Home / Horor / Bisikan Tengah Malam / 4: Ruang Bawah Tanah

Share

4: Ruang Bawah Tanah

last update Last Updated: 2024-10-14 11:44:55

Pasar pagi itu begitu ramai. Dena menggandeng tangan kedua anaknya sambil menawar harga sayur dan membeli sembako. Saat semua sudah terbeli, giliran Aurora yang sibuk menggandeng adiknya, karena ibu mereka sedang kesulitan membawa dua kantong besar belanjaan.

"Kita naik taksi, Bu?" Tanya Aurora dengan ceria.

"Tidak, kita jalan saja."

"Jauh!" Aurora mulai cemberut, tetapi Dena terus melangkah. Dia merasa wajib untuk sangat ketat berhemat. Keuangan mulai menipis, dan dia belum selesai merajut syal pesanan teman sekampusnya dulu, jadi pemasukan memang belum ada.

Pernikahan dengan Hendra selama 8 tahun memang tidak menghasilkan harta gono gini. Rumah yang mereka tempati baru dicicil belum genap setahun, dan kini dikuasai Hendra. Perabot rumah juga tak ada yang mewah. Mobil yang dipakai Hendra juga milik kantor. Apa yang harus diperebutkan?

Soal anak saja, Hendra menyerahkan pada Dena. Sebab Lolita katanya juga sedang bunting, jadi khawatir keguguran jika dipaksa mengurus anak tiri yang masih kecil-kecil.

Akhirnya Dena hanya bisa menjual cincin dan kalung emas warisan almarhumah ibunya, agar dapat terus melanjutkan kehidupan bersama kedua anaknya.

"Ibu, kapan rumah baru kita ada listriknya?"

Dena melirik Aurora yang memegang permen lolipop sambil terus menggandeng Axio yang memeluk mobil kecil murah yang baru saja di beli di pasar.

"Ibu juga tidak tahu," jawab Dena, saat mereka berdiri di depan rumah sewaan mereka.

"Hei, ayo kita bermain!"

Sesosok anak lelaki tiba-tiba meloncati pagar rumahnya yang pendek, sambil membawa sebuah helikopter kayu. Dia berlari ke sana kemari sambil membawa mainan itu, seakan terbang melaju. Aurora dan Axio menjerit-jerit mengikutinya dengan senang. Dena kebingungan melihat ketiga bocah itu berlari-lari dengan riang, seakan mereka telah lama mengenal.

"Biarkan mereka bermain dengan Darren. Kau kan jadi bisa memasak dan membereskan rumah," teriak Maria, sambil duduk di teras rumahnya.

"Terima kasih Bu," sahut Dena sambil tersenyum.

Rasanya begitu lega ketika bisa memasak dan merapihkan rumah, saat anak-anak ada yang menjaga. Pak Samiran mengatakan, di lantai dasar rumahnya ada banyak stok minyak tanah. Jadi soal penerangan dan kompor, Dena tidak perlu khawatir. Dia tinggal rajin menambahkan minyak ke kompor dan lampu-lampu setiap hari. Maka usai memasak nasi, sayur dan menggoreng ayam, Dena bergegas membawa 3 lampu sambil menuruni tangga di bawah dapur untuk menambahkan minyak tanah, sesuai saran Pak Samiran.

Ruangan lantai dasar yang gelap itu, diisi begitu banyak perabotan tua dan stok minyak tanah dalam drum-drum besar berkarat.

Dena menyalakan salah satu lampu, sehingga bisa menuruni tangga dengan tenang. Lampu-lampu yang dipegangnya adalah lampu kuno. Berbentuk agak besar dengan beling yang menutupi api jika menyala. Lampu itu memiliki penutup seperti topi, juga memiliki pegangan sehingga mudah untuk tergantung saat dibawa.

Bersama Pak Samiran, Dena pernah menuju bagian lantai dasar rumah itu. Saat itu, dia tak merasa begitu takut. Tetapi siang itu, dia sendirian. Jantungnya berdegup kencang saat melihat kondisi lantai dasar yang begitu gelap. Dena lalu meletakkan lampunya, untuk mulai mengisi minyak tanah dari sebuah tanki drum minyak tua. Ada banyak drum di sana, kata Pak Samiran, itu memang stok minyak semua.

"Minyak dari kakek moyang dulu masih tersimpan dalam drum-drum tua yang bisa mengalir pada tangki. Kami tak pernah kesulitan penerangan meski tanpa listrik. Jadi jika PLN tidak bisa memasang listrik, rumah ini tak bakal pernah gelap," jelas Samiran.

"Tapi mengapa rumah ini tak ikut terbakar saat itu, meski ada minyak tanah di lantai dasarnya? Bukankah seluruh rumah lain di sini pada saat itu musnah terbakar?"

Pak Samiran mengangkat bahunya,"Mungkin keberuntungan saja. Namanya juga takdir."

Kreeeekkkkk.......

Dena mendadak menoleh. Lampu kemudian dia arahkan pada suara itu. Ternyata, ada sebuah lemari yang pintunya tiba-tiba terbuka. Dena tergesa mendekat, memperhatikan begitu banyak gaun-gaun indah tergantung di sana. Tapi seperti gaun-gaun bergaya Eropa lama, jadi mirip gaun-gaun pengantin jika dikenakan zaman kini. Dena hampir menutup kembali lemari itu, ketika dia tak sengaja melihat sesuatu yang tergeletak di bagian dasar lemari.

Tangan Dena bergetar menarik bingkai besar panjang itu, dan lebih bergetar lagi saat dia mengarahkan lampu ke benda itu. Ternyata sebuah lukisan! Dena mengarahkan lampu minyak ke lukisan tersebut.

"Oh, Tuhan!"

Dena tiba-tiba melempar lukisan mengerikan itu. Gambar seorang wanita telanjang! Betul-betul seperti asli. Sehingga cukup memualkan untuk dipandang. Sungguh tak dibayangkannya ada wanita yang sudi dilukis dalam keadan tanpa busana.

"Sakit jiwa! Itu yang melukis lebih sakit lagi, " gerutu Dena kesal, sebelum membawa semua lampu minyak tanah dan bergegas meninggalkan tempat itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bisikan Tengah Malam   179: Hoom Pim Pah Alaiom

    Astari, melihat mobil Syahreza yang ke luar dari pintu gerbang rumahnya. Dia lalu kembali duduk, dan Nunung meneruskan tugas untuk menyisir rambut majikannya. "Mas Prana itu..." Suara Astari tercekat. "Sebenarnya yang duluan naksir Dena, Nung. Waktu zaman kuliah. Cuma duluan diserobot Hendra. Kau tahu, Nung? Mas Prana itu selalu memuji Dena. Dia bilang wanita itu cantik sekali, seperti bunga kaca piring yang disinari cahaya matahari. Katanya kelak ingin punya anak perempuan secantik itu. Kau tahu rasanya mendengar itu, Nung? Mas Prana bahkan tak pernah memujiku sama sekali..."Nunung tak menjawab, dia terus menyisir rambut majikannya sambil menatap wajah Astari di cermin."Ketika dia berusaha menolong wanita itu, aku mencoba berdamai dengan hatiku. Sebab makin kularang, dia ternyata makin berusaha untuk selalu berada di samping wanita itu. Mengirimmu bersama Yusuf, sebenarnya hanya upaya menjaga keyakinanku jika mereka tidak berselingkuh..."Nunung terlihat menunduk, sambil melepas h

  • Bisikan Tengah Malam   178: Rekaman Suara Zeta

    Bagaimana mungkin ada ponsel yang bisa aman disembunyikan dalam sebuah gaun? Namun Sesco mengatakan, dia memang sempat mendesain korset pada gaun yang bisa menempel dengan ketat."Jangankan ponsel, pistol juga bisa nyelip itu. Eike terinspirasi dengan Mbah-Mbah zaman dulu yang suka menyelipkan barang berharga di bagian kutang atau stagennya..." kata Sesco, sambil memamerkan gaun hijau brokat besar, dengan korset hitam yang hampir menyentuh bagian dada."Gaun ini jadi bau dan lembab, seperti pernah disiram air. Ada banyak helaian rambut pirang!"Syahreza terdiam memandang ponsel Iphone 6 Plus itu. Sudah ketinggalan zaman untuk era Iphone jenis terbaru. Tapi dia ingat, itu jelas ponsel milik Julianna. Dia tak melupakan casing warna pink. Julianna beberapa kali mengeluarkan barang itu dari tas coklatnya. Lalu, di mana tasnya?"Kita cas dulu itu ponsel, jika benar itu milik Julianna. Oh, eike sedikit terkejut dengan penemuan ini. Tetapi Pak Syahreza, bisakah kita merahasiakan ini? Soalnya

