Home / Fantasi / Catatan Setelah Kematian Putri Ophelia / [003] Pengembara dan Bandit

Share

[003] Pengembara dan Bandit

Author: Chyruszair
last update Huling Na-update: 2021-09-09 14:56:59

"Apa kau tahu ke arah mana aku bisa ke Kerajaan Lotus?" tanya pria berjubah kepada–yang sepertinya–pemilik toko.

Seperti tersengat listrik, tubuhku merinding. Dari balik dinding toko yang telah tutup, di seberang toko yang dipenuhi orang-orang berbadan kekar–berwajah sangar, aku mendengar suara pria berjubah itu dengan jelas dan suara orang-orang yang berada di dalam toko ini sedang menertawakannya.

"Untuk apa kau ke tempat itu?" tanya sang pemilik toko.

"Itu–"

"Oh." Belum sempat ia menjawab, pemilik toko itu justru menyelanya. "Bukankah Kerajaan Lotus hanya bualan orang kota?"

Tak lama setelah ia berbicara dengan nada remehnya, semua orang yang berada di dalam toko itu pun tertawa. Mereka tertawa puas sambil menunjuk wajah pria yang baru saja mendatangi tempat tersebut, sedangkan aku yang mendengar tawa mereka menahan emosi karena ketidaksopanan mereka terhadap pengembara.

Ah, mengapa aku tersulut emosi?

"Cerita itu berasal dari kota, tapi kau tahu, bung ...."

Aku melihat pria tua itu bangkit dari duduknya, meninggalkan benda yang menghasilkan asap ke atas asbak kaca. Kakinya berjalan mendekati pria berjubah yang masih memegang tali kudanya.

Ia sampai di depan pria berjubah, lalu berkata dengan senyum meremehkan, serta mata membelalak. "Cerita itu hanya bualan orang kota agar anak-anaknya tidak berbuat jahat."

"Tidak ada yang namanya kutukan semacam itu." Lalu orang di sampingnya menambahkan perkataannya. "Kita hidup saja sudah merupakan kutukan."

Dia benar.

Menjadi manusia saja sudah merupakan penyakit. Dipenuhi rasa ego yang tinggi, gila akan tujuan, sosiopat, bahkan sakit hati yang berubah menjadi dendam.

Aku setuju dengan ucapannya.

Lalu, pria yang tubuhnya dipenuhi oleh daging itu memanggil pria berjubah dengan sebutan 'bung'.

"Hei, Bung!" Sambil melambaikan tangannya yang sedang memegang tulang–aku tidak tahu itu tulang apa–ke arah pria berjubah. Telunjuknya bergerak menuju kantung yang sedang bertengger di atas punggung kudanya.

"Lebih baik kau berikan sebagian keping koin yang kau bawa itu kepada kami," ucapnya.

"Ya. Kehidupan ini jauh lebih penting daripada mencari yang tiada." Sedangkan pria yang duduk di samping pemilik toko membenarkan ucapannya.

Dari kejauhan ini, aku dapat melihat pergerakan sang pria berjubah tersebut. Tubuhnya bergerak bersamaan dengan tangan yang sigap mengambil kantung yang baru saja ditunjuk oleh pria gendut tadi. Ia menyembunyikan kantung yang sepertinya dipenuhi oleh koin ke dalam jubahnya.

"Aku hanya menanyakan keberadaan tempat itu, tapi apa-apaan dengan jawaban kalian."

Sepertinya emosi pria itu memuncak. Nada suaranya saja sudah berubah menjadi dingin.

"Hei ...." Namun, pria yang seluruh tubuhnya diselimuti bongkahan daging itu tidak peduli dengan perasaannya. "Kami mengatakan ini demi kebaikanmu."

"Daripada kau menjadi gila seperti wanita tua itu."

Tiba-tiba pria cegukan mengikuti percakapan yang sudah tidak mengenakkan. Sembari cegukan, ia menunjuk wanita tua renta yang sedang berjalan tidak tahu arah di tengah jalan.

Karena terkejut melihat telunjuknya yang hampir mengarah ke tempat aku berdiri, spontan aku memundurkan langkahku seakan juga ikut melebur dengan bayangan.

Namun, aku mendengar suara orang-orang yang berada di dalam toko itu tertawa terbahak-bahak. Sampai-sampai, aku mendengar botol kaca saling beradu cukup keras.

