“What happened?” Alex langsung masuk tanpa permisi ke apartemennya.
“I thought we were on a fight.” Ujar James dengan datar melewati Alex menuju ke sofa.
“Ya, kita memang masih bertengkar. Tapi aku tak boleh bertanya kenapa wajah pacarku lebam-lebam seperti ini?” tanya Alex lagi.
“Jatuh saat latihan.” Jawab James masih acuh tak acuh sambil mengambil minuman di kulkas.
“Hanya orang bodoh yang percaya itu. Setidaknya bilang ke aku kalau lukamu sudah di bersihkan.” Alex masih menatapnya dengan tajam.
James hanya mengedikkan bahunya.
Alex menghela napas berat, “James. I know you’re still mad to me. You can still mad to me, but please... let me treat your wound first. Aku tak tega melihatmu seperti ini.” Ujar Alex dengan nada parau.
James melihat mata Alex yang sedikit berkaca-kaca. Sial, kok aku jadi merasa bajing
Against the freezing weather of October, hubungan dirinya dengan James masih hangat membara seperti batu arang di perapian. Alex memang selalu merasa kalau di hubungan mereka, James kadang bertingkah seperti perempuan di hubungan ini dan ia seperti laki-lakinya. Kadang Alex juga merasa James bisa lebih dewasa di banding dirinya. Seperti saat dia menasehatinya kemarin. Padahal James sendiri juga mempunyai masalah yang sama. Namun, lelaki itu lebih berani mengambil resiko dalam mengejarnya dan berhasil menaklukan ketakutannya dalam trust issue. Alex merasa bodoh karena hal itu. James berani melangkah sedangkan dirinya tidak. Oleh karena itu, Alex memberanikan dirinya untuk percaya kepada James yang benar-benar tulus terhadapnya.Seperti sebelum ia berangkat ke China, James memberinya kejutan ulang tahun awal yang sangat “romantic grand gesture”. Yang membuatnya terkikik karena seumur-umur pacarnya tak pernah melakukan hal romantis mirip di
When two people just meant for each other, everything will fall precisely in order to those two to meet. Hal ini yang James alami terhadap Alexandra. Keduanya sangat menyukai Leonardo Dicarpio. Walaupun Alex memilih Leo karena dia adalah cinta matinya semenjak ia menonton Titanic, sedangkan James menaruh respect karena selain dari bakat aktingnya yang luar biasa, Leo ialah pecinta lingkungan yang mempunyai lembaga penggalangan dana yang berfungsi melindungi konservasi margasatwa.James dan Alex benci dengan sup asparagus yang menurut mereka berdua adalah seperti muntahan. Bahkan Alex dan James memiliki tanda lahir berbentuk setengah hati. Tanda James terletak di sisi paha bagian luar, sedangkan Alex di tengkuk atas tertutup dengan rambutnya. Dia bisa masak (makanan yang Alex membuat James menangis bahagia). Apalagi Alex bisa akrab dengan Ibunya. Waktu dengan Ruby saja, James tahu ibunya tak suka dengannya. James bahkan merasa kemarahan yang tak terbendung sa
Alex kembali ke HQ Glamorous dengan perasaan murka. Gila memang si Madeline Muriel, benar-benar psikopat sinting! Batinnya frustasi. Dirinya berjalan dengan kecepatan tinggi untuk masuk ke ruangannnya. Bahkan Alex tidak menyahut saat Mira memanggilnya.Sampai di ruangannya, ia menutup pintu dan melempar tas dengan sembarangan. Menyilangkan kedua tangannya dan melihat ke luar dari jendela lengkungnya. Alex baru sadar dulu saat Madeline bilang “membantu teman lama” maksudnya adalah diri Madeline untuk menuntaskan balas dendamnya. Jangan-jangan tempat wawancara yang harus di The Continent itu juga hanyalah kesengajaan. Pikirannya masih melayang-layang. Terdengar tiga ketukan pelan di pintu Alex,“Kau tak apa?” tanya Mira hati-hati.“Can you make me cuppa first? Aku rasa aku bisa memukul orang tanpa cairan kecokelatan yang menenangkan itu.”Mira melejit keluar. Lima menit kemudian, ia sud
Alex hanya menatap James dengan dingin. Setelah pintu ditutup, James baru membuka suara.“Kau salah paham. Madeline datang kepadaku bertanya dimana keberadaan Dominic. Apapun yang kau lihat tadi hanya aku menghiburnya sebagai teman.” Ujar James masih dengan suara tenang terkendali.Alex masih menatapnya dengan nanar. “Haha, teman wanita yang bertamu jam 11 malam.” Cibir Alex lagi sambil meminum air putih dengan ganas.“Lex, dia pacar sahabatku, tentu saja aku menganggapnya sebagai teman. Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?” James kemudian gemas mulai mendekatinya akan tetapi Alex mengangkat satu telunjuk tangannya.“Stay where you are. Aku sedang tak mau dekat-dekat dengamu.” Balas Alex dengan singkat.James kemudian berdiri diam di tempatnya dan meyakinkan Alex lagi, “Lex, dia itu benar-benar hanya teman. Kenapa kau tidak percaya padaku sih?” ujar James dengan gemas.Alex me
Alex sudah lengkap dengan pakaian perangnya yaitu piyama Pooh dengan rambut basah yang di balut handuk ke atas. Wajahnya sudah di balur dengan masker green tea favoritnya. Ia sudah memasak loyang besar tiramisu untuk makan malamnya hari ini. Sudah tiga minggu setelah ia memutuskan James. Setelah James pergi, ia menangis sekeras-sekerasnya. Semua emosi yang ia tahan membendung keluar dan air terjun pun di produksi dari pelupuk matanya. Mochi pun mengaing sedih dan menjilati tangan Alex dan menenangkan dirinya. Alex memeluk Mochi terus-terusan saat ia menangis.Planning Alex setelah itu adalah kerja gila-gilaan sebagai pelampiasannya di siang hari dan menghabiskan malamnya mendekam di rumah menonton film film roman depresi seperti Before We Go, Casablanca, Algiers-nya Hedy Lamarr, Before Sunrise, dan 500 Days of Summer. Tahu persamaan film itu semua? Ya, perpisahan hero dan heroinne tidak ada yang mati karena sakit atau kece
Taksi telah sampai di stadium lapangan bola yang cukup besar di London. James yang sudah kembali ke London memutuskan untuk kembali mencari Dominic yang masih dalam M.I.A. Alasan James mencari Dominic adalah dia tak tega dengan Madeline yang menangis karena sudah lama tak bertemu dengan pacar brengseknya. Dominic harus diberi pelajaran, batinnya. James sudah di kenal oleh para petugas sekuriti dan membiarkannya ia agar masuk. James melihat sosok yang di cari sedang latihan menembak bola ke gawang. James menyapa pelatih LFC, Dean Aarons.“Hey James. Tumben kau kesini. Dominic sedang tidak ada. Dia lagi off satu bulan ini. Kau tak tahu?” Sapa Dean santai sambil menjabat tangan James singkat.“Hey, Dean. Ya aku tahu. Aku kesini mau ketemu Lucas. Boleh aku bicara dengannya sebentar?” James hanya menganggukan kebohongan pelatih itu.Dean menganggukan kepalanya dan berteriak memanggil Lucas. Lucas Drosselmeyer datang dengan je
Durdle Door terlihat sangat menakjubkan dengan karang batu besar yang melingkar seperti pembukaan di Jurassic Park. Pasir pantai bercampuran dengan tumpukan salju yang terlihat seperti kulit kijang Bongo Afrika. James menyusuri pantai sambil menendang kakinya pelan ke arah pasir dan salju itu. Udara dingin yang menusuk masuk sampai ke tulang tubuhnya. Padahal dia sudah memakai 3 lapisan jaket di badannya. Uap putih dari mulut James saat ia menghebuskan nafasnya. Kedua tangannya sudah ia pakai sarung tangan dan di masukkan ke saku jaketnya. Langit kelabu di campur dengan matahari terbenam ini merupakan salah satu pemandangan kesukaannya di dunia. James tidak pernah bolos dengan terapinya sampai saat ini. Progress-nya semakin membaik semakin hari. Oleh karena itu, ia dapat menikmati pinggiran di pantai seperti ini.Setelah di telepon ayahnya mengenai rumor terkutuk itu, James akhirnya mengatakan singkat jika ia sudah putus oleh Alex, tapi rumor itu hanyalah ru
Suasana tempat duduk di Holborn Dining Room itu terlihat tegang. Meja keluarga Walters lengkap dengan ayahnya berbeda sekali dengan meja-meja lain yang ekspresif menyambut The Most Wonderful Time of The Year yang hanya berjarak beberapa jam lagi. Ibunya kemudian memecahkan keheningan itu,“Lex, Ben, kalian tidak menyapa Dad dulu?” tanya Ibunya dengan halus.Alex masih terdiam. Ben sudah mulai membuka suara,“Hi, Dad. Sudah lama tidak video call. Itu ubannya sudah banyak saja ya.” Balas Ben dengan ceria. Ayahnya bisa sedikit bahasa Indonesia. Uban pun termasuk kosa kata yang di ketahui.Alex menatap Ben dengan tajam V-call an, kok lo ga ngasih tau gue? Ben yang tahu dipelotitin oleh Alex.“Apa? Gue pernah kok sesekali video call sama dad.” Balasnya polos. Dasar adiknya pengkhianat! Geram Alex dalam hati.“Ben, kamu masih usil seperti biasa ya.” Willia