Short
They Celebrated ‘Freedom’ — So Did I

They Celebrated ‘Freedom’ — So Did I

By:  MannyCompleted
Language: English
goodnovel4goodnovel
10Chapters
2.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

I had been married to Natasha Bates for ten years, and not once did she ever join me for our family's Independence Day cookout. This year, on the night before the celebration, I finally gathered the courage to ask if she wanted to come. She scoffed and said, "What are you, stuck in the past? Who even celebrates the Fourth with a family dinner anymore?" Yet that very evening, I saw a social media post of Natasha with her male best friend, Stanley Rogers. They were quite intimate in the picture, and the caption read: [True happiness is celebrating Independence Day with your bestie!] I commented back: [Hope you two lovebirds make it official soon.] Stanley did not hold back. He messaged me a bunch of intimate photos of the two of them. Then, he added, [You're just a leech living off his wife. What right do you have to question anything about Nattie?] Everyone always thought I was a gold-digger living off Natasha's success. However, they all forgot that I was the sole major shareholder of the company. This time, I’m done staying silent.

View More

Chapter 1

Chapter 1

Aku melangkah masuk ke kantor hukum dengan surat cerai tergenggam di tanganku. Sudah empat tahun. Empat tahun sebagai istri Revan Mahendra, pewaris keluarga mafia paling berkuasa di kota ini.

Hari ini, semua berakhir.

Pengacara itu bahkan tidak menoleh ketika aku masuk.

"Aku mau mengajukan gugatan cerai," kataku sambil meletakkan berkas di mejanya.

Dia akhirnya menatapku, rambut dikuncir berantakan, jeans pudar, ransel masih tersampir di bahu. Ekspresinya berubah kaku. "Nona muda, perceraian bukan sesuatu yang bisa diajukan hanya karena keinginan sesaat."

Aku paham kenapa dia tidak menganggapku serius. Aku memang terlihat seperti mahasiswi yang salah masuk kantor, bukan seseorang yang sudah empat tahun menikah.

Tapi aku sudah ada persiapan.

"Cukup stempel saja berkas ini," kataku tenang. "Aku akan dapatkan tanda tangan suamiku."

Kediaman Keluarga Mahendra terasa terlalu sepi saat aku kembali. Penjaga di gerbang bahkan tidak berkedip ketika aku lewat, aku hanyalah keberadaan yang tak pernah diperhitungkan dalam dunia Revan.

Aku langsung menuju ruang kerja Revan. Pintu sedikit terbuka, dan aku bisa mendengar tawa dari dalam.

Lalu aku mencium baunya.

Truffle.

Revan selalu bilang dia benci bau menyengat di rumah. Tidak boleh ada bawang putih, tidak ada ikan, tidak ada yang meninggalkan jejak aroma. Tapi sekarang, udara dipenuhi wangi truffle putih yang mahal, jenis yang hanya bisa didapatkan orang-orang tertentu.

Aku mendorong pintu.

Di sana dia. Revan, suamiku duduk santai di balik meja, terlihat rileks dengan cara yang tidak pernah aku lihat ketika bersama denganku. Dan di sampingnya ada Olivia Kartika, sahabat masa kecilnya yang kembali ke kota tahun ini setelah perceraiannya sendiri.

Dia sedang menyuapkan sepotong roti berlapis truffle ke mulut Revan, jarinya sengaja berlama-lama di sana.

Begitu Revan melihatku. Senyumnya lenyap.

"Sofia," katanya dingin. "Aku tidak menyangka kamu kembali secepat ini."

Olivia berbalik, Bibir merahnya yang sempurna melengkung membentuk sebuah senyuman. "Oh, Sofia! Kami tadi cuma sedang ngemil. Makanannya hanya cukup untuk berdua, tapi aku yakin kita bisa…"

"Aku baik-baik saja." Aku memotong, lalu melangkah maju.

Aku menyodorkan dokumen itu di atas meja mahoni yang mengilap, suara gesekan kertas terdengar begitu nyaring di ruang kerja yang sunyi. Revan nyaris tidak menoleh dari bir di tangannya, gelasnya berhenti di udara, nyaris menyentuh bibir. Mata Revan sedikit menyipit. "Apa ini?"

"Universitas butuh formulir tanggung jawab keselamatan yang sudah ditandatangani." Aku membalik ke halaman tanda tangan.

"Untuk proyek risetku." Aku menelan ludah. "Karena sekarang kamu satu-satunya keluargaku."

Kebenaran itu terasa berat di antara kami. Orang tuaku sudah lama tiada, tewas dalam kecelakaan mobil mencurigakan yang pertama kali menyeretku masuk ke dunia Revan. Dia lebih mengerti daripada siapa pun, bahwa aku tak punya siapa-siapa selain diriku sendiri.

Revan mengernyit. "Biar kulihat dulu…" Urat-uratku menegang. Biasanya dia tidak pernah meminta untuk membaca apa pun. Dia selalu langsung menandatangani semua dokumen universitas yang kuberikan tanpa pikir panjang.

Kenapa hari ini? Kenapa sekarang?

"Oh Revan." Olivia tertawa, menepuk lengannya. "Kamu terlalu serius! Itu cuma formulir. Ingat berapa banyak dokumen yang kita tanda tangani untuk gala amal bulan lalu?"

Sebagai pewaris Grup Kartika, salah satu mitra bisnis paling penting Keluarga Mahendra, Olivia kembali melangkah mulus ke dalam dunia Revan sejak kepulangannya. Sekarang mereka hampir selalu bersama, di gala, di lelang, di permainan kartu penuh asap di mana kesepakatan besar dibuat.

Ke mana pun Revan pergi belakangan ini, Olivia selalu ada di sisinya, gaun desainernya tampak serasi dengan jas jahitan Revan, seperti pasangan yang memang dipasangkan.

Dia sempat ragu, lalu meraih pena tinta dan menandatangani dengan cepat, sama seperti dia menandatangani surat perintah mati dan kesepakatan bisnis.

Aku segera mengambil berkas itu sebelum dia sempat melihat tulisan besar di halaman pertama: [SURAT CERAI].

Olivia menyeringai. "Jujur saja, Revan, kamu memperlakukannya lebih seperti adik perempuan daripada istri."

Revan tidak menyangkal. Hanya menyesap bir.

Aku berbalik dan keluar sebelum mereka bisa melihat tanganku gemetar.

Pintu pun tertutup di belakangku.

Aku bebas.

Berjalan melewati lorong marmer kediaman Mahendra, aku menggenggam surat cerai yang sudah ditandatangani. Tinta masih basah, tapi pernikahan itu sebenarnya sudah lama berakhir.

Aku teringat betapa berbeda Revan dulu. Cara tangannya yang hangat menelusuri punggungku ketika dia pikir aku tertidur. Cara posesifnya menarikku ke sudut gelap di acara keluarga, bibirnya panas di leherku.

Sekarang dia bahkan nyaris tidak menoleh padaku.

Orang tuaku meninggal saat aku enam belas tahun. Arya Mahendra, kepala Keluarga Mahendra saat itu, menampungku sebagai balas budi pada ayahku, mantan sopirnya yang dulu mati tertembak demi melindunginya. Begitulah aku berakhir tinggal satu atap dengan Revan Mahendra.

Revan adalah segala yang seharusnya tidak kuinginkan. Dingin. Berbahaya. Kejam. Di usia dua puluh lima, dia sudah menguasai setengah kerajaan ayahnya. Koran menyebutnya pengusaha muda. Tapi dunia jalanan punya sebutan lain untuknya.

Awalnya aku menjaga jarak. Membuat diriku tak terlihat. Sampai malam itu, empat tahun lalu, ketika Revan pulang dengan tubuh berlumur darah orang lain.

Dia menemukanku di dapur sedang membalut lukaku sendiri, hadiah dari salah satu anak buah ayahnya yang mengira aku si piatu ini sasaran empuk.

Revan tidak berkata apa-apa. Hanya mengambil perban dari tanganku yang gemetar dan membersihkan lukaku. Saat ibu jarinya menyentuh bagian dalam pahaku, aku seharusnya menolaknya.

Tapi malah menariknya lebih dekat.

Kami menikah tiga minggu kemudian. Sebuah perjanjian bisnis, itulah sebutan dari Revan. Perlindungan untukku, legitimasi untuknya. Aku hampir percaya, sampai Olivia kembali ke kota dan tanpa alasan jelas, agenda rapat malamnya mendadak semakin banyak.

Olivia. Pewaris Keluarga Kartika. Kerajaan konstruksi mereka berhubungan erat dengan Keluarga Mahendra. Sejak kembali setelah perceraiannya, dia selalu ada, menyelusup ke rapat Revan, ke mobilnya, ke hidupnya.

Bulan lalu sudah jadi bukti.

Aku menunggu enam jam di Resto Dante, restoran yang dimiliki Revan lewat perusahaan cangkang, untuk makan malam ulang tahun pernikahan kami. Tangan kanannya, Willi baru muncul tengah malam, membawa gelang berlian dan alasan soal urusan bisnis.

Keesokan paginya, aku melihat foto di kolom gosip, Revan dan Olivia di opera, jarinya terselip di saku jas Revan, tempat yang biasanya menyimpan pistolnya.

Saat itulah aku mulai merencanakan jalan keluar.

Surat cerai ini adalah ujian terakhirku. Revan menandatanganinya tanpa membaca, terlalu sibuk dengan Olivia yang mencuri pandangan dan ciuman darinya.

Sekarang, berdiri di ruang tamu megah rumah itu yang berlapis emas, aku mengusap segel notaris yang timbul dengan ibu jariku. Dalam sebulan masa jeda, kertas ini akan jadi tiket kebebasanku.

Tidak ada lagi sangkar emas. Tidak ada lagi pura-pura.

Revan bisa menyimpan kerajaannya. Kekerasannya. Olivianya.

Aku ingin mengambil kembali hidupku.
Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.

Comments

user avatar
Özlem Uysal
so heartbreaking :(
2025-07-29 14:52:36
0
10 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status