Pinggang yang dipeluknya begitu langsing, tanpa lemak sedikitpun! Tadinya dia sibuk dengan dada istrinya yang memang besar dan berat di tangannya hingga dia kurang memperhatikan yang lain. 'Tapi kenapa istrinya menyembunyikan tubuh indahnya di bawah pakaian berlapis yang menyembunyikan bentuk tubuh indahnya?'Chase merenung sambil memeluk tubuh Samantha lebih erat. Gairahnya bangkit kembali! Chase terkejut.Dengan posisi memeluk Samantha dari belakang tangan Chase bebas bermain di area dada Samantha yang menggiurkan.Chase dengan sengaja melakukannya bukan hanya karena rasa penasaran yang besar akan tetapi lebih karena gairah besar yang kembali bangkit.Setelah yakin Samantha telah sadar sepenuhnya Chase langsung mendorong 'masuk' dan kembali mereka bersatu. Perasaan bersatu yang sangat nikmat itu kembali menguasai panca indra Chase.Entah berapa lama mereka terhubung, hingga akhirnya untuk kali kedua mereka menyongsong kepuasan yang lu
Samantha terbangun dalam pelukan Chase. Awalnya Samantha merasa bingung lalu kenangan percintaan kilat yang membutuhkan waktu nyaris satu jam memenuhi otaknya. Mengingat itu wajah Samantha seketika terasa panas! Betapa mereka berdua begitu liar...mereka hanya suami istri yang menikah dengan perjanjian bukan pernikahan berlandaskan cinta abadi yang tak lekang oleh waktu. Astagaaaaa....Samantha merasa sangat malu dengan dirinya yang sangat ketagihan dengan percintaan gaya Chase yang memabukkan. 'memangnya tahu gaya percintaan yang lain,' Samantha meledek dirinya sendiri. Setelah memantapkan hati Samantha segera bergeser perlahan dan akan membalikkan badannya saat tangan kekar merengkuhnya dan menariknya kembali."Mau kemana?" Suara maskulin nan seksi berbisik di pelipisnya. "Mau lihat Tristan.""Sudah aku titipkan suster.""Arnold sendirian.""Sudah aku suruh pulang." "Mau siap-siap, katanya ke ulang tahun Daddy? Sudah 'aku' suruh bu
Chase merasa ada yang meremas perutnya. Samantha membahas tentang perpisahan padahal Chase....tidak menginginkannya, mungkin nanti tapi tidak sekarang. Sebelum mereka bercinta pun dia sudah merasa nyaman bersama Samantha dan Tristan.Beberapa bulan terakhir rutinitasnya telah bergeser. Bisnis bukan lagi satu-satunya urusan yang menduduki peringkat pertama. Ada Samantha dan Tristan di sana. Apalagi setelah mereka bercinta, percintaan sepanjang malam, kembali Chase merasa ada ribuan kupu-kupu bertabrakan di perutnya. "Terserah kau. Cepatlah bersiap waktu kita sudah tidak banyak."Lalu Chase beranjak menuju ke kamarnya, dia akan segera mandi dan bermain tendang bola sembari menunggu waktu nya mereka berangkat.Chase masuk kamar dan melihat kamarnya yang masih berantakan, yah pasti kacau balau karena dia meninggalkan kamarnya pasca mereka bercinta gila-gilaan dan baru kembali sekarang.Chase segera mandi lalu mengeringkan badannya di samping tempat tidur sambil melihat ponselnya ya
