"Roda Pasti Berputar"
Part 5
"Ok kalau gitu! Kakak boleh hina aku sepuasnya, tapi tolong jangan hina anak-anakku. Mereka masih kecil, belum tau apa-apa. Dan Mas Adnan alhamdulillah selalu ngasih kami makan, dengan uang halal tentunya," jawabku tegas. Dan nggak mau lagi dihina terus oleh manusia tak punya hati ini.
"Maksud kamu apa? HAH!" Kini Kak Lastri membentakku seenaknya, dan dengan mata yang melotot.
***
Saat kami sedang berdebat, tiba-tiba Bang Arman datang menghampiri kami.
"Mama! Ngapain sih kamu disini? Ngeladenin benalu kaya dia ini, nggak bakalan bisa bikin hidup kamu maju. Lihat saja dia, hidupnya masih seperti ini terus sampai sekarang, nggak pernah ada perubahan. Karena apa? Karena dia malas, dan juga pemikirannya yang sempit! Makanya anak-anaknya sampai seperti orang yang rakus dan juga kelaparan saat berada ditempat bagus seperti ini," Cerocos Bang Arman seenaknya. Kami pun sama-sama menoleh ke arah Bang Arman. Seketika aku terhenyak dengan kata-kata pedas yang dilontarkan Bang Arman barusan.
"Cukup Bang! Cukup abang menghina-hina saya. Saya memang orang miskin, dan juga benalu menurut abang. Tapi tolong jangan bawa-bawa anak saya! Mereka nggak punya salah apapun sama kalian! Sekarang saya tanya, kapan saya minta tolong sama Abang? Sama kakak juga? Baru kemarin kan, saya minta tolong sama abang dan kakak, itu pun kalian nggak kasih aku pinjaman, tapi malah makian, hinaan yang kalian kasih ke aku! Ingat Bang, jadi orang jangan sombong, karena suatu saat nanti roda pasti berputar. Dan disaat itu juga, kalian akan merasakan apa yang kalian ucap padaku selama ini," hardikku pada mereka berdua, dengan tegas dan lantang. Kini tak ada lagi rasa takut dihati. Karena sudah jengah dengan hinaan yang mereka lontarkan. Bang Arman mendengus mendengar ucapanku barusan. Mungkin saja dia terkejut, karena aku kini telah berani melawannya.
"Kurang ajar kamu ya! Sudah berani kamu melawan saya dan juga kakakmu. Kamu itu cuma orang kere, orang susah, kamu nggak punya kekuatan apapun untuk ngelawan aku! Paham kamu! Udah Mah, mulai hari ini kamu jangan lagi berhubungan sama manusia miskin kaya dia lagi, walau dia adik kamu sendiri, aku nggak akan pernah izinin kamu! Camkan itu," sahut Bang Arman lagi, dengan seenaknya. Kak Lastri diam saja, tak menyahut ucapan suaminya itu. Aku hanya tersenyum sinis menanggapi perkataannya.
Kini rasanya hati sudah terlalu biasa untuk dihina, direndahkan, bahkan oleh saudara sendiri.
Satu hal yang aku yakini dalam hidup ini, yaitu roda kehidupan pasti akan berputar. Setiap orang akan memiliki masanya masing-masing. Bahkan setiap manusia sudah punya rezekinya masing-masing, tinggal kita pribadi yang harus konsisten dalam menjemput rezeki itu. Setelah itu serahkan semuanya pada Allah. Sang maha pemilik kehidupan dan juga pemilik rejeki.
"Ada apa ini? Kenapa Bang Arman marah-marah dengan Nining? Memangnya Nining punya salah apa, dengan kalian berdua?" Mas Adnan datang dan langsung menegur Bang Arman serta Kak Lastri. Kedua anakku juga langsung berhamburan ke arah Mas Adnan. Mereka berdua tampak ketakutan, saat melihat Bang Arman tadi marah-marah.
"Iya, kalian memang punya salah sama saya. Kalian hidup miskin dan saya nggak mau kalau istri kamu jadi benalu untuk istri saya. Ngerti kamu!" Cercanya pada kami berdua dengan angkuh. Bahkan sambil menunjuk-nunjuk kami berdua.
"Ok kalau begitu maunya Abang dan Kakak, nggak masalah bagi kami. Tapi ingat Bang, Allah nggak pernah suka sama orang yang sombong, seolah-olah nggak akan pernah merasakan kehidupan di bawah, dan saya sebagai suaminya Nining, Insha Allah akan membahagiakan Nining sebisa mungkin, selama saya masih sehat," tutur Mas Adnan panjang lebar. Sedangkan Bang Arman mencebikkan bibirnya, dan wajahnya juga sinis, menanggapi ucapan suamiku.
