Daru mendapati bahwa anak perempuannya menemukan sebuah boneka. Boneka itu terlihat lucu dan menggamaskan. Namun, Daru menemukan sebuah keanehan di mana kemunculan boneka itu bertepatan dengan kasus yang rumit di mana rekan-rekannya di kepolisian meninggal dengan cara yang mengenaskan. Apakah hubungan antara kasus pembunuhan dengan boneka itu?
Lihat lebih banyak“Arrrghhh! Ada mayat!”
Malam itu, suasana yang sunyi dan sepi mendadak pecah karena jeritan seorang wanita. Wanita itu bekerja di toko yang ada di pusat perbelanjaan. Seperti biasa, wanita yang bernama Minah itu setiap malam harus membuang sampah di tempat pembuangan yang ada di samping toko bir setelah toko tutup
Gang sempit itu menghubungkan pusat perbelanjaan ke pasar besar. Tetapi, jika malam hari tentu saja sepi. Daru yang kebetulan sedang dinas malam langsung menuju ke TKP setelah menerima laporan penemuan mayat. Gang sempit yang biasanya sepi jika malam hari itu mendadak ramai dengan kerumunan orang-orang dan juga polisi. Tim INAFIS sudah datang dan sedang memeriksa korban saat Daru turun dari mobilnya.
Saat melihat kedatangan Daru, salah seorang anak buahnya langsung mendekat.
“Pak, saya sarankan lebih baik Anda tidak melihat jenazahnya.”
Daru mengerutkan dahi. Sebagai kepala polisi yang sudah hampir 10 tahun menangani kasus kriminal tentu melihat mayat adalah hal yang biasa bagi Daru.
“Memangnya ada apa?”
“Itu, ma …Pak Daru … Pak!”
Tanpa bisa dicegah lagi, Daru pun mendorong tubuh anak buahnya sehingga ia bisa melangkah lebih dekat. Dari jarak yang lebih dekat, dia melihat mayat itu tampak sangat mengenaskan. Banyak bekas tusuk di tubuh, sobekan di perutnya bahkan membuat jeroannya keluar. Dan saat ia melihat kepala mayat yang terlepas itu, Daru pun spontan berteriak.
“Anwar!”
Teriakan Daru membuat salah satu anggota INAFIS menoleh dan langsung menghampiri.
“Malam Komandan!”
“I-itu AIPTU Anwar?” tanya Daru memastikan.
“Siap betul, Dan. Itu adalah jenazah AIPTU Anwar.”
Melihat mata Anwar yang masih melotot itu, membuat Daru yakin jika temannya pasti mengalami sesuatu yang membuatnya sangat ketakutan.
“A-apa yang sudah kalian temukan?” tanya Daru.
“Sejauh ini kami tidak menemukan sidik jari atau jejak kaki yang bisa dijadikan petunjuk. Anak buah saya hanya menemukan beberapa helai benang berwarna putih, hitam dan pink di TKP. Itulah sebabnya, kami butuh banyak keterangan dan saksi, Dan. Mayat AIPTU Anwar akan segera kami autopsi.”
“Kalian pikir pelakunya bisa melayang di udara? Tanpa sidik jari saya masih bisa terima. Tapi, jejak kaki? Periksa lagi dengan lebih teliti!” seru Daru kesal.
“Siap Komandan.”
“Laporkan pada saya perkembangannya. Jika ada yang mencurigakan cepat diselidiki!”
“Siap Komandan!”
Daru menoleh kepada anak buahnya yang tadi sempat menghalangi langkahnya.
“Orang yang pertama kali menemukan jenazah sudah dimintai keterangan?” tanya Daru.
“Sudah, Dan. Bahkan kami juga sudah meminta keterangan dari beberapa pemilik toko di sekitar sini. Katanya mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Bahkan tidak ada yang mendengar perkelahian atau teriakan.”
Daru menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan, “Itu berarti ada kemungkinan jika korban dibunuh di tempat lain, baru mayatnya dibawa ke sini. Tapi, jika begitu seharusnya ada jejak kendaraan,” ujarnya.
“Kami sudah memeriksanya juga Komandan, gang kecil itu memang menghubungkan pusat pertokoan dengan pasar induk. Tetapi, gang ini tidak bisa dilalui mobil. Jadi, jika jenazah dibawa dari tempat lain, seharusnya ada saksi mata yang melihat orang membawa jenazah pak Anwar dan membuangnya di sana.”
Daru mengepalkan tangannya dengan kesal. Tidak lama kemudian ambulance pun sudah membawa kantong jenazah menuju rumah sakit. TKP juga sudah dipasangi garis kepolisian. Dan, Daru pun kembali ke kantornya dengan perasaan yang masih emosi.
Paginya, Daru pulang dengan perasaan kesal. Ia masih mengingat mayat Anwar yang mati menggenaskan itu. Kembali terbayang di dalam benaknya bagaimana tusukkan di tubuh Anwar yang mengeluarkan darah merah segar dan merah gelap di sekitar perut. Jeroannya yang berhamburan di tanah, seperti usus besar dan usus halus yang berserakan dan terlihat menjijikan.