Darah perawan? Virgin?!Marah dan gusar adalah dua hal yang mirip tapi tidak sama. Hanya saja saat ini Chase merasakan keduanya tumpang tindih menyerang Chase dari segala sisi. Makin teringat akan hal itu makin gencarlah Chase mencari istrinya untuk meminta penjelasan, setelah semua ruangan tidak ada barulah Chase teringat satu kamar yang sudah disulap menjadi ruang kerja Samantha. Sebenarnya bukan ruang kerja karena isinya masih lengkap hanya di tambah satu set sofa dan meja kerja lengkap dengan komputernya. Chase segera menuju ke kamar itu dan mengetuk dua kali lalu langsung membuka handle pintu tanpa menunggu jawaban. Chase terdiam menatap dua orang yang sedang berkonsentrasi melihat ke layar komputer. Chase melihat orang yang bersama istrinya... Arnold? Again?Kalau Chase terkejut lalu berubah menjadi kesal tidak demikian halnya dengan Arnold yang dalam dua kali pertemuan dengan Chase tak bisa menahan air liurnya. Walau pun bukan
Chase tidak tahu harus berkomentar apa, dia menangkap bahwa Samantha menahan kesedihannya."Kalian dekat?" "Seperti saudara," jawab Samantha lirih. "Karena itu kau membawa Tristan bersamamu?" tanya Chase."Sebelum meninggal dia berpesan agar aku memberi nama anaknya Tristan Navarell, aku menyetujuinya. Lalu dia kembali meminta agar aku membawa anaknya kepada ayahnya karena anaknya harus mendapatkan semua hak sama seperti yang didapat oleh keturunan klan Navarell yang lain, aku menolak permintaannya yang terakhir!""Why?" "Karena aku bisa menghidupi kami bertiga, aku katakan akan menjaga anaknya seperti layaknya anakku sendiri." "Tidak ada alasan lain?" Samantha memandang Chase, sekilas...hanya sekilas akan tetapi Chase bisa membaca perdebatan di sana. "Ada, aku tidak percaya pada pria yang dengan gampangnya tidur dengan wanita lain yang sama sekali tidak dikenalnya, tidak kenal sebelum dan sesudah mereka bercinta...parah kan?""Kau bi
Suasana pesta begitu megah, begitu meriah dan begitu HANGAT dengan kehadiran para keluarga besar, kerabat juga handai taulan dan teman-teman dekat.Walau telah memiliki cucu akan tetapi nampak ayah dan ibu Chase tetap awet muda dengan kecantikan alami Indonesia ditambah dengan keramahannya menyapa para tamu hingga membuat mereka semua merasa sangat senang bisa menghadiri acara ulang tahun itu. Sang Nyonya rumah terlihat seperti sedang menantikan seseorang. "Nunggu siapa, Mam?" "Aku sedang nunggu anak laki-lakimu." "Anak laki-laki kita, kan jumlahnya ada tiga, jadi yang mana ya!" Sang nyonya rumah tersenyum lebar."Anak laki-laki sulung yang persis ayahnya." "Namanya juga darah dagingku," gumam ayah Chase.Saat itulah mata Ibunda Chase tertumbuk pada sosok jangkung yang sedang berjalan ke arahnya sambil menggendong seorang anak batita, diikuti istri lembut yang berjalan tanpa suara.Samantha tetap memakai baju yang kedodoran, kacama
Samantha berusaha menepis kegalauannya dan fokus pada ayahanda Chase yang sudah ada di hadapannya. "Grandpa, kami hanya dapat memberikan sebuah jam tangan...kami ingin Grandpa tetap sehat, mungkin Grandpa sudah punya banyak, kalau boleh sesekali Grandpa memakai jam tangan ini untuk mengingat Tristan adalah bagian dari keluarga besar Navarell." Samantha mengakhiri kalimatnya lalu sadar bahwa kalimatnya itu tidak cocok sama sekali dengan penyamarannya sebagai seorang istri dari anak sulung klan Sebastian! Itu kalimat yang cocok diucapkan oleh orang yang menemukan Tristan lalu mengembalikannya kepada keluarganya.Samantha berusaha memutar otak untuk menetralisir keadaan karena ucapannya yang 'aneh' itu. Sebelum Samantha bisa menemukan solusinya tiba-tiba terdengar suara Tristan menyela. "Selamat ulang tahun Glandpa, semoga Glandpa sepelti Papa Tlistan." Semua yang mendengar tertawa.Mr Navarell senior mengangkat Tristan lalu bertanya."Seperti Papa Tristan? Apanya yang seperti Pap
Chase mencium Samantha dengan segenap gairah yang sudah di tahannya bahkan sejak sebelum mereka pergi. Chase melepaskan bibirnya hanya untuk mengambil nafas lalu kembali melumat bibir Samantha!Sambil memeluk Tristan di tangan kirinya Chase mencium bibir Samantha dan menangkup leher Samantha untuk menjaganya tetap di tempatnya. Samantha berusaha menarik bibirnya, dia merasa sulit mempertahankan kemarahannya, akan tetapi sesungguhnya dia masih marah, masih tersinggung dan masih... Sedih! Samantha berusaha mempertahankan jarak, mengucapkan gumaman penolakan non verbal melalui sorot matanya dan melihat ke arah Chase seperti burung hantu yang sedang terpana. Chase tidak mengurangi serangannya hanya karena pandangan mata istrinya! Dia kembali melumat mulut Samantha yang sangat menggoda itu dengan intensitas sensual panas yang menyerangnya dan meruntuhkan setiap penghalang.Terkejut dan terperangah akibat ciuman penuh gairah tersebut membuat Samantha tak lagi bi
Tidak adanya penolakan dari Samantha membuat gairah Chase naik secepat kilat, 'tubuh' nya membengkak sempurna. Chase makin menekankan tubuhnya, memeluk istrinya erat-erat seakan bisa meredakan gairahnya. "Sayang, masih ada yang ingin kau katakan?" tanya Chase, sejenak melepaskan ciumannya. Samantha menggeleng. "Aku dimaafkan?" Samantha kembali menggeleng. Chase terkejut. "Kita sama-sama salah, Chase. Tidak ada yang perlu dimaafkan." "Kita mulai awal yang baru ya, Sayang. Tanpa perjanjian! Selamanya kau adalah Mrs Navarell!" Kembali Chase melanjutkan cumbu rayu yang sempat terhenti. Chase selalu tahu bahwa istrinya bisa begitu cepat menaikkan gairah dan hasratnya. Akan tetapi hari ini sangat luar biasa hebat. Chase menurunkan tangannya dan meremas bokong Samantha, lalu menekan tubuh Samantha makin rapat dengan gerakan yang begitu sensual, hingga terdengar
Sepanjang hari irama Chase melambat, dia menghitung sisa waktu sampai ke pukul 12 malam, saat perjanjian berakhir."Bos, ada tawaran besar dari klien kita, line satu." "Bereskan." Chase langsung memberikan instruksi lisan kepada wakilnya. "Bro, nggak nanya sebesar apa?" "Bereskan, Lim." "Oke." Kembali Chase melihat dokumen di hadapannya, akan tetapi fokusnya sudah bercabang. Dia merencanakan untuk memberi perhatian dan waktu sepenuhnya bagi Samantha saat mereka telah bertemu dan menemukan kata sepakat nanti. Giliran Chase yang menelepon Salim. "Lim, kemari." Hanya selang sesaat Salim sudah mengetuk pintu ruangan Chase. "Gitu lah, Bro! Top! Apapun yang terjadi bisnis is number one! Aku sambungkan langsung dengan klien kita, ok?" Chase langsung mengangkat wajahnya. "Kau belum bereskan?" Giliran Salim yang bingung."Sudah, tapi nggak tuntas karena dia minta bertemu langsung dengan decision maker." "Kan aku udah kasih kamu wewenang khusus, Lim. Kamu tinggal bilang kan kalau
