Hari berikutnya, Bintang berangkat ke sekolah dengan perasaan gelisah yang bercampur dengan penasaran. Sejak semalam dirinya tidak bisa menepis pikiran jika Langit teman sekelasnya, adalah Langit teman masa kecilnya. Saat baru saja turun dari mobil, Bintang melihat Langit yang juga baru saja memasuki halaman sekolah dengan menaiki motornya seperti biasa. Kedua kaki Bintang berhenti melangkah, bergeming di tempatnya dengan tatapan terus tertuju ke Langit. “Masa gue nyapa dia dulu, lalu tanya apakah dia Langit itu?” Bintang menekuk bibir, bingung harus bagaimana. Dulu dia sangat berharap bisa bertemu lagi dengan Langit teman masa kecilnya, tapi sekarang dia malah bingung harus bagaimana setelah mengetahui teman masa kecilnya ada di sekitarnya. “Tidak bisa! Gue harus memastikan atau akan mati penasaran!” Bintang memberanikan diri melangkah untuk menghampiri Langit. Dia ingin bertanya langsung apakah benar jika pemuda itu memang mengenalnya sejak kecil. Di saat baru saja melangkahk
Altair berjalan bersama Clarisa di belakang gedung tapi arah berbeda dari tempat Bintang dan Langit berada. Clarisa sengaja mengajak Altair ke sana karena cowok itu tidak sedang bersama Bintang. “Mau apa ke sini?” tanya Altair, mengamati sekitar dan tidak melihat siapapun di sana. Clarisa mendorong sedikit tubuh Altair hingga merapat ke dinding, hingga gadis itu berdiri sedikit merapat ke tubuh Altair. “Gue bosan kalau di sekolah harus lihat lu sama Bintang, mumpung ga ada Bintang, kenapa kita ga manfaatin saja waktu yang ada,” ucap Clarisa terus merapatkan tubuh ke Altair. Altair menaikkan satu sudut alis, hingga mengerti maksud gadis itu. “Lu agresif juga,” ucap Altair sambil mengapit dagu Clarisa. Clarisa tersenyum, menganggap ucapan Altair adalah sebuah pujian. Dia mendekatkan wajah, hendak menyentuhkan bibir mereka. Altair tidak keberatan berciuman dengan gadis itu, bukanlah Clarisa sendiri yang mau dan menawarkan diri, bukan dirinya yang meminta atau memaksa. Saat bibir
“Bintang!”Suara panggilan itu membuat Altair berhenti dan tidak jadi mencium Bintang. Altair mengepalkan satu tangan karena ada yang mengganggunya saat hendak memanfaatkan kecempatan untuk mencium Bintang."Sialan," gerutu Altair dalam hati.Bintang sendiri merasa lega karena mendengar suara Anta, bersyukur karena kakak sepupunya itu memanggil.Altair dan Bintang menoleh ke arah Anta yang sedang berjalan ke arah mereka. Cowok itu menghampiri dengan cepat keduanya.Sesaat sebelumnya. Langit memilih pergi ke arah lain setelah Bintang pergi, ingin rasanya mengikuti Bintang dan Altair, tapi takut jika gadis itu marah karena dirinya mengabaikan isyarat Bintang. Hingga Langit tidak sengaja bertemu dengan Anta yang memang sedang mencarinya.“Dari mana saja, lu! Gue cariin juga!” Anta berjalan mendekat ke Langit, hingga sadar jika temannya itu terluka seperti baru saja ditonjok.“Kenapa bibir, lu?” tanya Anta sambil memperhatikan ujung bibir Langit.Langit menatap Anta, hingga pikirannya mem
Bintang mengajak Langit ke kelas. Di sana dirinya membantu membersihkan luka di ujung bibir pemuda itu. Entah kenapa tidak ada rasa canggung, mungkin karena dulu mereka sudah bersama dan menghabiskan waktu bersama pula.“Maaf kalau Al kasar kepadamu,” ucap Bintang dengan tatapan penuh perhatian mengobati luka Langit.Anta bersedekap dada, menatap penuh curiga ke Bintang dan Langit, apalagi tadi pertanyaannya belum dijawab oleh keduanya.“Kalian sudah kenal lama? Bukankah kemarin masih seperti orang asing?” tanya Anta yang tidak bisa membendung rasa penasaran yang membuncah di dada.Langit dan Bintang menoleh bersamaan, lantas tersenyum lebar bersamaan juga.Anta berjingkat melihat sikap keduanya, kenapa bulu kuduknya merinding melihat tatapan mereka.“Jangan bilang kalian benar-benar pacaran tapi backstreet!” Anta menduga-duga karena baik Langit atau Bintang tidak ada yang buka suara. Jika itu benar, bukankah adik sepupunya itu berselingkuh dari Altair.Langit ingin membuka mulut untu
