Rosaline, harus mengalami kejadian tragis akibat keserakahan dan kekejaman yang di lakukan oleh Bapak kandungnya sendiri. Dia menuntut balas atas perbuatan Bapaknya dan orang yang terlibat untuk menuntut keadilan atas kematiannya. Satu persatu pelaku mendapatkan gilirannya. Bagaimana dengan Sang Bapak? Apakah masih tega Rosaline menuntut balas pada Sang Bapak?
Lihat lebih banyakHosh ... Hosh ... Hosh ...
Seorang gadis remaja terus berlari di dalam hutan.Tak peduli tubuhnya terkena semak berduri, atau kakinya yang harus menginjak semak belukar hingga menggores luka di beberapa bagian tubuhnya.Namun sekuat apa pun gadis itu berlari, tentu saja dia tak menemukan tempat untuk bebas."Lepasin, Aline!" teriak gadis yang bernama Aline itu."Diam! Ikuti saja kami!" bentak salah seorang dari empat manusia tersebut.Rosaline, gadis remaja berparas cantik memiliki hidung mancung dan kulit kuning langsat. Rambut lurus berwarna hitam dan memiliki bulu mata yang lentik.Membuat remaja berusia sembilan belas tahun itu semakin mempesona.Malam ini tepat malam rabu kliwon.Dimana malam ini, tepat pukul tengah malam gadis remaja itu bertambah usianya.Namun kejutan besar akan dia alami malam ini.Di sebuah gubug sederhana, jauh di dalam hutan.Beberapa orang berdiri mengelilingi sebuah ranjang dengan taburan bunga tujuh rupa."Lepasin! Aline gak mau ikut andil dalam kesesatan, kalian!" gadis itu berteriak dengan sorot matanya yang tajam menyiratkan kekecewaan.Tak ada rasa takut sama sekali dalam diri gadis muda itu."Diam! Kamu harus berkorban untuk kami, sudah cukup selama ini kami memberi kamu tumpangan dan itu tidak gratis! Sekarang, saatnya untuk kamu membalas budi kebaikan kami, berdua!"Gelak tawa menggema dalam gubug itu."Cuih! Kalau saja aku bisa memilih, tak sudi aku terlahir dan mempunyai orang tua sesat macam kalian! Bahkan, rasanya kalian pun tak pantas mendapat julukan orang tua! Kalian semua, gila!"Plak!Sebuah tamparan mendarat dipipi mulusnya meninggalkan jejak merah."Kamu gak pantas bicara seperti itu pada orang tua kamu, Ibu kecewa sama kamu!" ucap wanita yang mengaku dirinya sebagai Ibu."Kecewa? Ibu bilang kalau Ibu kecewa sama, Aline? Lalu bagaimana dengan perasaan Aline saat ini, Bu. Bapak hendak menjadikan aku sebagai tumbal di sini, dan Ibu hanya diam saja bahkan tak melarang, Bapak!" teriak gadis itu.Tak ada air mata dalam sorot mata wanita tersebut.Namun jauh dilubuk hati wanita paruh baya itu, hatinya sangat terluka."Sudah, cepat baringkan anak tak tahu diri itu, cepat!"Para anak buah itu pun membaringkan tubuh gadis tersebut dan mengikat kuat kaki serta tangannya. Tak lupa menutup mata gadis tersebut.Mereka duduk mengelilingi ranjang tempat di mana ritual akan dilakukan."Aku tak akan mengikhlaskan tubuh ini, jiwa ini, sukma ini, raga ini, bahkan jasad dari tubuh ini tersentuh dan diberikan kepada junjungan kalian! Ingat lah janji ku ini, aku akan menuntut balas kepada kalian semua dan akan ku pastikan neraka lah tempat kalian berada!"Jleb!Sret!Tepat setelah sumpah yang di ucapkan gadis itu ucapkan, saat itu pula akhir dari hidupnya.Darah mengalir deras membasahi ranjang.Dengan cepat, mereka melakukan ritual akhirnya.Tepat pukul dua belas malam, ritual telah usai di laksanakan, tepat pula usia