Share

Ke Acara Ulang Tahun

"Roda Pasti Berputar"

Part 3

Mila memang masih belum paham urusan orang dewasa, padahal aku tadi sudah berpesan pada mereka berdua untuk tidak menegur Kak Lastri dan juga anak-anaknya. Tapi mau bagaimana lagi, anak-anak lebih tahu yang mana saudaranya.

"Nggak kok,  aku nggak kenal sama mereka. Ngapain aku kenal sama orang miskin macam mereka. Yaudah, yuk masuk kedalam. Nggak penting!" Kak Lastri segera menarik tangan temannya itu, lalu pergi meninggalkan kami.

Kami semua masih terdiam di tempat, sampai akhirnya Bu Salamah datang menghampiri kami.

"Eh, Nining? Kok kalian masih pada disini? Ayo masuk, masuk, sebentar lagi acara akan dimulai loh," tutur Bu Salamah dengan ramah. Tak ada sifat sombong sama sekali yang ada di dalam dirinya. Walau Bu Salamah orang yang terkenal kaya raya di kampung kami. 

Aku berdoa pada Allah. Jika suatu saat Allah menitipkan amanah yaitu rejekinya yang besar padaku, aku hanya meminta untuk tidak diberikan rasa sombong dan riya pada diri ini. Sebab semuanya memang tak ada yang abadi dan hanya titipan saja. Kapanpun bisa saja Allah ambil.

Malah cita-citaku jika suatu saat nanti kalau aku kaya, aku ingin bisa selalu menyantuni anak yatim dan juga fakir miskin, serta orang-orang terlantar di jalanan. Pokoknya semua kebaikan-kebaikan yang bisa kulakukan, Insha Allah akan aku laksanakan. 

"Iya, Bu. Saya cuma mau ngasih kado ini aja untuk Non Chika. Maaf ya, Bu? Kalau kadonya bukan barang mahal. Oh iya, kami juga mau sekalian pamit, karena nggak enak dengan tamu-tamunya Ibu," ujarku sambil pamit, lalu menyodorkan sebuah tentengan kecil yang sudah dibungkus rapi olehku. Kado itu berisi baju setelan yang tadi aku beli di pasar. Mudah-mudahan saja anak Bu Salamah suka dengan baju tersebut.

"Loh? Masuk dulu ah, nggak mau saya kalau kamu nggak masuk. Nggak sopan namanya. Lagipula memangnya kenapa kamu nggak enak sama tamu-tamu saya? Memangnya kamu disini ngapain? Kamu itu juga tamu saya, saya undang kamu juga untuk hadir di acara saya." Jelas Bu Salamah panjang lebar. Beliau tetap kekeh ingin menyuruhku dan juga anak-anak untuk masuk ke dalam rumahnya.

Aku dan Mas Adnan saling berpandangan. Sekalian meminta persetujuan pada dirinya. Dan Mas Adnan pun mengangguk menyetujuinya. Lalu kami semua akhirnya masuk ke dalam rumah Bu Salamah bersama beliau.

***

Di dalam rumah Bu Salamah, sudah terpajang hiasan-hiasan di dekat dindingnya. Makanan-makanan yang sudah berjejer di meja prasmanan juga tersusun rapi dengan sangat indah. Dekorasinya juga  sangat bagus sekali, sampai-sampai kami semua berdecak kagum saat memasuki rumah Bu Salamah. Karena tadi saat mengantar snack, aku sengaja melalui pintu belakang, karena rasa minder akan diri sendiri.

Semua tamu Bu Salamah tampak dari kalangan atas. Baju yang mereka gunakan juga sangat bagus-bagus sekali. Berbanding terbalik dengan baju yang kupakai, hanya gamis lusuh bekas lebaran dua tahun yang lalu. 

Di pojokan dekat sofa sebelah sana, ada Kak Lastri dengan Mas Arman dan juga anak-anaknya. Kak Lastri memang melihatku sedari tadi, tapi dia langsung memalingkan wajahnya. Dan aku pun tak mau ambil pusing.

"Silahkan duduk, Ning, Adnan. Itu makanannya dinikmati ya? Jangan canggung, apalagi malu-malu, hehehe. Saya kesana dulu ya?" Tutur Bu Salamah lagi. Kami pun mengangguk sambil tersenyum. Bu Salamah memang benar-benar orang yang ramah. Dia tak pernah membeda-bedakan para tamunya.

Setelah Bu Salamah pergi. Anak-anak meminta puding susu yang terletak tak jauh dekat Kak Lastri duduk bersama keluarganya. Seketika ada rasa ragu di hati untuk menuju kesana. Karena takut Mila menegur mereka lagi, dan aku nggak mau membuat suasana disini menjadi gaduh.

"Bu, ayo Bu! Aku mau makanan itu," Mili dan Mila terus saja merengek. Sedangkan Bang Adnan juga tampak bingung dengan kondisi ini.

"Yaudah, Dek, turutin aja. Mila, Mili, kalian nggak usah menegur Bik Lastri lagi ya? Kalian diam saja ya, Nak?" Mereka berdua malah terdiam, tidak mengangguk sama sekali. Mungkin belum paham perkataan kami.

Lalu, aku pun segera melangkahkan kaki, walau agak sedikit ragu, menuju ke arah tempat makanan ringan tersebut.

***

"Bu, aku mau yang ini, yang ini, sama yang ini ya, Bu?" Cerocos Mila dan juga Mili dengan antusias saat melihat jejeran puding yang tertata rapi, dan juga kue-kue kecil berhiaskan cream di atasnya, dan sangat menggugah selera, di sebelahnya juga ada es kopyor yang terasa sangat menyejukkan sekali . Karena mereka memang baru pertama kali melihat makanan-makanan seperti ini, makanya mereka antusias sekali. 

Jujur saja sebenarnya, aku merasa tak enak hati dan juga merasa canggung. Karena Kak Lastri melihatku dengan tatapan yang seolah ingin menerkam mangsanya. Kenapa Kak Lastri seperti sangat benci sekali denganku? Apa salahku sebenarnya?

"Bu, aku mau yang ini juga," pinta Mila lagi.

"Iya, sayang sabar ya? Habisin dulu satu-satu, nanti ibu ambilin lagi. Nggak boleh semuanya, nanti nggak habis malah mubazir," selorohku, pada kedua putriku ini.

"Gapapa, Bu. Namanya juga anak-anak, ambil aja. Memang makanan ini disediakan khusus untuk tamu kok." Tiba-tiba ada suara seorang perempuan yang ikut menimpali ucapanku. Aku pun langsung tersenyum mengangguk pada si perempuan tersebut. 

Orangnya terlihat ramah, tapi berkelas. Dari baju serta hijab yang dia pakai juga terlihat mahal sekali, tapi penuturannya sangat lemah lembut.

"Namanya juga nggak pernah makan-makanan seperti ini, ya jadi wajarlah kalau kayak orang yang udah nggak pernah makan selama setahun!" Celetuk Kak Lastri tiba-tiba sambil menghampiri kami semua.

Hatiku berdenyut nyeri mendengar ucapan Kak Lastri. Mati-matian aku menahan air mata agar tidak runtuh di depan semua orang yang tengah menatap heran padaku dan kedua putriku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fahmi
Hatiku berdenyut nyeri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status