Rasa mual mulai ia rasakan di perutnya. Daru pun menepikan mobilnya di tepi jalan dan memuntahkan isi perutnya. Setelah merasa sedikit lega, lelaki itu masuk kembali ke dalam mobilnya. Ia meraih botol air mineral yang selalu ada di dalam mobil dan meminumnya untuk menghilangkan rasa pahit yang tertinggal di mulut.
Daru menyandarkan tubuhnya dan menarik napas panjang berulang-ulang. Lelaki berusia 35 tahun itu mencoba untuk menenangkan diri. Ia tidak mau keluarganya cemas. Tidak seharusnya ia memikirkan soal pekerjaan. Semua urusan kantor harus ditinggalkan di kantor. Saat berada di rumah dia bukanlah IPTU Daru Setiawan. Tetapi, Daru … seorang suami dan ayah.
Merasa jauh lebih tenang, Daru pun kembali menyalakan mesin mobilnya dan ia meneruskan perjalanan pulang. Di jalan, lelaki itu mampir ke sebuah kedai sarapan untuk membeli beberapa kue tradisional kesukaan anak istrinya untuk dibawa pulang.
Suasana di rumah kepala polisi itu dari luar tampak sepi. Mbok Inah asisten rumah tangganya sedang sibuk menyapu halaman dan mengangguk sopan saat melihat kedatangan Daru.
“Selamat pagi, Pak,” sapa Mbok Inah.
“Pagi Mbok. Istri saya mana?” tanya Daru.
“Ibu tadi di dapur sedang mencuci piring sambil memasak, Pak.”
Daru mengangguk kemudian meneruskan langkahnya masuk ke dalam rumah. Lelaki itu langsung menuju ke dapur. Dan ketika melihat sang istri sedang asik mencuci piring, ia pun memeluk wanita itu dari belakang.
“Mas, kamu itu kebiasaan ah. Untung aku ga kaget, kalo ga piring ini bisa jatuh dan pecah.”
Kalina sang istri membalikkan tubuh dan tersenyum pada Daru. Ah, senyuman wanita yang sudah memberinya seorang anak perempuan itu memang selalu menenangkan.
“Mana Soraya?” tanya Daru menanyakan putri mereka yang berusia 4 tahun.
“Itu, dia sedang main sambil menonton kartun.”
Daru pun mengecup kening sang istri lalu melangkah menuju ke ruang televisi untuk menemui si kecil.
“Duh, anak papa lagi main apa?”
Gadis kecil yang tadinya sedang asik menonton itu pun menoleh dan langsung memeluk Daru.
“Papa pulaaang! Papa liat deh, Aya punya boneka baru.”
Daru tersenyum melihat boneka anak perempuan di tangan anaknya itu.
“Mama beliin kamu boneka baru?”
“Nggak, aku nemu boneka ini di depan pintu. Karena bonekanya bagus dan cantik, ya aku bawa.”
"Kita bocor, Pak. Komandan dengar sendiri dia nyebut nama Bapak." Suara Aldo terdengar berat di headset. "Dia tahu dari awal. Ini bukan perangkap ... ini perjamuan terakhir."Daru menahan napasnya. Ia masih duduk berhadapan dengan IRJEN di meja tua yang disiapkan untuk pertemuan pura-pura ini. Tangannya tetap di atas meja, seolah santai, tapi matanya menelusuri setiap pergerakan pria tua di depannya."Komandan Daru," ulang IRJEN, kali ini lebih keras, langsung menantang. "Berapa lama kau pikir bisa bermain sebagai 'Ortega'? Kau pikir topeng digital bisa menghapus masa lalumu?"Yudistira yang mengawasi dari ruang kontrol menggertakkan gigi. "Aldo, periksa siapa yang memberi data kita. Ini pengkhianatan dari dalam. Ada yang membocorkan jalur."Aldo sudah mengetik dengan cepat. "Ada sinyal loncatan dari satu perangkat kita. Dari ID kamera logistik 3. Itu ... si Jaka. Dia yang membawa truk bagian timur.""Bangsat!" Yudistira langsung menekan tombol mikrofon internal. "Jaka! Turun dari pos
"Kalau dia tidak datang, semua ini percuma!" suara Yudistira meninggi, nadanya nyaris bergetar oleh amarah dan rasa cemas.Daru berdiri membelakangi jendela, wajahnya diterangi cahaya temaram dari lampu gantung di markas darurat mereka. Tatapannya dingin, tapi rahangnya mengeras. "Dia akan datang. Dia tidak bisa menolak undangan dari orang yang katanya bisa menggantikan jaringan Rusia di Asia Tenggara.""Tapi dia juga bukan orang bodoh! IRJEN itu bukan penjahat kelas teri. Dia licin, dan lebih dari separuh hidupnya dihabiskan untuk menipu orang seperti kita.""Justru karena itu dia akan datang. Rasa tamaknya lebih besar dari rasa takutnya."Yudistira membanting botol air ke lantai. Air tumpah, membasahi sepatu botnya. "Kalau kita salah hitung, Pak ... kita bukan cuma gagal. Kita semua bisa mati dan anak buahnya tidak akan memberi kita waktu untuk kabur."Daru menatapnya sejenak, lalu menepuk bahunya. "Kita sudah sampai sejauh ini. Kalau mundur sekarang, kita hanya jadi cerita basi tap
