Short
Born with Divine Power

Born with Divine Power

By:  Octo MilnerCompleted
Language: English
goodnovel4goodnovel
8
1 rating. 1 review
7Chapters
4.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

On my first day of being a newlywed, my father-in-law beat my mother-in-law up because of a dish. I tried to stop my father-in-law out of concern for my mother-in-law's life. However, he scolded me for being rude and claimed out loud that subduing others with force was a family tradition. I was thrilled when I saw that my husband was also itching to have a go at me. Hurrah! I could finally unleash the demon inside me!

View More

Chapter 1

Chapter 1 Unexpected Violence

“KRRRIIIINGG ...!”

Alarm jam di meja kerja Tiara Wardoyo berdering keras. Gadis berusia jelang seperempat abad itu terjingkat kaget dibuatnya. Berkas-berkas yang berserakan di atas meja buru-buru ia kumpulkan, lalu disatukan dalam map.

Sembari kedua tangannya menata tumpukan dokumen, leher jenjang Tiara terjulur ke samping monitor laptop. Mengintip ke arah sekretarisnya di ruang sebelah, yang tampak serius di belakang meja. Entah mengerjakan apa.

“Sinta, saya mau berangkat sekarang. Tolong beri tahu sopirnya supaya bersiap-siap di bawah. Lima menit lagi saya turun,” ujar Tiara melalui interkom.

Kedua bola mata bening gadis itu menyaksikan si sekretaris segera hentikan pekerjaannya, lalu memencet tombol interkom sembari memandang Tiara dari balik kaca pembatas ruangan.

“Ta-tapi, Bu, bukankah Ibu masih harus menunggu Pak Ryan?” sahut si sekretaris dengan tatapan bingung.

Tiara tersenyum kecil.

“Nggak jadi. Saya yang akan nyamper Ryan di apartemennya dari sini,” katanya, menjelaskan rencana dadakan yang baru terlintas saat ia tiba di kantor tadi.

Rencana awalnya memang Ryan yang akan datang ke kantor. Kemudian diantar sopir perusahaan, Tiara bersama sang tunangan akan menempuh perjalanan darat menuju Batang.

Perusahaan parking management yang didirikan oleh kedua pasangan itu tengah gencar-gencarnya mengembangkan sayap. Mereka mendapat tawaran kerja sama pengelolaan parkir dari beberapa pihak di Batang dan Kendal.

Di Batang tengah dibangun beberapa pembangkit listrik bersakala nasional. Beberapa perusahaan kawasan industri juga telah membuka proyek di sana. Prospek daerah di Jalur Pantura Jawa Tengah tersebut cerah.

Pun demikian Kendal, yang menjadi daerah penyangga utama Kota Semarang. Semakin lama Semarang seolah semakin bergeser ke barat. Sehingga Kendal juga diprediksi bakal seramai ibu kota Jawa Tengah tersebut.

Memanfaatkan momentum pertemuan dengan para calon partner bisnis itulah, Tiara dan Ryan bermaksud sekalian berlibur. Sekaligus merayakan hari jadi mereka yang ketiga. Dan Tiara bermaksud mengawali perjalanan mereka dengan satu kejutan kecil.

“Oh, begitu to, Bu,” ulang Sinta. Meski masih menunjukkan raut wajah bingung, namun sekretaris berambut panjang sepunggung itu membalas senyum Tiara.

“Sudah, jangan bingung begitu. Cepat beri tahu sopirnya,” sahut Tiara gemas. Lalu tanpa menunggu jawaban Sinta ia langsung berdiri.

“Ba-baik, Bu. Kalau begitu saya beri tahu sopirnya sekarang juga.” Suara Sinta terdengar dari mikrofon interkom.

Tiara meraih tas kerjanya yang sedari tadi tergeletak di ujung meja kerja. Dibukanya sebentar, mengecek isi di dalamnya. Tidak ada yang berubah. Tak sampai sekedipan mata berselang ritsleting sudah ditutup lagi.

Sembari melangkah meninggalkan meja, laptop yang masih menyala ia tutup kemudian ditenteng begitu saja. Tas koper duffel berwarna hitam yang sudah menunggu di dekat pintu ruangan tak lupa diraih.

“Siapa sopir yang akan mengantar saya dan Ryan?” tanya Tiara saat melintasi meja Sinta.

Sang sekretaris yang tengah menatap layar monitor langsung angkat kepalanya.

“Yang akan mengantar Abdi, Bu,” sahutnya cepat seraya berdiri. “Dia sudah menunggu di bawah.”

Tiara hanya mengangguk, lalu melanjutkan langkah. Tapi baru selangkah berjalan ia ingat sesuatu dan berhenti.

“Oya, tolong ingatkan Anita untuk segera menyelesaikan revisi laporan keuangan yang saya minta beberapa waktu lalu. Bilang padanya, begitu saya kembali dari Batang dan Kendal laporan itu sudah harus siap,” ujarnya memberi instruksi.

“Baik, Bu,” jawab Sinta sembari mengangguk. Tapi lalu menambahkan dengan ragu-ragu, “Ngg, tapi maaf, Bu, hari ini sepertinya Anita tidak berangkat.”

Tiara angkat kedua alisnya. Di dalam hatinya merutuk sendiri. Bagaimana bisa ia tidak tahu kepala keuangan perusahaannya itu tidak masuk hari ini.

“Lho, kenapa dia absen? Hari Jumat jelang wiken begini kok malah nggak masuk kerja,” ujarnya sembari pencongkan bibir.

“Saya tidak tahu, Bu. Coba nanti saya telepon,” sahut Sinta pelan.

“Ya sudah, kamu telepon saja dia nanti. Bilang sama dia nanti kerjaannya saya hitung lembur. Saya berangkat sekarang,” kata Tiara lagi.

Lalu tanpa menunggu respon sekretarisnya, direktur muda itu kembali melangkah.

Sinta buru-buru berlari mengejar.

“Biar saya antar ke bawah, Bu,” ujar sang sekretaris sembari meraih pegangan troli tas koper yang diseret atasannya.

Tiara menatap sekretaris berwajah imut itu sembari tersenyum.

“Sudah, nggak perlu. Kembali ke mejamu saja sana,” tolaknya dengan halus. “Jangan lupa, kalau nanti ada yang mencari saya bawa mereka menemui Pak Seno.”

Sinta mengangguk cepat. “Baik, Bu.”

Tanpa memedulikan Sinta yang masih berdiri melongo, Tiara memencet tombol lift. Beberapa saat kemudian tubuhnya sudah menghilang, turun bersama kabin lift ke lantai bawah.

Para pekerja di lantai bawah yang melihat kemunculan Tiara segera memberi hormat dan menyapa. Gadis itu hanya menanggapi dengan anggukan kecil tanpa ekspresi, sembari terus melangkah keluar.

Sebuah mobil SUV hitam dengan plat nomor T 14 RA, sehingga membentuk nama TIARA, telah menunggu di depan lobi. Seorang pemuda berkemeja putih polos cepat-cepat menghampiri Tiara.

“Selamat pagi, Bu,” sapa pemuda tersebut sembari mengambil alih tas troli dari tangan si gadis direktur.

Bukannya membalas salam tersebut, Tiara justru bertanya dengan sedikit heran, “Kamu yang namanya Abdi?”

Pemuda tersebut mengangguk sembari tersenyum.

“Iya, Bu. Saya Abdi,” jawabnya.

Tiara memperhatikan pemuda di hadapannya lekat-lekat, dari atas ke bawah. Dalam hatinya bertanya-tanya sendiri, kenapa baru sekarang ia tahu perusahaannya punya sopir semuda ini.

Tadinya Tiara membayangkan bakal diantar seorang sopir berusia paruh baya. Seperti halnya sopir-sopir lain di perusahaan tersebut. Juga sopir di rumah orang tuanya yang berumur kisaran empat-lima puluh tahun.

Yang dipandangi jadi serba salah sendiri. Untuk mengusir rasa kikuk pemuda itu lantas membukakan pintu tengah dan mempersilakan Tiara masuk.

“Silakan, Bu.”

Tanpa menanggapi, Tiara masuk ke dalam mobil. Abdi menuntup pintu, kemudian berjalan memutar ke belakang untuk memasukkan tas troli ke bagasi. Menit berikutnya pemuda itu sudah duduk di belakang kemudi.

“Kita ke Palmerah Barat, Bu?” tanya Abdi sembari memandang Tiara dari kaca spion tengah.

“Ya, ke apartemen Ryan,” sahut Tiara.

“Baik, Bu,” sahut Abdi seraya tancap gas.

Begitu mobil melaju, sebuah senyum terkembang di wajah Tiara. Gadis itu sudah tak sabar ingin melihat reaksi tunangannya. Tangannya meraba setangkai mawar merah dan sebatang cokelat yang telah disiapkan di dalam tas tangan.

Terbayang di benak Tiara bagaimana Ryan pasti bakal terkaget-kaget melihat kemunculannya. Lalu sang tunangan akan memencet hidungnya dengan mesra karena telah memberi kejutan begitu rupa.

Hanya sebuah kunjungan mendadak memang. Ditambah setangkai mawar merah dan sebatang cokelat. Tapi tetap saja itu merupakan kejutan romantis bagi sang tunangan. Tanpa sadar Tiara jadi senyum-senyum sendiri.

“Sudah sampai, Bu,” ujar Abdi tiba-tiba.

Tiara tergeragap kaget. Secepat itukah? Dari kantornya di kawasan Tanjung Priok ke apartemen Ryan di Palmerah Barat, normalnya memakan waktu dua jam. Apakah selama itu ia melamun?

Sontak direktur muda tersebut mengintip keluar. Benar saja. Dua buah tower tinggi tampak menjulang. Bangunan yang sudah sedemikian Tiara kenal. Mereka memang sudah sampai di apartemen Ryan.

Bergegas Tiara turun dari mobil. Tas kerjanya tak lupa diraih. Dengan langkah riang ia melangkah masuk ke dalam lobi Tower 2. Kemudian naik ke lantai 33.

“Dia pasti bakal surprise banget deh,” desis gadis itu sembari tersenyum-senyum sendiri.

Beruntung di dalam lift itu Tiara hanya sendiri. Kalau tidak, tentulah ia sudah jadi pusat perhatian orang banyak. Sejak pintu lift tertutup gadis itu tak henti-hentinya mengembangkan senyum.

Begitu layar kecil penunjuk lantai di atas pintu lift memampangkan angka 33, Tiara membuka ritsleting tas tangan. Setangkai mawar merah dan sebatang cokelat dikeluarkan dari dalamnya.

Ting!

Pintu lift terbuka. Dengan wajah terus mengembangkan senyum Tiara melangkah keluar. Tinggal belok ke kiri, lalu ke kamar nomor lima dari pintu lift, di situlah Ryan tinggal selama ini.

Beberapa langkah berselang kamar yang dituju sudah terlihat. Tapi begitu melihat apa yang ada di depan kamar tersebut senyum di wajah Tiara seketika lenyap.

“Oh, tidak!” seru Tiara, membekap mulutnya sendiri.

Seketika wajah gadis cantik itu berubah tegang. Manik matanya bergetar. Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.

"Ter-ternyata ... dia ...?"

***

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.

Comments

user avatar
Cris Land
...........
2025-03-02 05:32:16
0
7 Chapters
Chapter 1 Unexpected Violence
My name was Melinda Summers. As the meaning of my name suggested, my appearance looked like a sweet, tender, and beautiful woman. I practically possessed all the qualities a man would desire in an ideal girlfriend.I'd been doing image management for many years and gone through the strict training on how to become an eligible wife.My parents had been laying the foundation for me to marry a fine young man in the future by teaching me to become a gentle, kind, and sweet young lady since I was young.They often educated me on how a well-mannered young lady should behave. "As a young lady, you must be submissive and gentle because only then can you please your husband's family and marry a fine young man. "We will disown you and have another obedient child if you ever behave like one of those disobedient children out there."They would reprimand me whenever they saw that I'd gotten into a fight, "Melinda! Who allowed you to fight with others? Tell me, is this even the manner a decent
Read more
Chapter 2 Conflict
Oliver then continued to calmly pick up a piece of creamy garlic prawn using his fork and gave it to me. "Eat. We have to catch a flight later."When he saw that I was still looking at Charlotte, who had fallen on her knees, with a worried expression, he went on and patiently explained to me, "Mom did something wrong, so she deserves to be punished. "It's fine. She is already used to it. Besides, she will continue to make mistakes if Dad doesn't discipline her. Don't worry. The family doctor will be here soon."His tone when he spoke these words was so calm that it sounded as if the one being beaten in front of him wasn't his mother but a mere pet dog or cat. It also clued me onto the fact that it was very much expected for Alexander to beat Charlotte up just because of a tiny slice of ginger.My parents often taught me to treat the elderly with respect and be dutiful to them and my husband. After all, only a gentle, submissive, and well-behaved woman could keep hold of her husb
Read more
Chapter 3 Superhuman Strength
Truth be told, the main reason why my parents had been very strict with my education since I was a child was that I was born with superhuman strength. To make matters worse, I had an awfully violent temper.When I was five, I gave the older man in our neighborhood, who tried to take advantage of me, a fatal blow on his lower body. It was that momentous occasion where my parents witnessed a sight that made their scalps tingle in the hospital.From then on, their eyes carried a hint of fear whenever they looked at me, especially my father. He seemed to view me as a monster, and I could always hear him giving my mother an earful behind my back. "That sure is some kind of monster you had given birth to! She is so freakishly strong! We can't let anyone know about this. Otherwise, my reputation will be ruined!"As I was aware that my mother disliked me and my father was afraid of me, I had always been subservient to them. I would do whatever they asked me to do, even if it was something
Read more
Chapter 4 The Fight
Perhaps he had never thought that a gentle woman could actually take a heavy punch from a tough guy like him before he struck me with his fist.In fact, not only did I block his fist with my palm, but I also slapped him in return.A bright red slap mark surfaced on Oliver's face almost immediately.He was confused as he looked at my palm, which had daintily caught his fist in disbelief.When we were dating, he cared for my hands the most. He praised my slender fingers and claimed they were especially suitable for playing the piano. He would often hold my hand and gently caress each of my delicate fingers. "Baby, please don't hurt your delicate fingers. Otherwise, I will feel bad. They are simply too delicate."Hence, he must have never thought that such a pair of delicate-looking hands like mine could easily block the fist of a masculine man like him.Similarly, he must have never thought that my hands could create clearly defined five fingerprints on his face with just one sla
Read more
Chapter 5 Demand a Divorce
As his audacity slightly surprised me, I instinctively turned to look at him. Nonetheless, I eventually didn't tell my parents-in-law the truth.I was no fool. Of course, I understood that my husband cared about his reputation and was reluctant to tell his parents that he was the only one getting violently beaten during our fight against each other.Yet, my action of protecting his manly ego seemingly instantly granted him confidence in front of his parents. As a result, he started bossing me around again."Buy me a pack of cigarettes."I remained still and simply looked at him quietly instead of heeding his order.Oliver changed his mind after our brief stare-down and said, "Forget it. It's too late. It's dangerous for a young lady like you to go out late at night."Immediately afterward, he ended the video call. Now, he and I were the only ones left in the room.I didn't hold him accountable for being rude to me just now and began taking off my clothes."Honey, it's time for
Read more
Chapter 6 The Head of the Family
I smiled and ignored him.My slap seemed to have yet to strike fear in Charlotte's heart, for she rushed toward me again after gaining consciousness."I can't believe you would dare to slap me! Bitch! How dare you slap me!""So what? I can hit you whenever and wherever I want!"As I was getting fed up, I slapped her twice again, increasing my strength from 10% earlier to 30% this time.Charlotte's cheeks instantly swelled up badly. Blood even oozed from both corners of her mouth.Since I never thought that she couldn't sustain my beating, I rubbed my hands sheepishly."I'm sorry, Mother. I didn't expect you to get injured so easily. I have already reduced my strength by a full 70%."I was satisfied when I saw the frightened look in Charlotte's eyes.Then, I shifted my attention to Alexander, who sat in the living room and feigned ignorance all this while and said meaningfully, "Mother, Father said that the family motto of the Kingsleys is subduing others with force. "So, fro
Read more
Chapter 7 Time Would Tell
Oliver only looked up at me with a fearful smile after I finished my remarks."Not to worry, darling. I will be absolutely obedient and listen to every word you say from now on."His sensibility pleased me, so I patted his head like I was petting a puppy."Oh, how I wish to show my mom how much we love each other."Still, never once did it cross my mind that my mother would come over before I could find time to return home.When my mother showed up at the door of the Kingsley Residence, I was disciplining Charlotte, who tried to defy me, the head of the family, for the nth time.One month had passed since the day I returned from my honeymoon. Throughout this period, I disciplined Alexander eight times and Oliver five times.As a result, these two men would subconsciously say, "I was wrong," whenever I raised my hand.Only Charlotte, who loved to fight me, though sick at it, always tried to challenge my authority as the head of the family. Yet, I always had to pay attention to m
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status