Share

A&B Guard

Pukul empat pagi.

Andy berkemas. Segala benda keperluannya dimasukkan ke dalam ransel berukuran sedang. Barang-barang yang tak berguna, ditinggalkannya begitu saja. Sebelum benar-benar pergi, Andy menyisir pandangannya ke segala sisi di kamarnya. Kamar ini sudah menjadi rumah baginya selama beberapa tahun terakhir.

Ada sesuatu yang tertinggal dalam batinnya saat ia benar-benar sadar bahwa hari ini adalah hari terakhirnya berada di sini.

Ponsel di sakunya bergetar. Ada sebuah panggilan masuk dari Pak Leo.

“Sudah siap?” tanyanya di seberang sana.

“Hmm.”

“Kalau gitu, kamu bisa turun sekarang. Saya sudah ada di bawah.”

Ia bergegas mengunci pintu kamar dan meletakkannya di bawah serta menuliskan surat kepada pengurus kos.

Barang-barang yang ada di dalam, bisa digunakan penyewa selanjutnya.

                                                                                    Andy

Saat ia sudah turun ke bawah, sebuah mobil hitam dengan mesin menyala sudah menunggunya.

 “Kita harus ke A&B Guard terlebih dahulu. Di sana, Pak Hasan sudah menunggu. Ada tiga pengawal yang akan pergi bersamamu,” jelas Pak Leo sambil menjalankan mobilnya.

“Tiga pengawal?” Dahi Andy berkerut. Sebab kemarin ia sama sekali tak diberitahu bahwa akan ada tiga orang yang pergi bersama.

“Iya, kalian berempat akan pergi bersama. Tapi tenang saja, mereka tidak tahu. Mereka hanya pengawal biasa. Tapi, usahakan, jangan sampai membuat mereka curiga.”

Andy mengangguk paham.

Mobil hitam itu berjalan. Menerabas jalanan yang masih gelap. Di tepian, sesekali hewan seperti anjing dan kucing nampak berjalan sendiri di dalam gelap.

Pemandangan di sisi kiri Andy perhatikan lekat-lekat. Sudah lama ia tak keluar dari kamar kosnya. Sudah lama juga ia tak melihat suatu keadaan yang sunyi dan tenang seperti sekarang ini. Ia akan pindah kota dan hidup sebagai orang lain.

Di sampingnya, Pak Leo tetap diam sambil fokus dengan kemudinya. Setengah jam berlalu, mobil mulai berkelok dan melewati gapura selamat tinggal.

Lampu mobil nampak lebih terang ketika melintas di deretan pepohonan yang rindang. Di jalan ini, tak ada lampu penerang di kedua sisi. Benar-benar hanya mengandalkan lampu mobil saja. Perjalanan panjang menuju perusahaan A&B Guard membuat mereka mencari rute tercepat untuk tiba.

“Andy...” Pandangan Pak Leo tetap lurus ke depan. Kecepatan mobil yang sedang dikemudikannya saat ini sudah mencapai 100km/jam.

“Ya, Kapten?”

“Jangan pernah berpikir kalau kamu sendirian. Penyamaran ini kita lakukan bersama-sama. Saya tidak akan membiarkan kamu sendiri.”

“Saya tahu itu, Kapten.”

“24 jam,”katanya lagi, “saya akan selalu memantau lokasi kamu. Saya tidak akan membiarkanmu ada di dalam bahaya.”

“Ya, Kapten.”

“Terakhir. Bekerjalah dengan maksimal. Banyak orang yang telah memperjuangkan posisimu saat ini. Banyak orang yang berharap penyamaranmu ini berhasil. Banyak orang yang terluka karena tindakan Adimas. Harapan kami ada padamu.”

“Bisa Kapten jelaskan bagaimana nanti rencana kita?”

“Saya belum yakin dengan rencana yang sudah saya susun. Akan tetapi, garis besarnya adalah usahakan kamu melaporkan semua kejadian yang terjadi di rumah itu. Terlebih kegiatan yang berhubungan langsung dengan Adimas. Seiring informasi yang akan kamu temukan di sana, segala yang tidak mungkin, bisa saja terjadi.”

“Bangun pertemanan sebaik mungkin. Jangan sampai ada orang yang curiga dengan rencana kita. Sebab, jika satu gerakan saja mengendus rencana ini, tamatlah riwayatmu, menyusul dengan kita semua,” tutup Pak Leo.

***

Gedung-gedung tinggi mulai nampak. Langit yang semula gelap di awal perjalanan, mulai membiru. Tak ada lagi deretan pohon rindang. Yang ada adalah kota maju yang berpacu pada ruang dan waktu.

“Apakah rencana kita akan berhasil?” tanya Andy. Muncul keraguan di benaknya.

“Saya jamin rencana kita akan berhasil jika kamu tetap fokus dan jaga emosi. Memang berat, tapi semua itu akan setimpal dengan hasil yang kita dapatkan. Ingat, bukan orang kuat yang mampu mengalahkan dunia, tetapi orang yang mampu mengendalikan dirinya sendirilah yang menghalau apa pun di hadapannya. Membunuh Adimas tanpa mengetahui rencana dan segala pekerjaannya, hanya akan memperkeruh suasana. Kita tidak akan mendapatkan informasi apa-apa.”

Dari perempatan terakhir yang mesti mereka lalui, nampak gedung berlantai enam belas yang bertuliskan A&B Guard. Perusahaan besar yang kerap menyuplai pengawal untuk para pejabat dan orang-orang terkenal.