“Yang benar saja., Mas. Ini bukan sekadar rencana. Ini bunuh diri!” Elina menatap Daru dengan mata merah, penuh amarah yang menahan tangis dan kelelahan.Daru berdiri tegak di depan papan besar yang penuh dengan peta, bagan alur dana ilegal, dan foto-foto orang penting—semuanya terhubung dengan benang merah yang disusun seperti jaring laba-laba. Matanya tajam menatap satu titik di tengah. Sebuah lokasi gudang tua di utara Jakarta.“Kita tidak punya pilihan lain, Lin. Semua jalur hukum sudah buntu. IRJEN bukan cuma dilindungi, dia bagian dari sistem. Kalau kita masih menggunakan prosedur, kita semua akan dikubur hidup-hidup.”Elina menggebrak meja. “Tapi dengan cara seperti ini? Menjebak dia di lokasi transaksi? Memanggil media? Siaran langsung? Kita bukan wartawan! Kita polisi!”“Kita manusia, Lin,” sahut Daru tenang. “Dan manusia kadang harus memilih antara hidup sebagai pengecut atau mati sebagai orang yang mencoba melawan kejahatan.”Yudistira berdiri dari kursinya, suara napasnya
"Kamu lihat sendiri, Mas! Lihat anakmu!" suara Kalina pecah dalam amarah dan panik, tangannya menunjuk ke arah Soraya yang terbaring pucat di atas tempat tidur, napasnya naik turun tak beraturan.Daru berdiri di ambang pintu kamar, wajahnya pucat pasi. Soraya menggigil meski selimut menutupi tubuh kecilnya. Keringat dingin membasahi dahinya, dan matanya bergerak gelisah di balik kelopak tertutup."Dia ... dia nggak bangun sejak pagi," isak Kalina. "Aku coba bangunkan, ku bisikkan doa-doa, aku bacakan ayat, tapi dia cuma menggeliat dan mengigau. Dia terus menyebut satu nama. Bella."Daru perlahan melangkah mendekat, duduk di pinggir ranjang, menatap anak semata wayangnya yang tampak seperti bunga layu di musim panas yang keras."Kamu pikir ini kebetulan?" suara Kalina kini bergetar hebat. "Kamu pikir semua ini nggak ada kaitannya dengan apa yang kamu lakukan di luar sana? Dengan Bella? Dengan dendam yang kamu bawa pulang ke rumah ini?""Aku tahu ini bukan kebetulan," kata Daru perlahan
"Aku nggak bisa percaya ini cuma ulah IRJEN lokal," kata Daru tajam, menatap layar tablet yang dipenuhi laporan penyamaran finansial, nama perusahaan fiktif, dan alur pengiriman gelap dari pelabuhan kecil di Sumatera hingga ke pelabuhan-pelabuhan rahasia di Asia Tenggara.Elina berdiri di dekat jendela ruang kerja darurat mereka, tangannya menggenggam laporan yang baru dikirim Elina lewat jalur offline. "Kita semua sudah curiga tapi ini ... lebih dalam dari dugaan. Bahkan beberapa rekening yang kamu lihat itu, punya afiliasi dengan konsorsium lintas benua. Ada catatan transfer dari Honduras, bahkan Nigeria.""Kita bukan cuma melawan institusi korup," gumam Daru. "Kita melawan sesuatu yang tidak pernah ingin dikenali."Elina mendekat, menunjuk salah satu nama di dokumen. "Ini yang paling bikin aku merinding. Perusahaan cangkang bernama THIRTEEN CROSS. Berdiri di Kepulauan Virgin, tapi punya satu direktur lokal ... yang namanya mirip dengan pemilik toko boneka tua di Jepara, tahun 1991.
"Saya dipanggil karena apa, Pak?" suara Yudistira terdengar datar tapi tajam saat ia duduk di hadapan meja panjang di ruang interogasi.Di hadapannya, seorang perwira tinggi dengan pangkat Kombes berdiri bersilang tangan. Dua petugas lain berjaga di pintu, wajah mereka tanpa ekspresi."Anda tahu sendiri kenapa, Yudistira," kata perwira itu, suaranya dingin. "Tadi pagi pukul 06.20, seseorang melaporkan bahwa Anda mencoba meracuni kopi milik IRJEN dalam ruang briefing tertutup."Yudistira mengernyit. "Itu tuduhan konyol. Saya bahkan tidak berada di gedung utama pagi ini. Saya mengantarkan saksi ke rumah aman. Ada catatannya. Ada saksi.""Tapi kamera pengawas menunjukkan Anda masuk ke ruangan itu lima belas menit sebelum kejadian dan sidik jari Anda ada di cangkir."Yudistira menggeleng, bingung. "Kalau benar itu sidik jari saya, berarti seseorang menjebak saya. Ada orang dalam yang mengatur ini.""Itu yang sedang kami selidiki," jawab Kombes itu datar. "Sementara itu, Anda akan kami tem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen