Dia telah memotong 120 lidah para pemberontak, sebelum akhirnya membunuh mereka yang berusia muda dan melepaskan mereka yang lanjut usia!
Itulah jawaban yang didapat Yin alias Shun Yuan ketika mencoba mengingat-ingat kesalahan apa yang telah dia perbuat, hingga Dewa Kematian memberikan kutukan keempat kepadanya.
TOK! TOK! TOK!
Suara ketukan pintu tidak membuat Yin mengangkat wajah. Siapa pun yang datang, dia tidak peduli!
Dia sengaja tidak menyalakan penerangan dan membiarkan pintu kamarnya terbuka. Siapa pun bisa langsung masuk untuk melihat keadaannya saat ini.
Suara ketukan pintu lenyap. Digantikan dengan suara langkah bersepatu yang perlahan mendekati Yin yang sedang duduk di lantai. Sang pemilik sepatu itu berhenti di depan Yin. Dia lalu membungkuk kemudian menyodorkan telapak tangannya.
“Selamat tahun baru,” ucap Lu Wan Wan.
Suara merdu itu membuat Yin tersentak. Dia seperti mendengar kicauan burung bernyanyi di tengah malam. Segera saja dia mengangkat wajahnya dengan ragu.
Sebuah wajah oval dengan kedua tulang pipi yang terangkat ke atas dan sedikit gemuk menatap Yin dengan jarak yang sangat dekat, hingga membuat Yin alias Shun Yuan teringat kembali kepada Yue Jing.
“KAU!” hardik Yin dengan tatapan menyalang, membuat Lu Wan Wan berdiri menjauhinya.
Dia yang hendak menyerang dan mengincar leher Lu Wan Wan, justru dikejutkan dengan kehadiran kekuatan tak kasatmata, yang justru menyerang anggota tubuhnya sendiri.
Saat ini, tangan kanan Yin yang terulur itu hanya mampu menangkap udara kosong. Sementara wajah pemuda itu mendadak pucat, seiring dengan adanya sesuatu yang tiba-tba saja menekan batang lehernya hingga membuatnya mengalami sesak napas.
“Arrggghh …!” Yin mengerang. “Ke—kenapa bisa jadi begini? Si—siapa kau sebenarnya?”
Lu Wan Wan yang tidak mengerti dengan apa yang terjadi, hanya mampu menggeleng dan terus melangkah mundur menjauhi pemuda itu.
“Kemari kau!” seru Yin melotot.
Dengan wajah penuh ketakutan dan keprihatinan terhadap kondisi suaminya, Lu Wan Wan memberanikan diri untuk mendekat.
Meskipun jarak di antara mereka hanya tersisa setengah rentangan tangan, namun tetap saja kedua tangan Yin tidak mampu menggapai apalagi mendapatkan leher wanita itu. Dia semakin jatuh dalam keputus asaannya, karena kekuatan tak kasatmata yang melindungi Lu Wan Wan justru semakin menekan lehernya sendiri.
“Arrgghh ...! Jangan harap ka—kalian bisa mem—membunuhku untuk yang kedua kalinya ...!” erangnya sambil menatap Lu Wan Wan dengan penuh kemarahan.
Melihat tingkah laku Yin yang ganjil, membuat Lu Wan Wan ketakutan. Dia bergegas lari meninggalkan kamar dan tanpa sengaja menjatuhkan tas kertas yang dibawanya.
Seiring dengan kepergian istri sang pemilik tubuh baru itu, kekuatan tak kasatmata yang sejak tadi menekan batang leher Yin juga ikut lenyap. Tubuhnya yang hampir kehilangan pasokan oksigen itu mendadak jatuh ke lantai.
BUGH!
Sepasang mata Yin yang kecil itu langsung menatap nanar kedua telapak tangannya yang terbuka. Pada detik itu juga, dia mulai menyadari sesuatu.
“Aku dan istri pemilik tubuh baru itu ternyata memiliki ikatan yang sangat kuat. Apakah dia Yue Jing atau bukan, tapi yang pasti … jika aku membunuhnya, maka aku juga akan mati," gumamnya sambil tertawa lirih.
"Ini adalah lelucon terburuk yang pernah kau berikan padaku, Dewa Kematian.”
***
Tujuh hari kemudian.
Sejak malam kejadian itu Yin dan Lu Wan Wan tidak saling bertemu. Putri bungsu Keluarga Lu itu lebih banyak menghindari interaksi dengan siapa pun. Dia lebih suka mengurung diri dalam kamarnya yang ada di lantai dua setengah.
Sebenarnya setengah lantai yang digunakan Lu Wan Wan adalah ruang kecil yang diberikan Lu Dong kepadanya ketika mereka baru saja pindah setelah Kakek Lu Bei meninggal. Padahal ada kamar lain yang lebih luas, daripada kamar yang dia tempati saat ini.
Dengan atap langit yang miring dan jendela yang lebar, membuat Lu Wan Wan lambat laun menyukai kamar kecil tersebut. Dengan mudahnya dia keluar masuk melalui jendela, lalu duduk di atas genting sambil menikmati suasana malam yang sepi untuk melihat apa yang dilakukan oleh manusia-manusia munafik itu dari atas.
Tanpa Lu Wan Wan sadari, hampir setiap malam setelah membersihkan rumah, Yin memperhatikan keberadaan wanita itu dari jendela kamarnya.
“Apa yang harus kuperbuat dengan kitab hitam dan potongan kertas bergambar ini?” gumamnya.
Yin menyebut buku harian dari pemilik tubuh barunya itu adalah kitab!
Karena bentuk buku harian itu memang seperti kitab tebal bersampul hitam. Dia mendapatkan buku tersebut dari dalam tas kertas yang tidak sengaja dijatuhkan Lu Wan Wan kala itu.
Selain buku harian, di dalam tas kertas itu juga terdapat potongan artikel berita yang mengisahkan tentang kecelakaan mobil yang terjadi di atas Jembatan Sungai Yang Tze tiga bulan lalu, sebuah benda kecil yang memiliki layar dan mampu menghasilkan berbagai macam tulisan jika disentuh, lalu segelas mie instan, serta minuman kaleng.
Yin baru menyadari, bahwa sebenarnya Lu Wan Wan berniat baik malam itu. Istri dari pemilik tubuh barunya itu ingin memberinya makanan, tetapi dia malah membuat keadaan menjadi berantakan!
Melalui buku harian itulah, akhirnya Yin alias Shun Yuan memahami kondisi yang terjadi pada pemilik tubuh barunya.
Mulai dari masa kecilnya ....
Pemilik tubuh baru itu selalu dibully di panti asuhan maupun di sekolah, pendidikan sarjana yang terpaksa dia korbankan untuk kepentingan operasional panti, vonis Dokter Bert yang mengatakan bahwa usianya tidak akan mencapai 27 tahun karena penyakit jantung bawaan yang dia derita.
Lalu Perpustakaan Shanghai—satu-satunya kantor layanan publik yang mau menerima dirinya yang tidak fasih berbicara.
Juga perasaan pemilik tubuh baru terhadap Lu Wan Wan, yang hanya menganggap putri Keluarga Lu itu sebagai majikan.
Pemilik tubuh baru itu juga merindukan Zhi Zhi—teman masa kecilnya yang selalu melindunginya. Hingga ada seseorang dan sekelompok orang yang terus mengintai dan mengejarnya tanpa henti.
Siapa mereka?
Yin alias Shun Yuan itu tidak tahu, karena hingga halaman terakhir tidak ada penjelasan apa-apa lagi dari pemilik tubuh barunya.
Akan tetapi, Yin menemukan sesuatu yang lain.
Sebuah benang merah yang kira-kira membuat dirinya dan pemilik tubuh baru itu saling terhubung, yaitu sebuah potret lama yang ditempel pada sampul belakang buku harian.
Potret itu adalah gambar dirinya di masa lalu “Jenderal Besar Dinasti Qing—Shun Yuan”
“Aku ingin menjadi seperti dia. Memiliki setengah keberanian, setengah kekuatan, setengah kekayaan, dan setengah kecerdasannya. Seandainya saja ada keajaiban di dunia ini, aku ingin hidup kembali menjadi Jenderal Besar Shun Yuan.” Itu adalah kata-kata yang tertulis pada sampul belakang buku harian tersebut.