gadis itu genap dua puluh tahun. Namun harus mengalami hal tragis seperti ini.Para gerombolan tadi, juga kedua orang tua Rosaline pergi meninggalkan gubug tersebut dan membiarkan jasad Sang Anak begitu saja.Setelah kepergian mereka semua, seorang wanita yang berkisar tujuh puluh tahun itu melesak masuk ke dalam gubug.Dibelainya rambut gadis itu. Diseka dan dengan gerak perlahan mengusap wajah gadis itu agar matanya menutup.Air mata menetes membasahi pipi remaja tersebut.Sebuah kidung pun di dendangkan.Ana kidung, rumeksa ing wengi.Teguh ayu, luputa ing lara.Luputa bilahi kabeh.Jin setan datan purun.Peneluhan tan ana wani.Miwah panggawe ala.Gunane wong luput.Geni atemahan tirta.Maling adoh tan ana ngarah ing kami.Guna duduk pan sirna.Perlahan diusapnya tubuh gadis itu, mulai dari kepala hingga ujung kaki.Gemetar jemari tua itu menyeka gadis yang amat disayanginya itu.Apa boleh buat, dirinya tak bisa mencegah hal ini terjadi."Nduk, cah ayu. Aku minta maaf kepada mu, aku tak berdaya. Aku tak bisa mencegah semua ini terjadi. Maafkan lah aku yang tak mampu melindungi mu dari kebengisan orang tuamu, itu." ucap wanita itu.Angin berhembus kencang, membuat suara bising daun bergesekkan.Bahkan gubug pun turut bergoyang.Kencangnya angin, tak menggentarkan wanita yang bernama Mbok Mar itu.Kidung rumekso ing wengi di nyanyikan dengan sepenuh hati.Kesedihan, makna itu yang terkandung dalam kidung yang dinyanyikan Mbok Mar itu.Hembusan angin bertambah kencang, suara binatang malam pun saling bersahutan seiring kidung dinyanyikan.Dan saat kidung tersebut selesai, angin dan suara binatang malam pun berhenti."Selesai, semua luka mu sudah tak berbekas lagi, Nduk. Buka matamu, Rosaline." ucap Mbok Mar.Perlahan, mata gadis itu terbuka.Senyuman terbit di wajah Mbok Mar. Tak sia-sia usahanya membangkitkan Sang Cucu, meski hanya sementara."Mbok," ucap Rosaline.Dengan penuh kasih sayang, Mbok Mar membelai rambut Sang Cucu dan mencium keningnya."Maafkan Mbok yang tak bisa melindungi mu. Mbok telah gagal melindungi cucu kesayanganku sendiri, maafkan Mbok." ucapnya menangis.Rosaline memeluk Mboknya itu dengan penuh kasih sayang.Meski terasa dingin, namun kehangatan hatinya mampu membuat Mbok Mar tak kuasa membendung kesedihannya."Maaf, maafkan Mbok!" raungnya."Sstt, Mbok jangan menangis. Ini semua bukan salah, Mbok. Aline tak mengapa harus pergi seperti ini. Tapi maafkan lah cucumu ini, Mbok. Sumpah telah terucap, aku hanya ingin, menuntut keadilan." ucapnya dengan sorot matanya yang mengguratkan amarah di dalamya.Mbok Mar menyeka air matanya, lalu menangkup pipi gadis yang di sayanginya itu."Tak apa, tak apa. Aku izin kan kau untuk membalas apa yang telah mereka perbuat, ambil lah apa yang memang menjadi bagian mu. Keserakahan, kekayaan, kedigdayaan yang mereka cari itu, sudah membutakan hati dan logikanya sebagai orang tua! Lakukan lah, aku mengizinkan. Namun perlu kau ingat, jika kau membutuhkan bantuan atau apa pun itu. Mbok mu ini akan membantumu, sekali pun cara itu, salah!" ucap Mbok Mar dengan tegas.Rosaline pun menggeleng."Tidak, jangan kotori tangan Mbok untuk sesuatu yang sanggup aku lakukan. Akan ku tumpas habis hingga ke pangkalnya. Semua ini harus segera di selesaikan." ucap nya."Mbok, waktu Aline sudah