Chase bersama Salim sedang menghadiri gala dinner dari perusahaan rekanan yang cukup besar yang diselenggarakan di sebuah hotel berbintang lima. Chase mengupayakan datang karena mereka telah mengirim undangan sudah lama sekali. Mereka sedang duduk di meja undangan VVIP ketika sang pembawa acara mulai membuka rangkaian acara."Salim, kenapa acara baru dimulai?" Gumam Chase heran. Salim yang mendengar kalimat Chase hanya diam saja, memang Chase tidak tahu karena undangan Salim yang pegang. "Kau akan terhibur malam ini, duduk santai sajalah, Bos." "Tiga puluh menit lagi aku akan pergi.""Lhaaa, belum juga pegang tangan dengan Mr Ramji." "Kau saja yang tinggal, bilang mendadak aku ada urusan penting." Chase berusaha menahan diri, sebenarnya jangankan tiga puluh menit lagi, sebenarnya tadi Chase enggan untuk datang. Sejak Samantha pergi, hari hari hidupnya hanya dihabiskan dikantor, sendiri dengan dokumen, dikelilingi dinding-dinding kantor yang membisu, menghitung detik demi de
Bianca menatap wajah jelita sahabatnya yang sedang memandang dengan tanda tanya besar di matanya. Melihat temannya hanya diam saja, Bianca berinisiatif untuk mengorek isi hati Samantha. "Gimana pendapatmu setelah mendengar ceritaku?" Nampak Samantha menggigit bibirnya."Mungkin apa yang dilakukannya terdorong oleh tanggung jawab yang besar terhadap Tristan." "Wrong answer, pilih jawaban lain." Nampak Samantha sedang berpikir mencari jawaban lain. "Mungkin dia takut kakeknya marah?""Kau yang lebih mengenalnya, menurutmu dia takut?" Samantha menggeleng. "Kalau kau lihat wajahnya kau akan tahu seberapa dalam kesedihannya, itu yang mendorong dia melintasi samudra secepatnya." Samantha tidak menjawab, tapi anehnya kondisinya sudah jauh lebih baik dibanding saat Bianca datang."Kalau kau tanya apa yang memicu kesedihannya, hanya kalian berdua yang bisa jawab? Urusan ranjang terpanas? Gaya terheboh? Atau_""Bi, memangnya besok kamu nggak ada shooting film?" Samantha memotong untuk
"Kenapa? Apa Tristan sakit?" tanya Chase mengingat kebiasaan Samantha yang sangat cemas saat Tristan sakit. "Tristan sehat," jawab Arnold. "Istriku..apakah dia baik-baik saja?" Arnold tidak menjawab, dia memandang Chase dengan tajam."Tadinya tidak, tapi sekarang dia sudah baik-baik saja, aku katakan padanya di bumi ada berjuta-juta pria yang mau mati bagi dia."Chase maju dan langsung mengangkat kerah leher Arnold. "Samantha istriku, selamanya dia istriku!" "Kalau itu yang ada di benakmu, seharusnya yang keluar dari mulutmu bukan hal yang menyakitkan hatinya." Chase menggertakkan giginya menahan rasa marah, bukan kepada Arnold, lebih kepada diri sendiri karena kalimat Arnold seketika mengingatkan dia akan kebodohannya menyuruh Samantha pulang! "Kalian apa-apaan sih?" teriakan Bianca membuyarkan lamunan Chase.Segera Chase melepaskan cengkeramannya lalu berlalu meninggalkan kedua sahabat Samantha, dia berjalan dengan posisi bahu turu
Dokumen? Chase ngeri mendengar kalimat Bianca. Seketika Chase mengambil ponselnya lalu mencoba menghubungi Samantha. Chase memandang layar, dia sangat gelisah. Dia ingin sekali mendengar suara istrinya. 'Pleaseeee Sam! Please angkat, Sam.' Waktu terus berputar.... Detik demi detik terasa sangat lama hingga akhirnya telepon diangkat. Ada yang berdesir di dada Chase saat menunggu suara lembut yang dirindukannya. Chase senang sekaligus sedih, banyak sekali yang ingin dia katakan namun lidahnya kelu. "Chase?" Chase sampai tidak bisa berkata-kata, lehernya tersumbat. Bahkan iya kesulitan untuk menelan salivanya, pikirannya tiba-tiba kosong seolah ada sesuatu yang membuatnya takut, sebuah kata yang tak ingin ia dengar keluar dari bibir Samantha. "Chase?" kembali Samantha bertanya. Chase menarik nafas sebelum menjawab pertanyaan istrinya. "Sayang....kamu di mana?" "Maaf aku sudah jauh, tapi kalau kamu mau mengirim dokumen perc_" "CUKUP, SAM! Tidak akan ada percera
"Mom?" "Hai, Sayang." Mereka saling berpelukan, lalu Chase mempersilahkan ibunya masuk, sebaliknya Chase turun dari teras menuju mobil ibunya. Chase membuka pintu..lKosong... Chase terdiam dalam posisi kepala tertunduk sambil memegang pintu dalam waktu yang cukup lama. Lalu dia berbalik dan kembali masuk ke dalam rumah dan duduk di hadapan ibunya. Sambil menangkupkan kedua tangannya, Chase bertanya. "Samantha yang mengirim Mom ke sini?" Nampak raut keheranan di wajah ibunda Chase. "Mom, Samantha pasti marah karena kejadian kemarin, sampai dia mengirim Mom ke sini." Tidak terdengar jawaban apapun dari ibunya membuat Chase menegakkan badannya dan memandang ibundanya. "Betul kan, Mom?" Ibunda Chase menggelengkan kepala perlahan. Chase mengernyit melihat gelengan ibunya. "Istriku tidak pergi menemui, Mom?" tanya Chase dengan kecemasan yang kental mewarnai suaranya. Siapapun pasti bisa menangkap nada saya
Deg!Samantha kebingungan, nge-blank...'Aku yakin banget kan menuju rumah Mama, tadi aku punya alasan masuk akal, kenapa sekarang jadi nggak ada?' Samantha menarik nafas panjang...lalu ingat. "Oh, kan Samantha baru pulang dari Aussie, Ma." "Oh iya, Mama sampai lupa, ini langsung dari bandara ya, maklum Mama udah tua, Sam." Samantha diam saja, tidak membenarkan kalimat ibu mertuanya. "Maafkan Sam, Ma.' batin Samantha, dia merasa bersalah karena tidak bercerita secara utuh tentang apa yang terjadi. "Ma, Sam jemput Tristan dulu ya." "Yukkk.." Sedang mereka berjalan menuju kamar Tristan, Samantha mendadak teringat sesuatu. "Oh ya Ma, boleh Samantha titip ini, Ma?" Ibu mertuanya berbalik dan menatap apa yang Samantha pegang.Jam tangan! "Ini jam tangan siapa?" "Ini jam tangan ayahnya Tristan, Mam. Sejauh ini kami belum berhasil menemukan siapa pemilik jam tangan ini, jadi boleh titip dulu di Mama, mungkin Mama punya cara lain untuk menemukan siapa pemilik jam tangan ini, Ma."
Lebih baik dia akhiri sampai di sini saja paling tidak dia masih bisa pergi dengan kepala tegak tidak sampai hancur habis-habisan walau kenyataannya jauh di dalam hatinya kesedihannya begitu nyata menikam jantungnya menimbulkan kerusakan luka yang dalam. Samantha berdiri di samping Chase. "Chase..." Chase memandangnya dengan sorot yang tidak menampilkan apa yang ada di hatinya. Datar.... Samantha berusaha menebak apa yang sedang Chase pikirkan. Marah? Sedih? Kecewa? Benci? Dia bingung yang dia tahu hanyalah Chase tidak bereaksi atas semua pengakuan dan penjelasannya yang disertai permintaan maaf. Samantha memberanikan diri berjinjit lalu menempelkan bibirnya ke bibir suaminya. Dingin! Bibir Chase sangat dingin. Samantha perlahan bermain dengan bibir Chase, seakan ingin menghantar kehangatan. Selang berapa lama, Samantha berhenti mencium walau tidak.mundur. "Aku ingin meminta maaf, aku ingin kau tahu bahwa kau...berharga bagiku." Chase meneg