Lalu di bawah kalimat yang panjang itu tertulis kata-kata lain.
“Tolong! TOLONG AKU!” yang sepertinya adalah permohonan dari si pemilik tubuh baru.
Baru saja Yin alias Shun Yuan itu menyadari kalau ada orang lain yang menginginkan nyawa si pemilik tubuh baru, dia malah dikejutkan dengan sebuah suara yang tiba-tiba berbunyi di dalam kamar.
TING!
Pandangan Yin langsung tertuju pada sebuah benda kecil berlayar yang ditinggalkan Lu Wan Wan. Tampak sebuah kalimat tertulis di sana.
“Selamat! Saldo WeChat Pay Anda telah terisi 200 Yuan!”
“Kau tak perlu melakukan hal itu, Ma Zimo!”Kehadiran suara bariton yang mendadak terdengar di dalam ruangan, membuat Ma Zimo dan Asun terkejut. Mereka lantas mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan yang ada di lantai dua.Embusan angin yang hendak menyambut datangnya fajar telah menerbangkan beberapa lembar kain gorden yang menutupi jendela yang terbuka. Tampak sesosok bayangan bersembunyi di balik kain putih yang menjuntai hingga ke lantai. Asun langsung membidikkan senjata apinya pada bayangan tersebut.DOR!DOR!DOR!Seharusnya satu tembakan, namun yang terdengar justru tiga letupan senjata api. Ujung senapan M2 mendadak mengepulkan asap tipis, sedangkan Asun yang sebelumnya berdiri tegak untuk melindungi Ma Zimo mendadak roboh dengan sebuah timah panas yang bersarang di dada kirinya.“Hah?” Mulut Ma Zimo menganga ketika melihat tubuh orang kepercayaannya terkapar tak bernyawa.Yin memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Sambil meniup ujung senjata apinya y
M2 yang malam itu sedang bertugas menjaga pintu gerbang tempat kediaman Keluarga Ma tampak lari tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah. Sebuah kotak kardus yang lebih besar daripada kotak sepatu berada dalam tangannya.Dia berlari mendapatkan Ma Zimo dan Asun yang saat itu sedang berdiri di balkon lantai dua.“Lapor, Tuan. Ada sebuah paket untuk Anda.” M2 berucap sambil menyerahkan kotak kardus tersebut.Ma Zimo tak langsung menerima. Pria paruh baya itu justru mengernyit menatap kotak coklat yang masih tersegel rapi. Memang benar, pada salah satu bagian kotak terselip namanya tanpa nama pengirim.Aneh, pikir Ma Zimo. Lantas dia menyuruh Asun untuk membuka kotak tersebut.“Kurang kerjaan saja! Siapa yang mengirim paket pada dini hari seperti ini?” Asun menggerutu, sementara kedua tangannya telah bersiap hendak menyobek segel kardus dengan menggunakan sebuah anak kunci.“Aku tidak tahu,” jawab M2 yang melihat segel kotak tersebut terlepas.Bau amis yang menusuk langsung menyeruak dan meny
“Beraninya kalian Keluarga Ma mempermainkan Black Dragon!” geram Black Dragon dengan tatapan matanya yang menyalang tajam. Kepalan tangannya hampir saja membuat ponsel yang ada dalam genggaman tangan menjadi remuk redam.“A—apa maksud, Anda?” Ma Jia Wei tampak kebingungan. “Keluarga Ma tidak pernah mempermainkan siapa pun.”Pria berwajah dingin itu lantas memberikan ponselnya kepada Ma Jia Wei melalui salah seorang anak buahnya. Keterkejutan langsung melanda putra Ma Zimo.Dengan tangan dan tulang rahangnya yang gemetar, Ma Jia Wei pun berkata, “Tidak … ini sangat tidak mungkin. Sepupuku itu … dia tidak pernah ditemukan. Anda jangan mempercayai bualan orang yang tak jelas!”“Apa maksudmu?” Suara Black Dragon terdengar jauh lebih berat dari sebelumnya.“Ma Yin Fei telah menghilang selama dua puluh tahun lebih. Tidak ada seorang pun yang tahu, bagaimana rupa dan bentuk tubuhnya. Mungkin saja dia … sudah mati, karena penyakit jantung bawaannya. Atau … atau jika dia masih hidup, dia tidak
Ma Jia Wei yang berdiri lima langkah dari tempat Black Dragon itu menjadi terkejut, karena belum pernah dia mendapatkan perlakuan seperti ini dari seseorang.Kebanyakan justru orang-orang itulah yang memberi hormat kepadanya lebih dulu, bukan sebaliknya. Sayangnya, dia baru menyadari, kalau Shanghai Night Paradise bukanlah daerah kekuasaan Group Ma. Maka dengan sedikit membungkukkan badan, Ma Jia Wei akhirnya berkata, “Karena aku tidak mengerti kebiasaan kalian, jadi maafkan aku. Salam, Black Dragon.”Black Dragon hanya menyunggingkan senyum. Gestur tubuh yang diperlihatkan Ma Jia Wei itu tidak luput dari pengamatannya. Sungguh pria muda yang berdiri di hadapannya sambil mengenakan tuksedo hitam itu tidak memiliki adab dan sopan santun sedikit pun.Kehormatan serta nilai yang pernah Black Dragon berikan pada Ma Zimo, mendadak dipangkasnya menjadi setengah. Dengan tetap menampilkan wajah dan sorot mata yang dingin, dia mengayunkan dagunya ke arah Ma Jia Wei.“Apa yang membawamu kemar
Asun tahu, kalau seorang diri tidak akan mampu untuk menemui apalagi melawan kelompok mafia bawah tanah seperti Black Dragon. Pria paruh baya itu harus mengandalkan kemampuan tuan besarnya yang masih merupakan pemimpin keluarga kaya nomor satu se-Shanghai.“Bagaimana, apa kalian berhasil?” tanya Ma Zimo dari balik ponsel.Dengan sangat hati-hati Asun mulai berbicara. “Tuan, kita sedang menghadapi masalah.”Ma Zimo yang mendengar hal itu, lantas bangkit berdiri. Kelopak matanya yang kecil membeliak. “Masalah apa?”“Tuan, anak buah Black Dragon berhasil membawa pergi penipu itu,” jawab Asun.“Black … Dragon?” “Anda tidak salah dengar, Tuan.”Tidak ada kata umpatan yang keluar dari bibir Ma Zimo, karena sebenarnya pria paruh baya itu juga enggan berurusan dengan Black Dragon.Sebisa mungkin, Ma Zimo hanya akan menggunakan kekuatan anak buahnya sendiri untuk menekan saingan bisnis serta memperluas kerajaannya. Bukan karena dia takut, tetapi pria berperut buncit itu tidak sudi berbagi k
Malam masih belum berakhir. Setelah aksi bungkam yang dilakukan Feng Siyu di kantor polisi pusat, maka Kapten Chang dan beberapa anggota kepolisian akhirnya memindahkan pemuda itu ke kantor kejaksaan untuk menjalani interogasi tingkat lanjut.Pihak kejaksaan memutuskan untuk mengambil alih semua kasus yang melibatkan Feng Siyu, karena saking banyaknya perkara pidana dan perdata yang dituduhkan padanya. Pria yang memiliki bekas jerawat di wajah itu bukan hanya terlibat dalam kasus penggelapan dana, pencurian identitas, namun juga ada sangkut pautnya dengan kematian Ma Shin Fei serta percobaan pembunuhan yang dia lakukan terhadap Yin. Namun, rencana Kapten Chang tidak semulus yang dikira.Iring-iringan kendaraan polisi yang baru saja menempuh setengah perjalanan itu terpaksa berhenti, karena kehadiran dua mobil van putih yang tiba-tiba menghadang dan menghalangi. Ciiiitttt …!Suara rem yang diinjak secara mendadak hingga sampai mengeluarkan percikan api di jalan raya beraspal, membu