tak banyak. Maafkan Aline yang harus meninggalkan Mbok sendirian. Namun Aline akan tetap mengawasi Mbok. Aline pun akan datang kepada Mbok, mau kah Mbok menerima kehadiran ku, walau aku bukan lah lagi manusia?" tanyanya."Tentu, tentu sayang. Mbok akan tetap menerima kehadiran mu. Ini, bawa lah ini. Bunga mawar kesukaanmu, akan Mbok tanam dan rawat tanaman kesayangan mu itu. Pergi lah, jangan risau kan Mbok mu ini." ucap Mbok Mar melepas kepergian Cucu semata wayangnya itu."Pergilah, cucuku." ucapnya lirih.Bu Tiwel yang sedang menyapu halaman belakang rumahnya, dikejutkan oleh suara ketukan di pintu rumahnya. Tok ... Tok ... Tok ..."Ya, sebentar!" sahutnya dari dalam rumah.Tak mau menunggu Sang Tamu, Bu Tiwel berlari dari arah belakang menuju depan dan membukakan pintunya.Tampak seorang wanita paruh baya dengan kebaya berwarna putih dengan corak bunga mawar di setiap sudut bawah, bersanggul model ukel konde bak bangsawan keraton, membuat Bu Tiwel merasa heran. "Permisi, apa benar ini rumah Ibu Tiwel?" tanya wanita itu. "Ya, benar. Sampean(kamu) ini siapa?" tanya Bu Tiwel. "Perkenalkan, saya Maryati, panggil saja Mbok Mar. Kedatangan saya ke sini untuk menemani Ibu selama Nduk Alina pergi," jelas Mbok Mar."Mari masuk dahulu, Mbok."Mbok Mar mengikuti langkah kaki Ibu Tiwel.Ibu Tiwel pergi ke dapur untuk mengambil minuman dan beberapa cemilan untuk disuguhkan kepada Mbok Mar."Silahkan Mbok, seadanya saja tapi Mbok," ucap Bu Tiwel."Terimakasih banyak," jawab Mbok Mar.Bu Tiwel
Fajar perlahan bergerak naik, menandakan bahwa hari sudah pagi.Alina yang tidak bisa tidur setelah melihat bagaimana kejamnya seorang Bapak dan Ibu menumbalkan putri mereka hanya demi kekayaan dan kedigdayaan semata, membuat Alina terus merasa iba.Terlebih lagi, gadis kecil itu adalah Rose.Alina pun membulatkan tekadnya untuk menumpas habis pesugihan yang masih terjadi saat ini.Alina tidak ingin jika korban gadis-gadis remaja akan terus berjatuhan hanya karena duniawi dan keegoisan semata.Hanya karena menginginkan harta secara instan, mereka rela mengorbankan orang lain, bahkan anak sendiri.Sekali pun pelaku pesugihan itu telah tiada, namun biasanya ritual akan terus dilakukan hingga keturunan yang telah mereka sepakati bersama dengan junjungan mereka.Tok ... Tok ... Tok ..."Nduk, kamu sudah bangun?" ketuk ustad Ahmad mencoba membangunkan Alina.Ceklek."Sudah ustad, saya sudah bangun dari tadi. Bahkan saya belum tidur lagi," jelas Alina."Ya sudah, nanti kita lanjutkan lagi n
Ustad Ahmad, Alina dan Sang Kusir memilih bermalam di sebuah rumah tua yang terletak di pinggir hutan.Sang Kusir awalnya menolak untuk bermalam di rumah tua tak berpenghuni tersebut, namun dia terpaksa karena memang tidak ada lagi tempat untuknya beristirahat.Kriet ...Suara derit pintu tua begitu menganggu pendengaran.Suasana di rumah itu sangat rapi, bahkan lantai dan dindingnya tidak berdebu atau pun bersarang laba-laba.Meja, kursi dan yang lainnya pun bahkan tampak terawat. Hanya tercium bau khas kayu saja, karena memang rumah tua itu terbuat dari kayu.Ustad Ahmad dan Alina sempat curiga, bagaimana bisa bangunan tua yang tampak reot bahkan dipenuhi sulur merambat pada bagian depan rumah itu, ternyata sangat terawat di bagian dalamnya.Ustad Ahmad dan Alina pun menepis fikiran buruk yang bertandang ke fikiran mereka.Berbeda dengan mereka berdua, Sang Kusir langsung berlari masuk ke dalam rumah dan membuka satu persatu pintu dan memilih kamar mana yang mau dia tempati.Rumah t
