Pagi hari Damian sudah siap bernagkat ke kantor. Dia mengetuk pintu kamar Keano. Lelaki remaja itu bangkit dan membuka pintunya.” Ada apa?” tanya Keano.
“Aku akan pergi ke kantor. Sudah ada sarapan di meja, tadi aku sudah mengudang pelayan ke mari. Kalau mamamu bangun, jelaskan padanya kondisinya. Telepon aku kalau butuh bantuan atau mau jalan-jalan. Aku akan mengirim supir. Sebab di sini tidak ada angkot atau kendaraan umum. Kunci pintunya baik-baik. Jangan biarkan siapa pun masuk, kalau aku tidak mengatakannya.” Keano membelalakan matanya. Kenapa tidak ada? Anak laki-laki itu mulai berpikir jika Damian memang mencoba mengasingkan mereka.
“Oh, baik.” Keano hanya memendam kecurigaannya pada pikirannya saja. Damian berbalik dan berlalu. Keano hanya memandang punggung lelaki berjas itu hingga tenggelam karena pintu yang mulai tertutup. Keano masuk ke kamar mamanya yang terletak bersebelahan dengan kamar Dami
“Ma, malam sebelum mama sakit, Om Arsan mendapatkan telepon. Aku mendengarnya bahwa dia menyebut snag penelpon adalah Steve. Apa mama tahu rencana Om Arsan?” Zahwa menggeleng dengan pertanyaan Keano tersebut. Keano melepaskan napasnya sedikit lelah. “Aku tidak meyangka, bahwa dia ingin membunuh Om Damian. Saya tahu, Om Damian pernah jahat tapi bukan berarti dengan mudah nyawanya dihilangkan.” Zahwa mendengarkan dengan seksama.“Apa kau yakin tidak salah paham?” Zahwa tidak ingin putranya tersebut menyimpan dendam yang belum tentu kebenarannya.“Aku mendengar dengan jelas, Ma.” Zahwa juga nampak terkejut. Memang Damian tidak adil karena membuangnya ke Bandung dan tentu membuatnya sakit hati. Tapi bukan berarti dapat dengan mudah menghilangkan nyawa seseorang.“Lupakan itu, Boy. Kita fokus ke hidup kita. Bagaimana kita bisa pergi dari sini.” Zahwa memegang kedua l
Seharian Keano hanya bermain vidio game saja. Sedangkan Zahwa mondar-mandir memikirkan bagaimana caranya bisa keluar dari rumah itu. Damian memang sengaja memutus akses internet dan sinyal saat dia pergi. Baru setelah dirinya kembali akan dinyalakan lagi.Suara mobil terdengar memasuki pekarangan. Jangan bertanya bagaimana marahnya Zahwa. Dia keluar dari kamar itu dan menyambut Damian. “Kau nampak lebih cantik, Sayang. Aku merasa sangat spesial disambut kekasihku saat pulang kerja.” Tidak terbendung kemarahan Zahwa. Dia menyorotkan api permusushan di matanya. Damian terkekeh melihatnya. Mungkin baginya sangat lucu. Tapi tidak dengan Zahwa. Dia sangat marah sekarang.“Sebenarnya, apa maumu?” tanya Zahwa.“Kau tidak akan menyesal, menanyakan mauku?” Damian maju ke arah Zahwa, sehingga wanita itu mundur, mundur dan akhirnya mentok ke dinding. Damian mengungkung tubuh Zahwa dengan kedua ta
Zahwa melemas di atas ranjang. Pikirannya pergi entah ke mana. Kenapa ini terjadi lagi? Damian menodainya lagi. Kesalahan itu terulang lagi. Dia sangat membenci Damian. Sangat! Kenapa lelaki itu begitu jahat padanya. Mungkin Arsan memang jahat seperti yang dikatakannya, tapi Arsan tidak pernah memaksanya untuk melayaninya. Air matanya luruh.“Jangan menangis, kita menikah besok. Maafkan aku!” Damian menggendong Zahwa ke kamar mandi super mewahnya. Dia meletakkan tubuh sang kekasih untuk di mandikan. Zahwa seperti manekin yang menurut saja. Ada rasa sesal dalam dada Damian. Seharusnya dia bisa mengendalikan diri. Setelah selesai memandikannya, Damian menyelimuti Zahwa dengan handuk, kemudian menggendongnya kembali keluar.Damian meletakkan tubuh Zahwa di ranjang dan bangkit untuk mengambil baju Zahwa. Dia memakaian baju setelahnya. Lelaki tinggi tegap itu kemudian mandi. Dia mengguyur tubuhnya di bawah shower. Dia mendapatka
“Aku kalap. Aku memaksanya. Dia ada di rumahku bersama anakku. Ada di vila. Aku mencurinya dari Arsan.” Nathan mengerutkan keningnya.“Arsan? Apa hubungannya?” ucap Nathan. Dia bangkit dan mengambil camilan. Dia membuka kaleng itu. Ada camilan kesukaannya yaitu kacang atom dan satu kaleng lagi keripik.“Dia akan menikah tadi siang. aku menculiknya kemarin malam.” Nathan mengangguk.“Kau memang pantas disebut bajingan, saudara lo sendiri kamu hianati.” Nathan terkekeh.“Bukan aku tapi dia. Anak buahku menemukan fakta bahwa dia masih ebrhubungan dengan Cassandra. Kamu tahu akal dia? Dia akan menghancurkanku lewat seorang yang tidak beralah yaitu kekasihku Rara.” Nathan masih tidak mengerti dengan ucapannya Damian.“Aku masih tidak maksud dengan yang kau jabarkan. Coba pelan-pelan.” Damian bangkit kemudian meman
Damian sudah sampai di rumah. Dia lengsung menuju kamarnya. Lelaki itu masih melihat Zahwa meringkuk tanpa selimut. Pahanya terekspose keluar. Damian cepat-cepat menutup paha itu dengan selimut. Dia tidak mau kelepasan lagi. Damian masuk ke kamar mandi hanya untuk mencuci wajahnya. Ini sudah sangat pagi tapi udara malah semakin dingin. Zahwa pura-pura tidur. Sebenarnya dia sudah bangun karena mendengar Damian membuka pintu. Kini ranjang terasa bergoyang berarti Damian sudah mulai naik. Dada Zahwa bergemuruh. Damian memeluknya dari belakang dalam keadaan miring berbaring.“Aku tahu kamu sudah bangun. Terima kasih tidak pindah. Terima kasih sudah membantuku pelepasan. Maaf jika caraku tidak sopan memaksamu.” Damian memeluk pinggangnya erat. Zahwa masih saja terdiam. Kepalanya penuh dengan seluruh pertimbangan antara baik dan buruknya.“Jawab aku, Sayang. baiklah, aku anggap setuju kita menikah besok.” Damian sudah mempe
Damian mendengar Keano mengintrogasi sang mama sehingga dia bangkit. Dia masih telanjang dada karena memang tidak suka memakai baju saat tidur. “Keano jadi sarapan? Mari kita sarapan bersama,” ucap Damian. Padahal dia sangat mengantuk. Tapi memilih untuk menemani mereka berdua sarapan. “Damian, pakai bajumu!” Zahwa mendorong Damian masuk ke dalam lagi. Keano menganga meliaht ulah dua insan yang sudah dewasa tersebut. Keano kemudian menautkan alisnya dan menaikkan alisnya sebelah kanan. Dia sudah bisa mengerti bahwa sebenarnya mereka saling mengharapkan.Keano memilih untuk berjalan ke meja makan. Sudah ada tiga porsi sandwich. Keano yang membuatnya. Damian sudah datang dengan menggandeng Zahwa. Dia mengancam wanita itu, kalau tidak nurut maka akan mememisahkan dirinya dengan Keano. Maka Zahwa menurut saja.“Kamu yang bikin, Boy?” ucap Damian. Keano hanya mengangguk saja. Damian duduk setelah menarikk
Damian melepaskan Zahwa. Dia ingin berbuat lebih jauh, tapi tidak jadi. Dia akan menghabisi kekasihnya itu saat mereka sudah menikah. Sebagai lelaki normal, ingin rasanya bersatu dengan tubuh molek sang ekkasih. Tapi tidak bisa. “Kau mau menemani aku tidur, nggak?”“Ada Keano. Aku harus membujuknya.” Damian mengangguk dan melepaskan pelukannya. Zahwa bangkit dan menyisir rambutnya, kemudian keluar. Sedangkan Damian mapan untuk jalan-jalan ke alam mimpi.“Keano, mama boleh masuk?” Hening ... Keano tidak menjawabnya. “Mama masuk, ya?” Terlihat dia memakai head set untuk mendengarkan musik dan memainkan stik vidio games. Zahwa duduk di sampingnya dan menyingkirkan head set itu.“Ada apa , sih, Ma. Jangan menggangguku saat main games!” Keano terlihat sangat marah.“Kamu marah sama mama? Kita butuh bicara.” Zahwa meraih tangan sang pu
“Begitu? Kalau memang benar, mengapa tidak menikah dengan mama? Kenapa malah dia membiarkan kita terlunta-lunta.” Putranya sangat cerdas. Zahwa memejamkan matanya mencari kata-kata yang pas untuk memberi tahu sang anak.“Begini, Sayang. Ada spark yang tidak kamu mengerti dari kehidupan orang dewasa.” Zahwa menjeda perkataannya. Dia mencari sela yang pas untuk membuat anaknya itu mengerti. “Saat itu, papamu dan mama tidak mungkin bersatu. Sekarang mungkin kesempatannya.” Keano mengerutkan keningnya tajam. Dia menggunakan logikanya untuk menelaah perkataan sang mama. Apa bedanya sekarang dan sebelumnya atau setelahynya.“Aku masih belum mengerti, Ma. Penjelasan Mama begitu rumit untuk aku terima.” Keano memandang siluet gunung yang mulai terlihat pudar mengkilat karena panas menyapunya.“Sederhana saja, Sayang. Dulu masih banyak halangan untuk mama menikah dengan