“Kak Bin!” Orion yang baru saja naik ke lantai dua, lantas melongok ke kamar sang kakak dan melihat sedang memilih sesuatu di meja belajar.“Apa?” Bintang menanggapi panggilan Orion tanpa menoleh ke arah adiknya itu.“Kak Langit, jangan buru-buru diminta pergi, ya! Aku mau ngobrol sama dia.”Bintang langsung berhenti mencari buku-bukunya, hingga kemudian terlihat terkejut lantas menoleh Orion.“Ka-kamu ketemu Langit?” tanya Bintang tergagap.Bintang cemas karena Langit tidak tahu Orion adalah adiknya. Jika Langit tahu, itu artinya Langit juga tahu kalau yang melempar kotak susu waktu itu adalah dirinya. Dia malu, mau ditaruh mana mukanya.Bintang berjalan cepat menghampiri Orion yang berada di ambang pintu, sedangkan Orion sedikit keheranan karena tingkah kakaknya.“Dia lihat kamu?” tanya Bintang dan langsung mendapatkan sebuah anggukan dari Orion.“Bahkan aku ajak Kak Langit masuk,” jawab Orion sambil menunjuk ke arah luar. “Kak Bintang juga kejam, masa temannya diminya nunggu di lua
Bintang sedang makan malam bersama keluarga, sesekali Annetha melirik putrinya yang makan dengan santai.“Pi, kamu tahu nggak tadi aku ketemu siapa,” ucap Annetha bicara dengan Arlan, tapi tatapan terus tertuju ke Bintang.Bintang masih terlihat santai menikmati makan malamnya, tidak terlalu menanggapi ucapan sang mami.“Ketemu siapa?” tanya Arlan sambil memandang Annetha, mulutnya mengunyah makanan yang baru masuk.“Papi ingat sama anak laki-laki yang dulu bikin Bintang nangis sampai minta pindah sekolah?” Annetha bicara dengan begitu antusias untuk menggoda putrinya.Seketika Bintang tersedak, bahkan batuk-batuk dan lupa di mana menaruh gelas air putihnya, sampai Orion yang menyodorkan gelas sang kakak, sebelum kemudian Bintang langsung menenggak isinya hingga tandas.Arlan menatap Bintang dengan rasa heran, sebelum kemudian beralih menatap istrinya.“Memangnya kenapa?” tanya Arlan yang ingat betul bagaimana saat itu Bintang merajuk sampai tidak mau makan, minta pindah sekolah, bahk
Laras berjalan sambil membawa kotak makan menuju ruang kelas Langit dan Bintang. Sesampainya di sana melihat Langit yang duduk sendiri dengan buku-buku terbuka di meja.“Langit,” sapa Laras saat baru saja menginjakkan kaki di kelas itu.Langit sedang membaca buku pelajaran, hingga memandang ke arah suara Laras berasal.Laras tersenyum melihat Langit yang memandang dirinya, lantas mendekat dan duduk di kursi Bintang. Dia meletakkan kotak makan yang dibawanya.“Tadi mamaku bikin kue kering banyak, jadi aku membawa beberapa untukmu,” ucap Laras kemudian mendorong kotak makan itu ke arah Langit.Langit memperhatikan kotak makan itu, kemudian menatap Laras yang terus mengulas senyum.“Kenapa kamu memberiku ini?” tanya Langit yang tidak langsung membuka kotak makan itu.Laras menyelipkan rambut yang jatuh di wajah ke belakang telinga, sebelum kemudian menjawab, “Ini hanya sebagai tanda terima kasih karena kamu sudah meminjamiku jaket waktu itu. Aku belum sempat berterima kasih, jadi mungkin
Bintang pergi meninggalkan Altair, berlari ke sisi gedung mall, kemudian berjongkok di sana. Meski dia terlihat begitu kuat dan tegar saat mengucapkan kata putus, tapi sebenarnya dia sedang merasa sakit, bukan karena patah hati, lebih ke sedih sebab dirinya dituduh selingkuh tapi malah Altair sendiri yang selingkuh.Bintang berjongkok dengan kedua tangan dilipat di atas lutut, menyembunyikan wajah di atas lengan, kemudian mulai menitikkan air mata.Lama Bintang di sana dan menangis, hingga akhirnya mulai sedikit tenang. Dia mengeluarkan ponsel dari dalam tas, kemudian mendial satu nama yang ada di kontaknya.“Langit.”Langit sedang berkumpul bersama teman-temannya, hingga ponsel berdering dan dia melihat nama Bintang terpampang di sana. Pemuda itu tersenyum, kemudian buru-buru menjawab panggilan itu.“Halo, Bin.” Langit menjawab panggilan itu dan mendengar suara Bintang dari seberang panggilan.Teman-teman Langit memperhatikan, mengira jika Bin yang dimaksud adalah laki-laki, sehingga