Pagi itu, Bu Tiwel mempersiapkan segala keperluan dan bekal yang akan Alina bawa selama di perjalanan nanti.Tak lupa Bu Tiwel juga mempersiapkan bekal juga untuk ustad Ahmad."Nduk! Nduk!" panggil Bu Tiwel.Dengan segera Alina berlari kecil menghampiri Bu Tiwel."Ada apa, Bu?" tanya Alina."Ini sudah Ibu siapkan bekal untuk di perjalanan nanti, jangan lupa di masukkan ke dalam tas, Nduk. Ibu lebihkan juga supaya kamu bisa berbagi dengan ustad Ahmad," ucap Bu Tiwel."Iya, Bu. Terimakasih Ibu sudah repot mempersiapkan ini semua, Alina kan bisa sendiri," jawabnya memeluk Sang Ibu."Ngerepotin apa si, Nduk. Kamu anak Ibu, masa iya ngerepotin. Sudah, masukkan dalam tas, takut tertinggal!"Alina pun bangkit dan berjalan menuju kamar untuk meletakkan bekalnya ke dalam tas.Harum mawar menguar menusuk indera penciumannya."Rose, aku tahu itu kamu." ucap Alina tanpa memperhatikan sekelilingnya.Alina sangat faham harum yang selama ini berada di sekitarnya.Rose, bagi Alina memiliki harum yang
Alina memikirkan betul permintaan ustad Ahmad untuk membawa dirinya pergi belajar di tempat yang amat jauh.Alina hanya memikirkan bagaimana nasib Sang Ibu yang akan dia tinggal nantinya.Pasalnya, Alina bukan hanya satu dua hari saja belajar bersama ustad Ahmad."Aku harus bagaimana?" gumamnya sambil menatap lurus ke luar jendela.Srek ... Srek ... Srek ...Alina terkejut ketika mendengar suara daun bergesekan.Dengan tajam, Alina memandang hamparan tanah luas di hadapannya tersebut."Gak ada siapa-siapa, kok. Tapi kenapa aku mendengar suara seperti daun terinjak?" ucapnya memindai sekitarnya.Pasalnya, hari sudah malam. Sangat jarang untuk warga Rejoseno beraktifitas pada malam hari.Apalagi melewati kebun bambu dekat rumah Alina itu.Alina berusaha untuk mengabaikannya. Namun, semakin dia abai, semakin gencar pula suara tersebut mendekat ke arahnya.Srek ... Srek ... Srek ...Alina berusaha memindai sekali lagi untuk memastikan siapa yang berusaha mengusiknya."Siapa disana?" ucap
Kinanthi panglipur wuyungRerenggane prawan sunthiDurung pasah doyan nginangTapih pinjung tur mantesiMendah gene yen diwasaBumi langit gonjang ganjingBi Tiwel mendendangkan tembang kinanthi sebagai lagu penghantar tidur untuk Sang Puteri, sambil mengelus puncak kepala Sang Anak sehingga Alina terbuai dalam mimpi indahnya.Lagu yang berisi kasih sayang dan nasehat itu selalu beliau dendangkan untuk Alina."Tidur lah, Cah Ayu. Hidupmu akan diuji dengan banyak cobaan. Ibu harap kamu akan kuat menghadapi garis takdir yang Gusti takdirkan untukmu. Maaf bila Ibu tak bisa banysk membantu kamu, hanya do'a yang bisa Ibu beri untuk kamu," ucapnya lirih.Setelah dipastikan Sang Anak terlelap, Bu Tiwel pun turun dari ranjang dan keluar kamar Alina.Rosaline yang sedari tadi memperhatikan Bu Tiwel pun akhirnya turun dan duduk tepat di sebelah Alina."Begitu beruntung dirimu, Nduk. Beliau bukan Ibu kandungmu, namun beliau memperlakukan kamu selaiknya anak sendiri. Kasih sayang yang diberi Ibum
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen