''Heuh!'' Virgi mendengus kesal. Ia mengerutkan keningnya, dan langsung memalingkan wajahnya dari hadapan Louise.
''Bagaimana?'' Tanya Louise sekali lagi.
Telunjuk Louise langsung menunjuk ke arah luar jendela, Namun Virgi masih enggan menatapnya. Yang membuat Virgi semakin penasaran adalah suara Truk pembawa barang yang terdengar jelas di lantai bawah.
''Ambil lagi!'' Seru salah seorang Pria dari lantai bawah, yang membuat Virgi langsung menoleh ke arah Jendela.
''What?!'' Sentak Virgi.
Louise tertawa kecil melihat wajah Virgi yang seketika panik. Keringat dingin terasa muncul dari pori-pori kulit Virgi. Ia gugup, apa seharusnya dia memohon pada pria ini?
''Apa yang kau lakukan!'' Teriak Virgi terkejut. Para lelaki pekerja berseragam putih itu mengangkut perabotan lama Virgi keluar dari apartemen.
Louise menarik nafas panjang, dan menghelanya dari mulut. Hanya satu kesempatan lagi untuk Virgi memutuskannya.
''Bagaimana?'' Tak bosan-bosannya Louise menanyakan hal yang sama.
''Bagaimana ini? Barang-barang itu juga berharga bagiku. banyak kenangan di dalamnya. Tapi... sampai kapan aku akan terikat dengan pria bejat ini?'' Dia masih sempat bergumam dalam hati. Pikirannya melayang ntah kemana.
Jari-jari Louise bermain sembari menunggu jawaban dari Virgi. Ia kelihatan tenang dan masih terlihat elegan. Tanpa ada rasa bersalah sedikitpun yang menyelimuti dirinya.
''Hump! Baiklah. Kembalikan barang-barang ku setelah ini,'' Ringis Virgi. Ia kelihatan kesal dengan ulah Louise yang kekanakan. Bagi Louise, ini adalah cara satu-satunya untuk meyakinkan Virgi.
Mendengar jawaban dari Virgi, lantas Louise tersenyum lebar. wajah kepuasan itu terlihat dari senyuman Louise. Mata coklat gelapnya menjadi berbinar. Virgi hanya bisa menahan kekesalan dalam dirinya. Ingin rasanya dia menarik bibir Louise.
''Besok Rayen akan datang menjemput. Kau bersiaplah,'' Ucap Louise sembari melangkah pergi meninggalkan isi ruangan hampa tersebut.
''Dasar br*ngsek!'' Celetuk Virgi kesal. Suaranya bahkan bergema dalam ruangan kosong itu.
***
Malam pun tiba. Seperti biasanya, dia sendiri lagi. Mata sayu nya memandang langit malam yang terasa hampa. Tangan-tangan mungilnya mengulur ke atas. Ingin rasanya dia terbang jauh, dan lenyap.
''Aku penasaran. Apa yang akan Pria br*ngsek itu lakukan pada ku.''
Benar saja, pikirannya langsung dipenuhi oleh Louise dan perusahaan HY.S. Perusahaan apa itu sebenarnya?
''Apa mungkin aku akan menjadi asisten Louise? Ya, seperti yang ada di film-film itu... Ah! yang benar saja, aku gila!'' Seru Virgi, ia segera menepis bayang-bayang kotor yang terbesit di otaknya. Ia langsung menggelengkan kepalanya kuat.
***
Hari ini Virgi bersiap pagi sekali. Ia memilih gaun polos putih selutut yang sudah lama terbengkalai di lemari kayunya. Tak lupa High heels berwarna peach, berkolaborasi dengan gelang kaki perak miliknya. Kali ini dia siap melangkah.
''Nona!'' Rayen yang menungg, langsung tersipu dengan penampilan Virgi. Biasanya gadis kecil itu kelihatan dekil, namun sekarang dia kelihatan menawan bagi siapapun yang melirik.