"Sudahlah, ayo kita masuk lagi, Pah. Takut anak-anak nyariin kita. Nggak usah ladenin orang-orang miskin seperti mereka." Lalu mereka pun pergi. Mas Adnan menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku juga mengusap dada, menenangkan hati yang agak sedikit kacau.
***
Hari sudah menjelang malam. Matahari juga sudah kembali ke peraduannya. Adzan Maghrib juga sudah berkumandang dimana-mana. Kami berempat sengaja mampir dulu ke salah satu masjid yang tak jauh dari rumah Bu Salamah tadi. Untuk melaksanakan shalat Maghrib berjamaah.
Selesai melaksanakan shalat Maghrib, kami sengaja duduk-duduk dulu di depan pelataran halaman masjid. Menghirup udara yang cukup segar malam ini.
Saat kami sedang duduk-duduk santai. Ada sebuah mobil yang datang dan menuju ke arah masjid. Mobilnya terlihat mewah sekali, dan juga elegan. Mobil tersebut berhenti di dekat parkiran masjid, lalu turunlah seorang perempuan yang tadi ada di pestanya Bu Salamah. Yaitu Mbak Lila. Jadi, yang punya mobil tersebut adalah Mbak Lila? Pantas saja mobilnya semewah itu, karena memang dia adalah orang yang terkenal sukses dan juga terkenal baik serta dermawan.
"Mbak Lila?" Tegurku, saat mereka sekeluarga menghampiri kami. Mbak Lila bersama dengan suami dan dua orang anaknya.
"Eh, Mbak Nining ya? Kita ketemu lagi disini, heheh. Saya mau shalat maghrib dulu ya? Nanti setelah ini kita ngobrol-ngobrol dulu." Ucapnya saat dia sudah sampai di dekatku. Aku pun mengangguk mengiyakan.
Lalu, Mbak Lila pun pamit dulu untuk melaksanakan shalat Maghrib.
"Dek, itu siapa? Kok kamu kenal sama orang kaya? Kamu nggak punya sangkutan kan, sama dia?" Aku tersenyum menanggapi ucapan Mas Adnan.
"Ya nggak lah, Mas. Mana berani aku ngutang sama orang yang bukan saudara. Sedang saudara sendiri aja malah bersikap seperti itu." Tukasku pada Mas Adnan.
"Kirain. Hehehe." Ucapnya, sambil mengusap-usap kepalaku.
[Hallo, Ning. Kamu masih disana kan?]"Hmm, iya. Abang datang aja ke rumah sakit kasih bunda. Nanti disini aku jelasin semuanya, sekalian melihat kondisi Kak Lastri." Nining pun segera mengakhiri panggilan di ponselnya. Lalu masuk kembali ke dalam ruangan Lastri.****Satu jam kemudian, Arman pun akhirnya datang. Dia telah sampai di dekat ruangan tempat Lastri dirawat.Arman merasa tak enak hati dengan kehadirannya disini. Karena ada Adnan, Majid dan juga Nining. Dia seketika merasa seperti menjadi orang yang paling jahat di dunia."Nining, bagaimana keadaan Lastri? Kenapa Lastri bisa seperti ini, Ning?" Tanya Arman dengan beruntun. "Kak Lastri kecelakaan di dekat toko kue aku. Dan sekarang Kak Lastri juga sedang mengandung anak dari Bang Arman." Arman dan juga Majid sontak terkejut saat mendengar ucapan Nining. Adnan yang melihat raut wajah Majid, seolah paham kalau ternyata Majid sudah menyimpan perasaan pada Lastri. "Hamil? Sejak kapan?" Tanya Arman."Usia kandungan Kak Lastri s
Arman refleks terkejut saat melihat Adnan dan juga Nining. Karena mereka pikir yang datang benar Pak Wijaya, ternyata Adnan. Sedangkan Bu Rini memasang wajah kebingungan."Adnan? Ni-ning? Ada urusan apa kalian kesini? Siapa yang mengizinkan kalian masuk kesini?" Ucapnya gugup sekali."Kami kesini mau memberitahukan tentang kondisi Kak Lastri, Bang. Kamu sudah zalim pada Kak Lastri selama ini, sekarang Kak Lastri sedang terbaring kritis di rumah sakit karena kecelakaan." Nining menjawab dengan wajah datar."Siapa yang mengizinkan kalian masuk kesini? Kami semua sedang tak mau diganggu, jadi lebih baik kalian berdua pergi!" Tiba-tiba Bu Rini menghardik Adnan dan juga Nining."Nggak bisa gitu dong, Bu. Arman ini masih suami sah dari Lastri. Dan Arman harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya pada Lastri." Sahut Adnan tak mau kalah.Kini keadaan mulai memanas di depan teras rumah Bu Rini."Heh, dengar ya kamu? Arman itu sudah menceraikan Lastri, dan kami semua sedang mengurus surat
