Share

Bab 07 : Beta Romeo Yang Cemburu

Romeo jelas-jelas sudah sangat menahan emosi dengan kedekatan Rena juga adiknya, Jordan. Bisa-bisanya dengan tatapan polos ia menggoda Jordan hingga membuat pria itu seperti kucing menggemaskan. Ditambah melihat tingkah laku dua-duanya yang sangat memuakkan. Jordan tak main-main dengan perkataannya sedari awal, bahkan dengan ketidaksiapan Romeo akan aksi Jordan itu sendiri. Ia tak ingin adiknya masuk dalam kenaifan perempuan itu.

Ia belum sepenuhnya percaya akan Rena meskipun sudah bertahun-tahun tinggal di Istana. Romeo sedari dulu sudah merasakan hal janggal, apa yang membuat Rena tersesat hingga memasuki wilayahnya. Perkataan Wendy kemarin kembali mengusik pikirannya. Benar dengan perkataan Wendy, dan semua orang pasti berasumsi seperti itu.

Mengapa perempuan itu ada di sini?

Ke mana seluruh anggota keluarga?

Kenapa Rena tak menemui keluarganya lagi?

Ataukah yatim piatu?

Mungkin, pertanyaan dalam diri Romeo bisa menjadi pernyataan yang sebenarnya. Ia melihat bagaimana Rena dengan kepolosan atau kebodohan yang Romeo tak paham bagaimana menjelaskannya. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri adegan memuakkan, Jordan mengusap kepala Rena saat matanya bisa melihat dengan jelas kedua orang itu membeli camilan. Tangannya mengepal, membuat Jade ingin mengamuk seketika.

“Rome, ayo masuk.” Gania dengan lembut menggandeng tangannya, mengajaknya untuk memasuki bioskop.

“Kau yakin ini film yang tidak membosankan?” Romeo menaikkan alisnya saat melihat wajah ceria Gania yang berada di samping kanannya. 

“Aku berani bertaruh, kau akan sangat menyukai film ini.”

“Aku pegang kata-katamu.” Romeo melepaskan tangan Gania yang sedari tadi bergelayut manja. Ia sudah menganggap Gania seperti adiknya sendiri.

Tapi ini menjadi hal yang menarik saat Rena menyaksikan kedekatan mereka berdua, seakan ada perasaan senang saat melihat manik cemburu itu terpampang di mata cokelat Rena. Dan Romeo menyukainya. Romeo menyukai saat di mana Rena membuang muka untuk tidak melihat apa yang ada di sekitarnya dan memilih mencari objek lain.

Matanya menutup saat penciumannya yang tajam semakin menghirup aroma memabukkan, aroma yang sedari tadi ada di sekelilingnya. Bisakah ia mencium aroma ini untuk dirinya sendiri selama sepanjang usia?

Tapi itu tidak berlangsung lama, saat melihat wajah Rena yang tak seperti biasanya terdapat di depan muka. Wajah itu memancarkan kebahagiaan yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Dan itu bukan karena dirinya. Romeo menajam saat melihat mimik muka Rena yang berubah tegang.

Ya, Moongoddess! Apa perempuan itu tak pernah merasa ada yang salah dalam tubuhnya karena terlalu bahagia hari ini?

Noda itu memang belum sepenuhnya tembus, tapi penciumannya yang sangat tajam bisa merasakan semua. Apalagi Rena yang memakai baju putih, ia semakin yakin bahwa sesuatu hal yang tidak menyenangkan itu akan meninggalkan bekas.

Mengapa perempuan ini ceroboh sekali! geram Romeo.

Romeo semakin memperhatikan pergerakan Rena yang ada di sebelah kirinya, ia tahu Rena gugup dan mereka tak pernah sedekat ini.

“Milikmu, juga Beta Romeo.” Tangan Rena yang memberikan minuman kepada Gania.

Kenapa tak langsung memberikan padaku! Romeo semakin geram dengan kelakuan Rena yang tak menganggap dirinya.

“Rome!” Gania akhirnya memberikan sendiri minuman itu. Anggur menjadi favoritnya. Ternyata Rena membelikan minuman kesukaan dan ia tahu pasti perempuan itu membeli minuman yang sama juga.

Setengah pemutaran film, Romeo benar-benar tak bisa fokus pada video yang sedang ditayangkan. Sebab, pasangan yang di sebelahnya sedang mabuk kepayang karena kencan pertama kali, terlebih film yang ditayangkan benar-benar membuatnya naik darah. Mengapa Gania membeli tiket untuk menonton film yang sama sekali tak ia suka. Romantis.

Romeo semakin berdegup kencang saat melihat mata Jordan melihat Rena dengan tatapan memuja. Mereka benar-benar hilang akal, dan membuat ia semakin kesal. Jika sedikit lagi ia tak bertindak, mungkin bibir Jordan sudah mendarat tepat di bibir wanitanya.

Wanitanya?

Ia juga hilang akal seperti pasangan yang dimabuk kasmaran itu ...

Kenapa Rena dimatanya menjadi terlihat murahan.

Romeo menggeleng dan pergi dari dalam bioskop tak lupa menginjak pelan kaki perempuan itu. Ia ingin menenangkan pikirannya sebentar, setelah itu ia masuk lagi dan tak ingin kecolongan untuk meninggalkan Rena.

Dibuang bekas minuman tadi dan membeli yang baru. Ia menjadi teringat keadaan Rena. Bergegas membeli sesuatu yang sebenarnya memalukan untuk para pria, tapi Romeo menebalkan muka. Ia bersikap acuh terhadap orang-orang yang memandang dirinya aneh. Kebingungannya tak sampai di situ, kepalanya benar-benar ingin meledak saat sudah sampai di jajaran rak minimarket yang terdapat di samping bioskop.

"Yang ini bersayap, yang ini tidak? Terus apa yang membuat beda?" Bermonolog, Romeo menaruh kembali bungkusan yang berbeda jenis itu di tempatnya dan mengambil yang lain.

“Malam dan ini siang.” Bungkusan yang sebenarnya sama tapi berbeda bagi Romeo.

“Kenapa panjangnya juga berbeda!” Akhirnya dengan kasar ia mengembalikan seluruh bungkusan itu dan berjalan ke meja kasir. 

“Bisakah kau memberiku sesuatu?” tanya Romeo pelan membuat wanita penjaga kasir itu mengerutkan keningnya.

“Bisakah Anda berbicara sedikit keras?” Dengan sopan kasir wanita itu tersenyum.

“Sesuatu untuk menyerap yang cair semacam spons. Namun, sepertinya lebih tipis." Masih dengan nada pelan tapi cukup terdengar. Ia malu sebenarnya karena sudah ada pria yang mengantre di belakangnya.  

“Aku tidak paham apa maksudmu, Tuan. Bisa kau beritahu bagaimana ciri-cirinya?”

Romeo semakin tak mengerti. Ia bahkan tak pernah melihat bagaimana isi bungkusan itu. Seketika ia melihat perut kasir itu yang sedikit membuncit. “Sebelum kau hamil, kau pasti mengalaminya setiap bulan. Dan itu terjadi sekitar kurang lebih seminggu, itu yang aku tahu.” Romeo menipiskan bibirnya saat melihat wajah kasir itu masih berpikir.  

“Oh, apa yang kau maksud dari tadi adalah pembalut?”

Tawa kecil dari belakangnya membuat Romeo semakin malu tapi ia bisa mengatasi itu dengan menatap tajam kasir untuk cepat memberikannya.

Sang kasir semakin mengulum senyum. Akhirnya ia mengetahui apa yang diinginkan pria tampan ini. “Tuan ingin yang bersayap atau tidak? Malam atau siang?”

Pertanyaan yang membuat Romeo semakin frustrasi dan menyisirkan rambutnya dengan jari-jari. “Terserah kau ingin memberiku yang mana. Aku tidak mengerti soal itu!” Agak sedikit keras Romeo berkata membuat kasir itu dengan cepat menyiapkan apa yang Romeo inginkan.

“Menyebalkan!”

Demi Moongoddes, ia tak akan pernah menginjakkan kaki ke mal ini lagi. Itu sumpahnya. Dengan cepat ia masuk kembali ke bioskop tak lupa menyimpan bungkusan itu di jaketnya yang lumayan besar.

“Kau dari toilet?”

Romeo hanya mengangguk, tak ingin ada perbincangan serius. Ia masih malu pada dirinya sendiri.

Hampir dua jam film tayang, dan itu menurutnya adalah membuang-buang waktu. Ia lebih baik bertarung dengan serigala liar daripada duduk tenang di tempat gelap dengan adegan menjijikkan di depannya. 

Lampu bioskop tiba-tiba kembali terang membuat semua orang yang ada di ruangan turun mencari pintu keluar. Apakah seperti ini cara pria romantis untuk menyenangkan hati seorang wanita yang disayanginya? Romeo menghela napas. Ternyata ia bukan tipe pria seperti itu.

Romeo mendengar saat Jordan meminta izin untuk ke toilet begitu juga dengan Gania. Ia yang sedari tadi diam saja karena mencoba menutupi area belakang Rena yang sudah kelihatan dari jarak dekat.

Dibukanya jaket hitam besar dan memberikan simpul pada pinggang Rena membuat tubuh bagian belakang perempuan itu tertutup semua. Romeo yakin muka Rena sudah memerah karena perbuatannya, tapi ia juga tak ingin Rena mempermalukan dirinya sendiri. Untung saja ia tadi berinisiatif memakai jaket walaupun cuaca agak sedikit tak bersahabat karena pergantian musim.  