Virgi mengikuti langkah kaki utusan itu. Dengan tenang ia melangkah, walaupun ia merasa tidak aman untuk saat ini. Sesekali ia mencoba mengatur nafas nya yang tidak beraturan.
''Nona, kita sudah tiba.''
Virgi dan Rayen masuk kedalam gedung berlantai 5 tersebut. Pandangan mata seluruh karyawan, tepatnya para desainer melirik keberadaan Virgi disana.
Rayen akhirnya membuka sebuah pintu minimalis ruangan tanpa mengetuk dahulu. Sedangkan Virgi hanya terdiam saat melihat Louise yang kelihatan sabar menunggu di sebuah sofa dalam ruangannya. Tangan Louise melipat di depan dada, tatapannya terlihat sengit. Ia mengernyit seakan memberi kode kepada Rayen untuk meninggalkannya berdua bersama Virgi.
''Anu, Emm... Ah..'' Virgi hanya terbata. Tak tahu harus berbicara apa di hadapannya. Karna sedari tadi, Louise tak berbicara satu kata pun. Iris mata nya yang tajam hanya melirik Virgi hingga rasa kegugupan meluap.
''Hmmm!'' Louise bergumam kesal. Seakan menghemat kata-katanya.
''Kemari...'' Telunjuk Louise bergerak maju mundur, seolah membuat gestur untuk menarik Virgi.
Virgi melangkah dengan hati-hati. Seluruh tubuhnya terasa lemas saat dihadapkan dengan pria kejam ini. Louise yang tak sabaran, langsung menarik pergelangan tangan Virgi hingga terjatuh bersamaan dengannya di sofa.
DEG!
''Katakan,'' Virgi mendesak.
''Baiklah, hari ini aku akan mengutus mu sebagai cleaning servis yang bertugas di lobby dan bagian gudang,'' Suara Louise terdengar begitu tenang. matanya terpejam seakan menikmati perkataannya sendiri.
''Apa katamu?!'' Virgi memberontak karna tak terima dengan keputusan Louise.
Louise tertawa kecil, ia merapikan kancing kemeja pergelangan tangannya. Terlihat begitu santai memandang Virgi yang tengah menggerutuk giginya gemas.
''Memohon lah padaku. Jika kamu ingin menjadi asisten ku. Gaji nya lebih besar, daripada menjadi cleaning servis. Ayolah... lagipula aku bosan dengan asisten lama ku,'' Kata Louise dengan santainya. Ia mengangkat dagu Virgi perlahan, mencoba meyakinkan Virgi.
''Issh!'' Celetuk Virgi kesal, tangannya yang dikepal sengaja ia letakkan tepat di depan wajah Louise. Wajahnya menahan emosi yang meluap.
''Kau selalu meminta ku memohon pada mu. Kau pikir aku wanita seperti apa? Heuh? Kau ingin aku melayani mu setiap saat?'' Tanya Virgi mendesak. Nafasnya ikut mendesak.
Louise terlebih dahulu menggenggam tangan yang sudah dihadapan matanya itu. Ia meletakkannya kembali perlahan. Louise hampir terkekeh, melihat kekesalan gadis ini. Bukannya memancarkan aura ganas. Melainkan dia terlihat seperti anak kecil.
''Baiklah.''
Tubuh kecil itu bangkit dari sofa, kakinya menghentak di ubin berlapis karpet hitam itu. Baru saja dia ingin melangkah keluar, tangan besar itu kembali mencegat nya.
''Mau kemana?'' Tanya Louise setengah terkekeh.
''Seperti yang kau perintahkan.''
''Tunggu dulu...'' Suara itu kembali menghentikan langkah Virgi. Ia menoleh ke belakang, Pria bermata coklat itu bangkit dari duduknya. Ia menarik Virgi ke suatu ruangan.
''Mau kemana?'' Tanya Virgi penasaran.
''Sebentar.''
30 Menit berlalu. Louise membawa Virgi keluar dari ruangan ganti. Virgi terlihat mengenakan seragam Maid yang berkolaborasi dengan warna pink muda dan putih. Lengkap dengan pita di bagian belakangnya.
''Apa-apaan ini?!'' Virgi memberontak lagi dihadapannya. dia benar-benar marah. Bagaimana tidak marah, jika Louise memperlakukannya seenak jidatnya.
''Itu terlihat cocok dengan mu sayang... Kau terlihat menggoda. Ini khusus untukmu.'' Louise berbisik tepat di telinga Virgi.
Virgi kembali melangkah. kali ini dia harus lebih berhati-hati agar tak banyak orang yang tahu akan keberadaannya.
''Virgi, perlahan...'' Virgi meyakinkan hatinya saat tiba di depan pintu gudang yang sebelumnya Louise bicarakan.
Ia membuka pintu besi itu perlahan, semua tampak gelap gulita. Tak ada cahaya yang masuk dari jendela atau fentilasi. Ia membiarkan pintu itu terbuka lebar. Dan perlahan menyalakan lampu ruangan itu.
''Wah! Lihat ini!'' Seru Virgi saat mendapati barang-barang yang terletak di dalam gudang tersebut. Semuanya berdebu, bahkan ada diantaranya yang sudah kotor.
''Tunggu dulu... Kain? Untuk apa benda ini?'' Virgi terkejut melihat sebuah kain yang menjuntai dari dalam kardus yang ukurannya cukup besar.
Bokongnya menyembul, ia mencoba mengutip helaian kain itu. Kejadian tak mengenakkan mulai terjadi. Tangan besar dan hangat merasuk kakinya.
''Hantu!'' Virgi berteriak.
''Siapa kamu gadis muda? Aku bukan hantu... Jangan-jangan kamu hantu nakal si penggoda,'' Pria berambut merah mengenakan kemeja yang terlihat lucut sudah berdiri di belakang Virgi.
Virgi ketakutan setengah mati. Pria ini sepertinya bukan orang baik. Ia mencoba memundurkan langkahnya perlahan dari pria yang mencoba menggapai tangannya itu.
''Dapat!'' Ucapnya sinis, ia menangkap tangan Virgi yang ingin memberontak.
''Lepaskan!''
''Arhggggg!! Louise tolong aku!" Teriakan Virgi semakin kencang, tapi sepertinya tidak ada yang akan mendengar teriakan itu.
Pria berambut hitam pekat dengan jas hitam favoritnya telah berdiri di sebalik pintu. Ia kelihatan acuh tak acuh. Virgi tahu, itu adalah Louise. Tapi kenapa Louise tidak menolongnya? sementara Pria besar ini semakin menjamah.
''Aku ingat!'' Gumamnya dalam hati, ia mengerjapkan matanya sekejap. Gigi-gigi tajamnya mulai menggigit tangan Pria yang ingin baru menyentuh wajahnya.
KRAAAK
''Arhggg! Beraninya kau!''
''Louise, Tolong aku! aku mohon!'' Benar saja, perkataan itu yang diinginkan dari Louise.
''Akhirnya...'' Gumamnya singkat.
''Lepaskan wanita ku, kalau kamu belum ingin merasakan luasnya liang lahat,'' Perkataan Louise begitu santai. Ia menarik bahu pria itu hingga tersungkur di lantai.
Tubuh Virgi gemetar seluruhnya, bibirnya berkedut karna ketakutan. Perlahan tubuh mungilnya itu terangkat, dan jatuh kepelukan Louise. Jas yang dikenakan Louise ikut menutupi tubuhnya. Mereka pergi meninggalkan Gudang.
''Lihat, baru saja di hari pertama. Kamu sudah membuat masalah.''
Louise menatap Virgi tajam, pandangan mata coklatnya seakan menghakimi. Virgi hanya bisa meringkuk di atas sofa ruang Istirahat pribadi Louise.
''Aku tidak tahu... kamu sendiri yang membuatku seperti ini...'' Ucap Virgi lirih, wajahnya menunduk dalam.
''Tak ku sangka, gadis ku semanis ini.''
DEG!
''Kedepannya, hanya aku yang boleh menyentuhmu.''
.
BERSAMBUNG
Louise menghembuskan nafas nya kasar, saat tahu Adik nya sendiri yang berkunjung ke sini. Ia bahkan tidak menginginkan keberadaan Anika disini.Sepersekian detik, para suster juga memasuki ruang inap VViP itu, untuk menangani beberapa masalah Virgi. Disaat itu juga Anika memanfaatkan kesempatan untuk mengajak Louise keluar dari sana.Tanpa sepatah kata, Anika menarik tangan Louise untuk beranjak dari sana. Namun Louise mengernyit melihat tingkah adik nya itu. “Aku tidak bisa meninggalkan Virgi disini,” Ucap Louise kukuh.“Sebentar saja, ganti kemeja mu yang di penuhi noda itu. Lagipula Virgi masih dalam penanganan,”Louise akhirnya yakin untuk mengikuti adik nya, mereka terlebih dahulu mengganti kemeja Louise.“Aku tidak tahu kau peduli dengan ku,” Seringai Louise seusai mengganti kemeja nya.Anika hanya tersenyum tipis sebelum menjawab perkataan Louise, “Tadi aku tidak sengaja bertemu dengan Rayen, ia menitipkan itu padaku. Jangan salah paham kak,” Jelas Anika. Louise juga tidak hera
“Kau fikir, kau punya hak menanya kan hal itu?” Louise membalas tajam pertanyaan Victor. Iris mata nya masih terlihat tenang seakan tidak merasa bersalah atas kejadian ini.“You mf!” Victor mengumpat dengan kesal nya mendengar jawaban Louise. Ia melepas paksa kerah kemeja Louise.Victor mengatur nafas nya yang berburu sejenak, mencoba tidak membuat keributan di lantai lorong rumah sakit ini. Tangan nya tetap mengepal rapi di samping jas sneli putih rapi miliknya, pandangan nya tetap profesional.Sementara Louise dengan angkuh melipat kedua tangan nya di depan dada bidang miliknya, mengklaim bahwa ia adalah penguasa di kota ini. Siapapun tidak akan berani merampas apa yang dimiliki nya.“Bukan berarti karna anda penguasa di kota ini, anda seenaknya memperlakukan gadis malang seperti Virgi. Jika anda belum mengetahui masa lalu nya yang buruk, sebaiknya anda menjauhi gadis itu.” Jelas Victor dengan formal nya.Louise tertawa tipis setelah mendengar lontaran perkataan itu, apa yang dimaks
“Sakit..” Rilih Virgi pelan, nada bicara nya membuktikan bahwa dia sedang menahan rasa sakit. Tangan tangan mungil Virgi mulai mencengkram perut nya erat, perut dan punggung bawah nya terasa kram yang parah. aliran dar*h mengucur perlahan dari paha hingga betis nya. Virgi tetap menduduk, tidak ingin membuat suara kebisingan disini. Sementara di sisi kamar Louise, terlihat Louise sedang meringkuk di atas ranjang nya. Mencoba merenungi apa yang telah di lakukan nya. Wajah penyesalan nya mulai terlihat, kedua alis nya tampak mengkerut. Ia mulai menggigit bibir nya sendiri. “Apa aku terlalu kasar dengan nya?” Pertanyaan itu muncul dalam benak Louise. “Aghh, Aku menyesal? Heuh?” dengus Louise, seraya menarik garis bibir nya. “Gadis yang tidak bisa diatur patut menerima konsekuensi nya,” Ucap Louise dengan ego nya sendiri. Louise beranjak dari ranjang, telapak kaki nya tidak sengaja menginjak sesuatu. Benar saja, ia menginjak bungkus pil kontrasepsi yang masih terkemas rapi. Benda yan
Tidak ada derap langkah atau tanda tanda Louise sebelum nya, kedua bodyguard yang di sediakan khusus untuk Orlando juga gelagapan saat melihat kehadiran Louise disini. Semua nya membisu hingga keheningan mulai tercipta.Orlando memiringkan garis bibir nya, tergurat senyum licik di bibir tipis nya itu. "Gadis mu juga tidak menolak ku,"Virgi tercengang mendengar jawaban Louise yang seolah melempar serangan balik pada Virgi sendiri.Apa - Apaan Pria ini, dia sengaja menjatuh kan ku dalam lubang hitam? Begitu?Louise menarik tangan Virgi paksa hingga keduanya keluar dari tempat itu. Louise sama sekali tidak peduli decitan yang keluar dari mulut Virgi karna Louise mencengkeram nya dengan kuku - kuku nya."Siapa yang mengizinkan mu keluar dari kamar ku? Dan berani melangkah keluar dari kediaman Louise Hartley?" Louise menatap sengit Virgi dengan nada bicara setiap kata nya terdengar sombong."Apa hak mu mengurung ku di kastil besar milik mu, layak nya penjara. Apa ini kutukan tuhan atas do
Pagi hari tiba, matahari sudah menerbit kan dirinya, barulah Virgi bangkit dari ranjang Louise. Sementara Louise sudah berada di kantor sejak pagi sekali."Gila, dia benar benar membuang semua pil konstrasepsi nya. Apa dia akan tanggung jawab dengan keadaan ku?" Celetuk Virgi kesal dengan bibir yang berkedut ketakutan. Virgi hampir tidak bisa bangkit karna seluruh punggung nya merasakan sakit yang luar biasa.Akhirnya di siang terik itu, Virgi pergi dengan setelan pakaian nya layaknya buronan yang kabur dari penjara, penjara cinta Louise maksudnya."Nona, anda ingin pergi kemana?" Tanya salah seorang pembantu mendapati Virgi yang tengah linglung mencari masker."Tuan Muda Louise memanggil ku," Virgi menjawab dengan nada gelagap. Jangan sampai mereka mengadukan Virgi.Virgi mengikat rambut nya yang terurai, ia sembunyikan dalam topi Hoodie hitam. Memberanikan dirinya melangkah sendiri tanpa Rayen yang biasanya berada di samping nya.Kaki kaki mungil nya berlari menuju halte kota, sudah
"Tapi aku masih belum menemukan apapun disini, hanya beberapa orang dengan sikap layaknya orang Purba.""Benar yang dikatakan Tuan Orlando, Tuan Orlando adalah pemimpin badan intelijen pemerintah," Jelas Rayen sekali lagi.Louise sama sekali tidak tertarik untuk ikut campur dengan urusan Orlando. Sedangkan Virgi hanya menghela nafas lega, karna Xafier yang di kenalnya bukan lah orang Jahat.***"Ingin minum teh dulu?" Ucap Orlando saat tiba di halaman luas kediaman keluarga Zeyn. Halaman belakang nya begitu luas, sampai sampai Helikopter bisa terparkir disana.Virgi terperangah melihat kediaman keluarga Zeyn. Layak nya kastil bangsawan yang terletak di sudut kota, tidak kalah jauh dengan luas nya kediaman Louise. Meskipun kasta keluarga Zeyn dibawah keluarga Hartley.Louise hanya menggelengkan kepala nya kuat, menolak undangan Orlando mentah mentah. Sementara Virgi menggaruk kepala nya yang tidak gatal, dia hanya mengikuti perintah Louise.Helikopter itu kembali meluncur ke udara. Sej