  • Bisikan Tengah Malam   177: Shumb dan Nishumb

    Syahreza membuka lemari yang penuh gaun tua, dia sempat menahan diri untuk menggesernya, karena beberapa waktu lalu sempat berusaha menutupi lempeng besi yang menuju ruangan bawah tanah. Namun dia berpikir, kapan lagi bisa ke tempat itu? Sebab Prana sudah tidak lagi berkenan untuk membongkar misteri masa lampau itu. Tapi dia sudah sedikit membongkar beragam arsip dan catatan lampau yang masih terhimpun rapat di perpustakaan nasional. Terutama tentang misteri dari data-data "yang konon kabarnya", mitos sekian abad yang sulit diterima nalar, sehingga tak ada satupun ahli yang berminat untuk mengungkapnya, namun catatan tentang legenda tersebut kadang tercantum pada batu-batu, serat kayu dan kulit hewan peninggalan abad silam."Kita akan ke bawah lagi."Zulfan tak menjawab, hanya bantu menggeser lemari dan membuka lempeng besi. Dia sudah semakin paham soal misteri lain dari rumah ini, setiap bertemu Syahreza, mereka kadang mengulas tentang kasus pembunuhan, juga soal ruangan misterius y

  • Bisikan Tengah Malam   176: Dewi Kali

    Masuk!Itulah keputusan Syahreza dan Zulfan saat mulai menuruni tangga. Sepi pastinya, juga menyeramkan. Mereka mulai mengarahkan senter melewati lorong panjang, sebelum menemukan tangga yang menuju pintu di bawah ranjang tempat dulu kamar Dena berada. Pintu-pintu jendela rumah itu terbuka, membuat cahaya matahari bebas masuk. Syahreza mengelilingi setiap kamar, sebelum memasuki ruang perpustakaan. Sementara Zulfan berdiri mematung menatap 2 lukisan: Dewa dan Dewi."Apa itu, Pak?" Tanyanya bingung.Satu lukisan dewa itu bertangan empat, bermata tiga, lehernya berkalung ular kobra. Ini seperti wujud lukisan Dewa Siwa, Sang Dewa Pelebur, versi keyakinan orang India. Siwa, merupakan satu dari tiga dewa utama dari satu kesatuan Trimurti dalam keyakinan agama Hindu, selain Brahma dan Wisnu. Sementara penganut Hindu Bali, memuja Dewa Siwa atau Btara Guru di Pura Dalem, sebagai dewa yang diyakini mampumengembalikan manusia dan makhluk hidup lainnya ke unsur asalnya, yakni Panca Mahabhuta,

  • Bisikan Tengah Malam   175: Cerita Zeta

    Zeta mengirimkan email padanya, usai satu minggu dia kembali ke Paris, tanpa Leonard. Karena pria itu ditahan polisi, dengan tuduhan kasus percobaan upaya penipuan dan pemerasaan kepada Sesco. Kasus ini terungkap dari pengakuan Doza Fahmi, sekutu Alya Dildo. Saat mengantar Zeta di bandara, Sesco yang begitu patah hati, meminta Zeta untuk menyelidiki sesuatu. Lalu hal tersebut, diungkapkan Zeta pada Syahreza: Wanita itu datang ke Rumah Mode Sesco Paris yang belum launching. Dia mengaku bernama Lane, teman Leonard. Aku melihat dia begitu gugup, saat kuberitahu tentang kasus penangkapan Leonard di Indonesia. Dia pamit terburu-buru, namun aku bisa mengikutinya. Dia menuju Hotel Prince de Galles, tempatnya menginap, sebelum tergesa-gesa membawa tasnya seperti hendak pergi. Seorang pria tampan, berwajah khas Amerika Latin tampak menjemputnya di lobby, mereka berciuman bibir. Kemudian mereka naik taksi menuju suatu tempat. Aku terus mengikuti mereka dengan taksi juga, sampai mereka berhen

  • Bisikan Tengah Malam   174: Nunung Kembali

    Tapi niat baik itu, justru ditanggapi Leonard dengan sangat emosional. Pria yang sedang mempersiapkan kepulangannya ke Paris bersama Zeta itu, malah mengamuk tidak karuan. Pribadinya yang selama ini terkesan lembut dan sopan, malah mendadak berubah mengerikan."Salope!" Leonard meneriaki Sesco dengan kasar, hingga tega menyebutnya: JALANG. Belum puas, segala barang dia lempar ke arah Sesco yang cuma bisa pasrah itu."Aku masih di sini, mencoba untuk berdamai dengan Si Pemerasmu. Tapi kau malah mengembalikan gaun-gaun itu! Apa... apa kau tidak berpikir soal Paris Fashion Week? Soal masa depan Rumah Mode Sesco Paris? Aku masih di sini, Sesco. Tapi kau malah mengambil keputusan sepihak!""No... Leonard, baby... yey tidak mengerti. Ini situasi darurat. Kita harus...""Harus apa?! Kita sudah menyusun rencana yang luar biasa, lalu kau seenaknya menghentikannya di tengah jalan?""No! Bukan begitu. Yey tidak mengerti. Lupakan soal gaun itu. Eike masih bisa ngetop dengan karya eike sendiri. S

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status