Setelah memberikan bungkusan plastik berwarna putih, Romeo melihat Rena tergopoh-gopoh mencari toilet. Ia tak bisa memungkiri untuk tertawa saat melihat wajah Rena yang pucat pasi karena sudah mengerti apa maksudnya.  

***

Setelah berganti pakaian dan merasa bahwa tidak ada yang aneh pada dirinya, Rena akhirnya mengembalikan jaket itu pada Romeo tapi ditolak oleh pria itu. “Pakai saja, lagi pula bajumu tidak bisa menghangatkanmu.” Kalimat yang membuat Rena tersipu.

Jordan yang hanya melihat perlakuan kakaknya hanya berdecap. “Lepaskan saja, Ren. Kau bisa memakai milikku untuk menghangatkan tubuhmu.” Kalimat ambigu yang keluar dari mulut Jordan membuat mata Rena terbelalak.

“Aa—apa maksudmu?” Rena berbata.

Jordan yang salah akan berkata-kata hanya menggaruk tengkuknya gatal.

Gania menghentikan percakapan mereka dan melihat ponselnya. “Bagaimana kalau kita ke Munich? Bukankah hari ini sudah dimulai Oktoberfest?” pekik Gania semangat.

Oktoberfest adalah festival yang diadakan di Munich Jerman untuk menyambut musim gugur. Biasa dilaksanakan sekitar akhir bulan September dan awal Oktober. Banyak wisatawan yang berkunjung dan itu tak hanya warga Jerman, warga negara tetangga pun ikut merayakan. Ada banyak bir yang mengandung alkohol menjadi menu utama dalam festival ini. Dan masih banyak acara lainnya seperti arena bermain, juga musik.

“Aku bahkan lupa jika festival itu sudah dimulai.” Jordan menimpali.  

“Bagaimana, Rome?” Gania meminta persetujuan.  

Romeo mengangguk dan menipiskan bibirnya, ia juga sudah lama tidak ikut festival itu.

“Tapi bukankah itu sangat jauh, kita bisa malam sampai pack.” Rena memberikan pendapatnya. Ia tak bisa berlama-lama di luar istana mengingat Luna Irene selalu mencari dirinya.

“Luna Irene sudah berangkat tadi pagi, jika kau sudah lupa,” ucap Romeo memandang tajam Rena.

Rena tak bisa memberikan alasan apa pun lagi,  Romeo sudah mengerti maksudnya. “Apa aku punya pilihan lain?” Rena tersenyum pada Jordan yang sedari tadi menatapnya penuh harap.

“Tenang saja, Baby. Kau aman bersamaku,” ucap Jordan membuat Romeo tersedak.  

***

Lebih menikmati acara, mereka berempat berganti kostum yang sudah disiapkan. Untuk para perempuan memakai kostum tradisional bernama dirndl sedangkan pria bernama lederhosen. Rena semakin cantik dengan pakaian itu, perpaduan antara wajah Asia dan Eropa membuat ia menjadi sorotan di muka umum. 

Jordan dan Rena tertawa saat mereka semua menari bersama mengikuti alunan musik nan keras. Rena semakin yakin, ini adalah salah satu hari terbaiknya.

Romeo menatap Rena seharian ini, diliputi rasa cemburu yang menggebu membuat ia diam saja sedari tadi bahkan saat Gania mengajaknya bicara.

“Sebentar lagi acara minum bir-nya.”

Menempati tempat duduk masing-masing membuat Rena berhadapan dengan Romeo. Perempuan itu tersenyum kikuk, tapi kepalanya masih bergoyang mengikuti irama.

Seorang bar tender membawakan banyak gelas besar di masing-masing tangannya memberikan pada wisatawan termasuk mereka berempat. Romeo menikmati rasa pahit yang ada di gelasnya, ia merasakan minuman terenak ini lagi begitu juga dengan Jordan dan Gania. Sedangkan Rena masih menatap gelasnya, ia tak pernah meminum minuman seperti ini.

“Kenapa tidak kau coba?” Jordan menyodorkan gelas Rena membuat perempuan itu menggeleng.  

“Aku tidak pernah minum.”

“Minuman ini tidak akan membuatmu mabuk.”

“Aku tidak mau, Kak. Jangan paksa aku.” Rena menjauhkan gelasnya, seketika bir itu diminum Romeo.

“Jangan memaksa jika ia tidak mau, Adik.” Tekanan yang Romeo berikan membuat Jordan meringis.

“Maafkan aku, Rena.”

Rena memaklumi, mungkin Jordan hanya ingin membuat dirinya senang. Jam demi jam tak terasa, bahkan sekarang sudah hampir tengah malam tapi para pengunjung tidak juga berkurang. Tapi mereka berempat memutuskan untuk pulang, Romeo juga tak enak pada Alpha Nickholas karena sudah meninggalkan pack seharian ini.

Romeo melemparkan kunci mobilnya pada Jordan. “Kau yang menyetir aku ingin beristirahat di belakang. Seharian tadi aku sudah menjadi sopir kalian.” Melihat Rena dan Gania yang sudah terlebih dulu masuk mobil membuat Jordan mendengus.

“Baik, Tuan.” Jordan mendengus. Sebenarnya ia juga lelah tapi ia tak bisa seenaknya juga mengingat kakaknya yang sedari tadi menyetir.  

Suasana di mobil membuat Rena canggung. Bagaimana tidak, Jordan sudah berpindah posisi menjadi Romeo sedangkan Gania di depan sana sudah menyandarkan tubuhnya tak peduli sekitar. Rena semakin memojokkan tubuhnya di dekat pintu karena melihat badan besar Romeo yang hampir memenuhi setengah mobil. Apalagi tubuh pria itu yang menyamping membuat udara di mobil seketika pengap.

Rena mengamati jalan yang hanya dihiasi lampu jalanan. Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari tapi mereka belum juga sampai di pack. Memang membutuhkan waktu yang tak sebentar antar jarak Munich dan Black Forest, hampir empat jam dilalui jalur darat. Rena sedikit menyandarkan tubuhnya saat sudah tak tahan lagi untuk terjaga, seperti ada alunan musik yang memenuhi gendang telinga untuk membuatnya terlelap.

Sepertinya baru sebentar ia memejamkan mata tapi lagi-lagi dahinya terantuk benda keras membuat semua orang yang ada di mobil terjaga.

“Ada apa, Jordan?!” teriak Romeo saat ia juga terbangun mendadak.

“Vampir.” Jordan berkata pelan.

Romeo yang seketika menjadi waswas menatap sekitar, padahal ia sudah ingin memasuki Black Forest tapi mengapa ada saja rintangannya. Dengan cepat Jordan dan Romeo keluar dari mobil membuat dua makhluk pengisap darah di depannya menyeringai.

“Apa mau kalian?” Nada santai Romeo membuat dua makhluk bermuka pucat itu terbahak.

“Kalian membawa makanan?” tanya vampir yang memakai hoodie hitam masih menyeringai.

“Kami tidak membawa makanan.” Romeo berjalan ke depan kap mobil agar ia bisa mengetahui gerak-gerik kedua makhluk itu begitu pun dengan Jordan.” 

“Tapi kami mencium bau darah segar di sini.” Dengan mulut yang masih menampakkan taringnya, vampir itu semakin mengendus ke sisi mobil Romeo begitu juga temannya.

Tanpa diketahui Romeo, Rena dan Gania keluar dari mobil melihat apa yang sebenarnya terjadi mengapa kedua pria itu tidak cepat kembali.

“Apa yang sebenarnya ter—”

“Cepat masuk, Rena!" teriak Romeo melihat tatapan vampir itu sudah berpaling menghadap Rena. Rena semakin pucat pasi Dengan cepat ia membuka pintu mobil tapi tertahan karena sesuatu.

“Kau milikku, Manis,” seringai vampir ber-hoodie itu membuat Rena bergidik apalagi tangannya disentuh oleh makhluk pengisap darah.

Romeo tak tinggal diam dengan cepat ia menghampiri vampir itu dan menarik kerahnya. “Dia bersamaku, Mayat Hidup!” desis Romeo.

“Cepat bawa Gania dan lari sejauh mungkin!” Mindlink Romeo diangguki Jordan, membuat Jordan dengan cepat berubah menjadi serigala dan membawa Gania di punggungnya. Vampir yang satunya lagi tak menyia-nyiakan  kesempatan, ia dengan gencar meraih Jordan yang entah ke mana.

“Lepaskan tanganmu, Sialan!” geram Romeo saat sudah melihat mimik wajah Rena yang meringis kesakitan. Ia yakin nanti cengkeraman di pergelangan tangan Rena akan menciptakan bekas.

Dengan cepat Romeo mengentakkan tubuh vampir itu ke tanah membuat sang empunya meringis. Rena semakin beringsut ke sisi mobil membuat Romeo memeluk Rena kuat.

Romeo menatap Rena dalam ia tak ingin membuat perempuan ini ketakutan. Bagaimana pun caranya ia pasti akan menyelamatkan mereka berdua.

Rena menggeleng saat melihat pergerakan vampir itu yang tiba-tiba akan melukai Romeo dari belakang.  

"Ti—tidak ... tidak ... jangan!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status