian bawa anak-anak juga," tuturnya lagi, kemudian menyerahkan selembar kartu nama padaku.
Khalila Zhafira. Nama yang indah sekali, untuk orang sebaik Mbak Lila. Owner dari toko kue yang terkenal itu. Masya Allah, ternyata benar kalau Mbak Lila ini adalah wanita hebat yang sedang jadi sorotan dimana-mana itu. Dan ternyata dia juga salah satu koleganya Bu Salamah. Dunia memang sempit.
"Terimakasih, Mbak. Insha Allah nanti saya main ke rumah, Mbak," jawabku canggung. Setelah mengetahui siapa dia sebenarnya.
Terkadang memang benar kata pepatah. Kalau orang yang benar-benar kaya, mereka tak akan repot menunjukkan siapa dirinya, cukuplah orang lain yang menilai. Beda dengan orang yang baru kaya atau pura-pura kaya. Mereka pasti mati-matian untuk menunjukkan pada orang lain, tentang siapa dirinya dan apa yang dipunyainya. Agar orang lain memandang hormat pada mereka yang merasa kaya.
Padahal sejatinya, harta yang paling berharga adalah kedamaian dalam hidup dan juga hati yang ikhlas dalam menjalani takdir. Serta akhlak yang baik terhadap sesama, barulah itu yang dinamakan harta terbaik, karena akan kekal sepanjang masa.
"Ok, kalau gitu saya permisi dulu ya? Oh iya, ini ada rejeki sedikit untuk anak-anak," Mbak Lila menyerahkan dua lembar uang berwarna merah dan memberikannya pada kedua putriku, dan menurutku itu nominal yang sangat besar. Karena jarang sekali kami memegang uang sebanyak itu. Apalagi untuk anak-anak.
"Nggak usah, Mbak! Nggak usah," tolakku, dan ingin mengembalikan uang tersebut.
"Udah, rejeki jangan ditolak. Saya pamit ya? Mau kesana dulu." Aku tercengang dengan sikap Mbak Lila.
'Baik sekali orang ini ya Allah. Semoga saja dia rejekinya semakin banyak, dan hidupnya semakin bahagia. Aamiin.' Ucapku dalam hati. Mengucap syukur atas rezeki tak terduga yang datang dari orang yang baru saja dikenal.
****
Setelah diberi bingkisan oleh Bu Salamah untuk anak-anak, kami pun akhirnya pulang. Mas Adnan sedari tadi ternyata menunggu di warung yang terletak di seberang rumahnya Bu Salamah. Pantas saja dari tadi aku tak melihat dia. Huft.
Kami berjalan menuju ke warung kecil itu, dan tiba-tiba ada yang memanggilku.
"Nining!" Aku pun langsung menoleh ke arah suara tersebut dan ternyata Kak Lastri.
"Kak Lastri? Kenapa Kak?" Tanyaku bingung.
"Kamu nggak usah deh panggil-panggil aku kakak, apalagi di dekat teman-temanku. Bikin malu tau nggak! Punya adik orang miskin seperti kamu adalah sebuah aib untuk aku," cemoohnya dengan seenaknya.
"Terus aku harus panggil apa?" Jawabku lagi dan seolah acuh. Mulai malas meladeni Kak Lastri
"Ck! Terserah, yang penting jangan panggil aku kakak kalau dekat teman-teman aku. Oh iya, ajarin itu anak-anak kamu, biar nggak malu-maluin kalau di tempat ramai. Semua ditunjuk, memangnya si Adnan nggak pernah ngasih kalian makan enak? Sampai-sampai bertingkah norak seperti itu, bikin malu!" Sindirnya lagi dengan seenaknya.
"Ok kalau gitu! Kakak boleh hina aku sepuasnya, tapi tolong jangan hina anak-anakku. Mereka masih kecil, belum tau apa-apa. Dan Mas Adnan alhamdulillah selalu ngasih kami makan, dengan uang halal tentunya," jawabku tegas. Dan nggak mau lagi dihina terus oleh manusia tak punya hati ini.
"Maksud kamu apa? HAH!" Kini Kak Lastri membentakku seenaknya, dan dengan mata yang melotot.
#Mbak Lila adalah tokoh yang ada di cerbung 'SAUDARA RASA ORANG LAIN'. sengaja aku hadirin disini, siapa tau dia bisa angkat derajatnya si Nining😀😍
"Roda Pasti Berputar"Part 5"Ok kalau gitu! Kakak boleh hina aku sepuasnya, tapi tolong jangan hina anak-anakku. Mereka masih kecil, belum tau apa-apa. Dan Mas Adnan alhamdulillah selalu ngasih kami makan, dengan uang halal tentunya," jawabku tegas. Dan nggak mau lagi dihina terus oleh manusia tak punya hati ini. "Maksud kamu apa? HAH!" Kini Kak Lastri membentakku seenaknya, dan dengan mata yang melotot.***Saat kami sedang berdebat, tiba-tiba Bang Arman datang menghampiri kami. "Mama! Ngapain sih kamu disini? Ngeladenin benalu kaya dia ini, nggak bakalan bisa bikin hidup kamu maju. Lihat saja dia, hidupnya masih seperti ini terus sampai sekarang, nggak pernah ada perubahan. Karena apa? Karena dia malas, dan juga pemikirannya yang sempit! Makanya anak-anaknya sampai seperti orang yang rakus dan juga kelaparan saat berada ditempat bagus seperti ini," Cerocos Bang Arman seenaknya. Kami pun sama-sama menoleh ke arah Bang Arman. Seketika aku terhenyak dengan kata-kata pedas yang dilon
"Roda Pasti Berputar"Part 6Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya Mbak Lila dan juga suami beserta anak-anaknya telah selesai menjalankan sholat Maghrib. Mereka kini sedang berjalan ke arah kami yang sedang duduk di halaman Masjid. "Nining? Kok kalian belum pulang?" Tegurnya, kemudian duduk di sebelahku. Mbak Lila benar-benar wanita yang baik dan rendah hati. Dia tak segan-segan untuk duduk di halaman masjid seperti ini. Padahal dia adalah bos atau owner dari toko kue terkenal yang kini sedang viral."Belum, Mbak. Niatnya kami mau ajak anak-anak keliling dulu, cari angin," jawabku sambil tersenyum. "Kalian semua udah pada makan? Kalau belum, kita ngobrol-ngobrol di resto depan sana yuk," aku dan Mas Adnan saling bertatapan. Seketika ada rasa tak enak di hati. Karena memang kami baru saja kenal, dan aku takut malah seperti orang yang kurang sopan."Kok diem? Ayo kita makan dulu disana. Tenang, saya yang traktir, untuk ngerayain perkenalan kita agar lebih akrab." Tuturnya lagi.
"Roda Pasti Berputar"Part 7(Pov Lastri)Aku tak pernah membayangkan untuk terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Bahkan kini aku harus mempunyai adik yang miskin. Adik benalu dan adik yang kubenci seperti Nining.Nining saudaraku satu-satunya yang kini kumiliki, sejak ayah dan ibu pergi meninggalkan dunia yang fana ini. Namun, sejak kecil aku sangat tak menyukai Nining. Dia terlahir menjadi wanita yang hatinya baik seperti ibu, dan hampir keseluruhan sifatnya lebih dominan pada Ibu. Maka dari itu, ibu sangat menyayanginya. Sehingga ibu selalu saja mendahulukan kepentingan Nining, dibandingkan dengan diriku, yang seperti anak tiri.Tak lama setelah Ibu pergi dari dunia ini. Lalu tak lama disusul oleh Ayah. Aku pun di persunting oleh lelaki kaya raya, dan juga tampan. Bang Arman namanya. Lelaki tampan yang berhasil mencuri hatiku. Serta lelaki yang berhasil mewujudkan mimpiku untuk menjadi orang kaya yang sesungguhnya. Walau sebenernya, harus dengan cara kupaksa.****Flashback
"Roda Pasti Berputar"Part 8(Pov Lastri)"Las, aku mau bicara penting sama kamu," "Bicara apa, Bang? Kayaknya serius banget?" Jawabku penasaran. Dia malah mengelap keringat yang mengalir di dahinya. Kenapa Bang Arman sampai gugup seperti itu ya?"Mau ngomong apa, Bang? Kok kayaknya kamu gugup banget? Ada apa?" Tanyaku lagi, penasaran dengan sikap Bang Arman yang tak biasanya."Aku pengen kenalin kamu, ke orang tua aku sebagai orang punya atau anak dari keturunan orang kaya," aku mengernyitkan dahi. Bingung dengan ucapan Bang Arman."Maksudnya gimana sih? Aku nggak ngerti!" "Aku bakal kenalin kamu, sama orang tua baru kamu. Mereka adalah teman aku, dan kebetulan mau diajak kerja sama, dan ikutin rencana aku," jelasnya. Dan aku semakin bingung."Terus, Ayah aku gimana? Ayah aku masih hidup, dan dia yang bakal jadi wali nikahku," Bang Arman mengusap wajahnya dengan kasar, lalu menghembuskan nafas gusar."Kamu tetap mau nikah sama aku kan, Las? Dan kita akan hidup bahagia sama anak-an
"Roda Pasti Berputar"Part 9 (Pov Lastri 3)Sudah seminggu sejak kepergian ayah. Kini aku sedang menyiapkan berkas-berkas surat rumah yang nantinya akan kujual. Biar saja Nining, dia bisa mengontrak dengan uangnya sendiri. Karena dia juga bekerja."Kak, apa benar rumah ini mau dijual? Terus aku tinggal dimana?" Tegur Nining, saat aku sedang sibuk membereskan surat-surat rumah."Iya, benar. Memang kenapa? Masalah untuk kamu?" "Bukan gitu kak, ini peninggalan satu-satunya dari ayah dan ibu. Sayang kalau harus dijual, Kak," selorohnya lagi. Aku mencebikkan bibir, saat mendengar ucapannya. "Terus kalau nggak dijual, kamu yang bakal tempati dan menguasai rumah ini, begitu? Enak banget kamu! Aku tetap bakal jual, dan nanti aku bakal kasih kamu separuh uangnya, untuk kamu sewa rumah di tempat lain," mata Nining membulat. Seperti tak terima dengan keputusanku."Tapi, Kak?" "Nggak ada tapi-tapian! Ini sudah keputusan aku, sebagai anak tertua disini. Dan kamu nggak punya hak ngatur-ngatur ak
"Roda Pasti Berputar"Part 10Pov LastriSetelah berdebat sebentar dengan Nining. Aku pun langsung masuk ke dalam rumah Bu Salamah, karena Bang Arman juga sudah menunggu di dalam. Bisa marah dia, kalau tahu aku lama-lama mengobrol dengan Nining.Entah kenapa, Bang Arman sangat membenci Nining. Mungkin karena adikku itu orang miskin."Eh, Lastri. Dari mana? Kok, lama sekali di luarnya?" Tegur Bu Salamah, saat aku sudah masuk ke dalam rumahnya."Oh, enggak Bu. Tadi saya cuma dari luar sebentar. Ada urusan sedikit," Jawabku asal."Oh, yaudah. Duduk dulu ya? Saya ke belakang dulu, mau nyuruh Inah untuk buatin minum. Si Arman juga lagi di belakang sama Bapak, lagi ngobrol. Kalau anak-anak ada di ruang bermain," jelasnya."Oke, Bu. Nanti saya nyusul aja ke belakang. Udah, Ibu siap-siap aja dulu, takut tamu pada datang." Bu Salamah pun mengangguk, dan segera ke menuju ke belakang. Mungkin masih menyiapkan yang lainnya.Setelah Bu Salamah pergi, aku pun langsung beranjak dari tempat duduk, da
"Roda Pasti Berputar" Part 11 "Aku kangen kamu. Kapan kamu nemuin aku lagi? Udah hampir sebulan, kamu nggak pernah mengunjungi aku, dan kasih hak aku." Sayup-sayup terdengar suara perempuan yang sangat aku kenal. Dia adalah Echa. Tapi dia sedang berbicara dengan siapa? Echa kini sedang berada di teras belakang. Segera kulangkahkan kaki, untuk melihat siapa sosok yang sedang berbicara dengan Echa. Prraanngg!!! Tak sengaja, aku malah menyenggol vas bunganya Bu Salamah. Ya ampun! Kenapa harus kesenggol sih? "Lastri? Kamu kenapa ada disini?" Kini Echa yang malah menghampiriku. "Ada apa ini? Ya ampun, kenapa vas bunga ini pecah?" Bu Salamah ikut menghampiri, dan dia sangat terkejut melihat vas bunganya yang pecah dan kini tinggal serpihan di lantai. "Ma-maaf, Bu. Tadi saya lagi jalan dan nggak sengaja tersenggol tangan saya. Tenang saja Bu, nanti akan saya ganti vas bunganya," jelasku pada Bu Salamah. Si*l! Awalnya mau lihat dengan siapa dia berbicara, malah jadi aku yang seperti
"Roda Pasti Berputar"Part 12Setelah pertemuan dengan Mbak Lila. Entah kenapa hati ini seperti diberi angin segar oleh Allah yang maha kuasa. Allah memang adil, dia kirimkan orang baik padaku, meski hanya berstatus orang lain, dan bukan bergelar saudara.Hidup memang terkadang gitu. Saudara sendiri bisa seperti orang lain, tapi orang lain bisa jadi seperti saudara. "Hati-hati ya, Mas? Semoga rezeki kamu banyak. Dan dagangan kita hari ini habis semua. Aamiin," ucapku memberikan semangat pada Mas Adnan."Aamiin. Iya Dek, makasih ya udah doain aku, udah setia dampingi hari-hariku yang kadang pahit dan jarang manis," aku tergelak dengan ucapannya. Mas Adnan memang kadang suka melucu. Katanya biar hidup nggak terlalu tegang, dan kami selalu tetap ikhlas dalam menjalani semua ketentuanNYA. "Hahaha. Yaudah Mas, pokoknya hati-hati ya? Aku selalu ngedoain suami aku, selalu ngedoain anak-anak dan juga keluarga kecil kita." Ucapku sambil mencium tangannya. Mas Adnan juga mencium keningku, lal