Mobil Pak Leo memasuki gerbang, melandai turun menuju parkiran yang berada di basemen. Sudah ada tiga orang berpakaian serba hitam dan satu orang mengenakan jas abu-abu serta kacamata bertangkai logam, umurnya diperkirakan lebih dari lima puluh tahun.

Pak Leo segera turun dari mobil dan segera diikuti Andy.

“Bagaimana kabar Anda, Pak Hasan?” Pak Leo membuka percakapan serta menjulurkan tangan kanannya.

 “Sangat baik.” Hasan menyambut tangan kanan Pak Leo. “Bagaimana di perjalanan? Macet?”

“Jalanan cukup bersahabat hari ini.”

“Baiklah. Kalau begitu, mereka berempat bisa pergi sekarang? Saya sudah berjanji pada Adimas agar mereka tiba di sana sebelum pukul 8.”

Pak Leo memberikan kunci mobilnya kepada Andy. “Pergilah, mobil ini milikmu sekarang.”

***

Andy bersama tiga pengawal yang dibawa oleh Hasan, bergegas menuju kediaman Adimas. Ia mengemudikan CR-V hitam itu dengan kecepatan tinggi. Suasana di dalam mobil sangat hening.

Bising suara mesin yang dipacu kecepatannya menjadi satu-satunya latar suara yang menemani perjalanan mereka. Andy tetap fokus pada jalan yang ada di depannya.

 Tak ada yang mau memulai obrolan lebih dulu sampai ia yang duduk di kursi belakang sebelah kanan memperkenalkan diri.

“Nama saya Dave.” Pria bertubuh paling berisi di antara mereka berempat memperkenalkan diri.

“Saya Hendri.” Kini giliran sosok di sebelah Dave yang memperkenalkan diri. Tubuhnya paling pendek di antara mereka berempat,

“Saya Tama.” Lelaki di samping Andy ikut memperkenalkan dirinya.

“Saya Liam,” ucap Andy dengan tatapan fokus ke depan.

Waktu terus berpacu, sesuai perjanjian, mereka sudah harus tiba di kediaman Adimas pada pukul delapan.

***

“Apa benar ini jalannya?” tanya Dave. Ekor matanya menyisir jalan kecil yang saat ini mereka lalui. Selain kecil, jalan ini juga ditutupi gulma setinggi tubuh manusia di sisi kanan dan kirinya.

“Sesuai petunjuk, memang benar ini jalannya.” Tama ikut menjawab. Sepanjang perjalanan, ia tetap menggenggam ponselnya, melihat peta yang ditampilkan pada layar ponsel itu.

“Tapi jalan ini kecil sekali.” Dave tetap tak percaya.

“Orang besar selalu memperhatikan hal-hal kecil, termasuk jalan menuju kediamannya.” Liam menerangkan. “Dengan kondisi jalan yang begini, musuh tidak akan mudah menemukan mereka. Dan musuh tidak akan selamat dari kejaran mereka.”

Dave dan Tama mengangguk paham.

Seratus meter di depan, mereka melihat sebuah gerbang dengan tinggi lebih dari tiga meter dan dijaga oleh dua orang bersenjata laras panjang serta menggunakan rompi anti peluru.

Liam membuka kaca mobilnya dan menyerahkan kartu nama A&B Guard ketika dua penjaga itu menahan mobil mereka untuk masuk.

Setelah memastikan tidak ada yang mencurigakan dari mereka berempat, dua penjaga itu membukakan gerbang dan mempersilakan mereka untuk melanjutkan perjalanan.

“Lurus 100 meter ke depan, ada persimpangan, berbeloklah ke kiri,” ucap salah satu penjaga.

Liam mengangguk dan langsung menutup kaca mobilnya.

***

Pak Leo dan Hasan masih berada di A&B Guard. Pak Leo sendiri tidak akan pergi dari sana sebelum mendapat kabar kalau mereka berempat sudah tiba di sana tanpa halangan.

“Apa kau yakin dengan anak itu?” tanya Hasan.

Saat ini, mereka sedang berada di ruangan berdinding baja. Di setiap sisi, terpasang kamera pengintai. Kaca pada ruangan itu pun, dilapisi anti peluru serta tak terlihat dari luar. Ruangan ini terletak di lantai enam.

Hanya orang-orang kepercayaannya yang diizinkan Hasan untuk masuk ke ruangan itu.

“Kenapa Anda ragu begitu, Pak Hasan? Saya tidak pernah salah memilih orang,” tegas Pak Leo. Sejurus kemudian, ia mengambil kopi yang disediakan di meja lalu menyesapnya.

“Postur tubuhnya membuat saya cukup ragu.”

“Jangan khawatir, Pak. Bentuk tubuhnya akan berubah dalam beberapa waktu ke depan.”

“Baiklah, saya berharap penuh kepada kalian.” Hasan menepuk pundak Pak Leo.

Sebuah pesan masuk menggetarkan saku Pak Leo. Ia melihat pesan bahwa mereka berempat sudah tiba dan siap menjemput Andini ke bandara.

Pak Leo keluar dari ruangan tersebut. Di dalam lift, pikirannya menguasai, ia merasa punya tanggung jawab besar yang harus diemban. Selain berupaya untuk tak mengecewakan Hasan, ia juga harus menyelamatkan Andy dalam situasi apa pun, bagaimana pun caranya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status