Dengan tergesa-gesa Lastri berlari, membuat para karyawan yang berada di toko kue tercengang dengan tingkahnya.Nining dan yang lainnya ikut beranjak keluar, dia ingin mencegah Lastri yang kemungkinan akan kabur.Ccciiiiitttt!!! Bbbrrraaakkk!!! Terdengar suara hantaman mobil yang sepertinya sedang menabrak sesuatu.Seketika keadaan di depan tak jauh dari toko Nining mendadak ramai oleh orang-orang karena ada seseorang yang tertabrak mobil tadi.Karena Nining dan yang lainnya penasaran siapa yang tertabrak, akhirnya mereka semua juga ikut melihat orang tersebut.Jauh di dalam hati Nining berdoa, semoga saja itu bukan kakaknya. Karena tadi Lastri juga berlari ke arah yang sama."Permisi, permisi." Nining berusaha membelah kerumunan yang semakin lama semakin ramai oleh orang-orang yang ingin tahu dengan kejadian tersebut.Setelah sampai di dekat orang yang tertabrak tadi, betapa terkejutnya Nining kalau yang menjadi korban dalam kecelakaan tersebut adalah kakak kandungnya sendiri yaitu L
Suasana di dalam ruangan Nining semakin memanas. Karena Lastri tak kunjung mau menceritakan kejadian yang sebenarnya tentang perbuatannya pada Ayahnya di masa silam."Aku udah nggak mau bertele-tele lagi, Kak. Kalau kakak nggak mau menjelaskan semuanya, yasudah lebih baik kita sekarang ke kantor polisi saja. Aku sudah muak dengan sikap kakak yang tak pernah mau berubah untuk menjadi lebih baik lagi. Padahal aku selalu saja memberikan kakak kesempatan untuk merubah sikap kakak. Tapi apa? Kakak selalu saja seperti itu, dan sekarang kakak malah merasa aku yang menyakiti kakak? Apa ini yang dinamakan saudara, Kak? Jawab kak?!" Ucap Nining dengan lantang, membuat Lastri diam tak bergeming dan juga semua yang ada di ruangan juga ikut terdiam. Suasana hening seketika, hanya terdengar isakan tangis dari suara Nining.Nining semakin sesenggukan, dan Lila berusaha menenangkan Nining yang masih menangis."A-aku min-minta maaf, Ning! Hiks-hiks, aku memang banyak salah sama kamu. Aku memang nggak
Dia benar-benar merasakan perih di hatinya. Tak menyangka kalau kakak kandungnya sendiri akan tega menghabisi ayahnya, hanya demi sebuah materi yaitu harta."NINING! TEGA KAMU SAMA AKU! MEMPERMALUKAN AKU DISINI, DI DEPAN BANYAK ORANG RAMAI!" hardik Lastri yang penuh dengan emosi. Sorot matanya menatap tajam ke arah Nining."Stop! Kak Lastri! Kamu sudah keterlaluan pada istri saya, dan sekarang kamu tinggal jelaskan saja semuanya disini dengan sedetail-detailnya, atau nggak …." Timpal Adnan yang sudah terlalu geram dengan sikap Lastri."Apa Adnan? Kamu mau mengancam saya iya?! Nining, aku tau aku salah, tapi nggak seharusnya kamu seperti ini sama saya! Saya ini kakak kandungmu, Ning?" Jawab Lastri dengan nada bergetar, karena memang seluruh tubuhnya sudah berkeringat dingin karena dirinya mengalami kepanikan yang luar biasa. Seluruh orang yang ada di ruangan sudah merasa geram dengan sikap Lastri yang malah seolah-olah mengulur waktu, bukan malah menjelaskan semuanya."Aku nggak menga
"Ning, Nining! Sebenarnya aku disini itu ngapain? Aku tuh bete! Dicuekin gini sama kamu," gumam Lastri pada Nining."Udah kakak sabar aja ya? Kita disini mau membahas hal penting yang sudah lama pengen aku bahas. Makanya sekarang kakak duduk tenang aja dan simak semua pembicaraan mereka semua." Jawab Nining dengan lugas, dan berhasil membuat Lastri terdiam.Di dalam benak Lastri sebenarnya dia sangat bingung dengan semua ini. Ingin rasanya dia pergi dari tempat ini, karena perasaannya juga semakin tak enak saja. Tapi apalah daya, dia memang tak memegang uang sama sekali."Oke, kita mulai saja pembicaraan hari ini. Assalamualaikum semuanya, semoga kalian semua hari ini dirahmati oleh Allah dan semoga sehat selalu, Amiin. Saya disini sebagai pemilik toko kue NN, mau memberitahukan kalau hari ini kita semua kedatangan tamu yaitu kakak kandung saya yang bernama Lastri." Lastri langsung tersenyum sumringah saat Nining berkata seperti itu di depan semua orang yang dikenalnya. Apalagi saat d