Aku kembali memajukan langkahku. Mengingat pemabuk itu mengatakan seorang wanita tua renta sambil menunjuk ke arah jalanan.

Hal yang tidak terduga sukses membulatkan mataku. Pria mabuk itu membuang sisa roti di depan seorang wanita yang jalannya saja sudah terseok-seok.

"Hei, tua!" serunya. "Makan sampah itu!"

"Padahal itu masih layak dimakan." Sedang yang gendut itu cemberut melihat setengah roti dibuang ke tengah jalan.

"Kau ingin memakannya?" tanya pemabuk itu dengan ekspresi terkejut yang dibuat-buat.

Dalam sekejap, toko tersebut kembali riuh. Tawa mereka yang tidak terkendali benar-benar memekakkan telinga, bahkan sebagian ada juga yang menghina wanita tua tersebut.

Aku menggeram, tetapi tidak ada yang dapat kulakukan hingga wanita tua renta yang seharusnya sudah menjadi nenek-nenek itu pergi dalam perasaan yang hancur.

'Malang sekali nasib nenek itu.' Ingin rasanya aku membantu, tetapi kaki ini melarang untuk bergerak.

"Memperlakukan orang tua dengan cara yang tidak layak." Pada akhirnya, aku hanya bisa bergumam. "Sikap mereka jauh lebih busuk dari setan."

Di atas setan.

Bahkan, untuk wanita yang semasa hidupnya dikurung masih memiliki simpati.

"Berani sekali memperlakukan wanita dengan rendah seperti itu."

Suara itu berasal dari pria yang mengenakan jubah. Terkesan dingin bersamaan dengan ancaman. Aku mengangkat wajahku untuk melihat pria tersebut yang tertutup oleh kudanya. Sedangkan wanita tua yang dihina tadi berlalu dengan menundukkan kepalanya.

Semua orang terdiam, mengabaikan bahan hinaan mereka.

'Apa aku harus membantu wanita itu?' pikirku, mulai dilema.

Namun, ku urungkan niat untuk kesekian kalinya untuk membantu wanita tersebut. Aku memilih bersembunyi dari balik dinding toko yang telah tutup secara permanen dengan perasaan campur aduk. Ya, rasa sesal.

"Apa-apaan yang kau katakan tadi?" Aku melanjutkan kegiatanku, mendengar pembicaraan dua orang yang satunya memiliki harga diri dan yang satunya lagi suka menghina.

"Setan saja masih memiliki perasaan untuk berbuat jahat ...." Dan ternyata pria berjubah itu memilih untuk mengungkapkan perasaannya. "Tapi kalian semua melebihi setan. Kalian pantas dikatakan sebagai setan dari setan."

Ah, benar. Setan dari setan adalah julukan yang cocok untuk orang-orang yang berada di toko tersebut.

"Apa maksudmu mengatakan itu?" Tentunya, ada yang menolak julukan yang diberikannya. Salah satunya ialah pemabuk tadi yang telah melakukan aksi jahatnya kepada manusia yang tidak bersalah.

Mendengar nada emosi dari pemabuk itu, suasana menjadi mencekam. Tak ada yang berbicara, bahkan berbisik saja tak ada yang berminat. Tatapan mereka tertuju pada pendatang itu, lalu–

BRAK!

Aku terkejut mendengar suara gebrakan  meja yangcukup keras.

"APA MAKSUD KAU MENGATAKAN KAMI SETAN MELEBIHI SETAN?!"

Meskipun tercengang dengan julukan yang diberikan oleh pria itu, pria kekar tersebut memilih untuk menggebrak meja di depannya. Aku terperanjat kaget, meskipun dari kejauhan melihat api membara di setiap orang-orang yang dihina pria berjubah.

"Bukankah itu benar?" tanya pria berjubah. Dia benar-benar memiliki jiwa yang tenang meskipun suasana sudah seperti kobaran api.

"Seseorang yang memperlakukan manusia lain dengan kasar lebih pantas disebut setan yang selalu menggoda manusia."

'Dia sungguh mengatakan itu!?' pikirku.

Berkali-kali aku tercengang mendengar perkataan yang sesuai dengan isi hati, berkali-kali pula orang yang berada di dalam toko itu merasa geram. Aku hanya bisa mengharapkan keselamatan pria penuh nyali tersebut.

"Wow," ucap pemabuk, sambil menatap sinis padanya. "Mulutmu sama saja seperti wanita. Bicara omong kosong, tapi fisik tidak berguna."

Sang pria berjubah itu menghela napasnya. Meskipun wajahnya ditutupi oleh kain, tetapi mata dan pergerakan tubuhnya dapat dibaca.

"Tidak ada gunanya bertarung dengan pria berbadan kekar tapi otak kosong," ucapnya. "Lebih baik aku bertarung melawan babi hutan."

"BERANI SEKALI KAU!?" Alhasil, mengundang amarah pria berbadan kekar tersebut. Kali ini, semua orang pastinya kehilangan kesabarannya.

Dia sungguh memiliki nyali yang luar biasa.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dyah Subadiyah
semakin seruu ......
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Catatan Setelah Kematian Putri Ophelia   [063] Kenyataan yang Tak Terduga (2)

    “Siapa gadis itu, Yang Mulia?”Aku menutup mulutku dengan rapat. Kedua alis terangkat dan tubuhku seperti menjadi patung.Bisikan-bisikan semakin terdengar jelas dari belakang. Para pelayan itu semakin menunjukkan rasa penasarannya satu sama lain.Tak bisa berkata-kata, aku pun terus menatap punggung kekar Ilkay yang dibalut jubah kumuh.“Vander,” panggil Ilkay.Pria bernama Vander itu menatap Ilkay penuh penasaran. Tatapan seolah tidak ada tujuan untuk hidup, hanya mengikuti perintah dari seseorang.“Akan kujelaskan nanti setelah kita makan malam. Kau pastinya belum makan malam, bukan?” tanya Ilkay.Terlihat bahwa Vander tertegun. Dia membungkuk, tangan kirinya di letakkan di dada. Tanpa melihat Ilkay, pandangannya tertuju pada tanah.“Ya, Yang Mulia. Akan saya pinta pada kepala koki untuk memasakkannya,” balas Vander.Ilkay mengangguk. Dia berbalik secara tiba-tiba, membuatku terperanjat kaget.Wajah berseri tak pernah pudar di wajahnya setelah memasuki mansion ini. Matanya menatap

  • Catatan Setelah Kematian Putri Ophelia   [062] Kenyataan yang Tak Terduga (1)

    “Aku akan jelaskan nanti– jadi, kalian akan membiarkanku berdiri di sini?”Lantas, dua wanita yang tampaknya sangat mengenal Ilkay itu segera berdiri. Mereka beranjak, sambil membungkuk, dan salah satu mereka berjalan mendekati pintu.Pintu tersebut digedor, sampai seorang pria berzirah membuka pintu dengan raut wajah masamnya.Mulutnya hendak terbuka menanyakan apa yang terjadi, tapi kembali tertutup bersamaan dengan mata membelalak kaget.“Oh– Astaga– HORMAT SAYA PADA YANG MULIA.”Aku tercengang. Melihat ksatria tersebut juga menunjukkan sikap yang sama dengan dua pelayan wanita itu.‘Sebenarnya, apa yang terjadi?’Tidak mungkin jika pria di hadapanku saat ini merupakan orang yang disegani atau bisa dibilang dari keluarga kerajaan.Namun, jika dilihat-dilihat, perawakan yang berwibawa dengan senyum profesional, terlihat seperti bangsawan ataupun keluarga kerajaan yang telah diajarkan cara menyimpan masalah melalui senyum manis mereka.Pelajaran etika yang tidak pernah diajarkan pada

  • Catatan Setelah Kematian Putri Ophelia   [061] Tempat Peristirahatan (2)

    Aku hanya mengikutinya dari belakang. Lagi dan lagi, entah mengapa aku terlalu menurut pada pria itu.Langkah demi langkah, kudengar terus suara tebasan semak belukar yang ada di depanku. Hanya menggunakan pedang panjang, dia memotongnya dalam sekali tebasan. Begitu hebat dan kuat.Aku pun menengadah. Secara perlahan, langit mulai menggelap. Kini, langit berwarna jingga telah berubah menjadi biru gelap yang dihiasi oleh bintang-bintang.Suara hewan yang ada di hutan ini cukup mengerikan, sunyi senyap yang ditemani dengan suara lolongan.Ilkay tadi mengatakan akan membawanya ke tempat istirahat, tapi maksud dari istirahat tersebut apa?Tak berani mulutku bergerak untuk menanykanannya. Aku diam membisu seperti anak ayam yang baru saja dikenai berang sama induknya. Lalu, mengekor ke sana kemari dalam diam.“Kita sampai,” ucap Ilkay.Aku mengalihkan pandangan. Menatap kakinya yang tidak lagi melangkah. Aku pun ikut berhenti.Kutatap punggungnya yang lebar, lalu bergerak menyamping untuk m

  • Catatan Setelah Kematian Putri Ophelia   [060] Tempat Peristirahatan (1)

    “Kekuatan?” tanya Ilkay. Aku mengangguk. “Purnama bulan merah.” Dapat kurasakan keheningan yang mencekam. Melihat Ilkay dengan mata yang sedikit melebar, menunjukkan manik mata biru permata yang indah, lalu mulut tertutup rapat seakan dia terkejut mendengar ucapanku tadi. “Kau tahu cara mengendalikannya?” tanya Ilkay. Barusan, kekuatanku muncul bisa kemungkinan karena untuk melindungiku … tapi, dibilang melindungi, kenapa saat itu aku tidak dilindunginya? Tubuh yang mudah hancur ini tidak tahu cara mengeluarkan kekuatan, apalagi mengendalikannya. Aku pun menggeleng hebat. Menatap Ilkay dengan rasa penuh bersalah dengan kening mengernyit dan mulut cemberut. “Tidak. Aku tidak tahu. Kekuatan itu muncul begitu saja,” jawabku. Entah mengapa … aku merasa diriku yang dulu, bahkan yang sekarang sama-sama merepotkan. “Jadi, dia muncul saat-saat yang genting, huh?” Ilkay bergumam, tapi aku dapat mendengar ucapannya dengan jelas. Kepalaku terangkat untuk melihat wajahnya lagi. Sambil b

  • Catatan Setelah Kematian Putri Ophelia   [059] Bangkit Sementara (2)

    ‘Bajunya–’ Mata Ophelia melebar. Mulutnya sedikit ternganga. ‘Ledakan tadi pasti membuat Ilkay kehilangan fokus.’ Hingga, dia kembali pada keadaan Ilkay yang saat ini bertarung melawan Hydra.[]Ophelia POV‘Bajunya–’ Aku melebarkan mata dan bahkan mulutnya menganga melihat ujung bajunya sedikit robek dan penampilannya yang kusut.Kucoba untuk tenang, sambil menatap Ilkay.‘Ledakan tadi pasti membuat Ilkay kehilangan fokus.’Aku pun mengalihkan pandangan. Menjatuhkan pandanganku pada monster yang ternyata sudah menyadari keberadaan kami. Akan tetapi, Ilkay tampak tidak mengetahui ada monster yang sedang menatap kami dengan intens.Tanganku bergerak mengarah ke monster tersebut dan monster itu pun bergerak bersamaan aku memegang tangan kananku.Kedua bahuku terangkat, spontan mataku memejam melihat monster besar tersebut bergerak cepat.‘Bagaimana cara mengeluarkan kekuatan tadi!?’ pikirku.Pikiranku terus tertuju pada kejadian yang sebelumnya. Dimana secara tiba-tiba ledakan terjadi

  • Catatan Setelah Kematian Putri Ophelia   [058] Bangkit Sementara (1)

    “Apa tidak ada yang bisa aku bantu?" tanyaku, meskipun tak ada orang yang mendengar pertanyaanku. Lagi-lagi aku mendengus. Tapi, kali ini perasaanku berbeda dari sebelumnya. Tubuhku secara tiba-tiba menggigil dan sesuatu yang ada di belakangku membuat tubuhku membeku. Bayangan yang besar ada di bawah, dan aku dapat menduga siapa yang ada di belakang hanya dengan hangatnya nafas yang mengepul mengenai puncak kepalaku. Mataku melebar, mulutku terkunci, dan suaraku tercekat hanya untuk berteriak. Aku dapat menduga bahwa sesuatu yang besar mengancam nyawaku dan ketika aku berbalik– Ledakan pun terjadi. [] Ilkay berusaha menghindari serangan semburan api yang keluar dari mulut Hybrid. Dia terperanjat kaget ketika mendapati suara ledakan yang begitu nyaring dan besar berada di dekatnya. “Suara apa itu!?” tanyanya. Sempat untuk membalikkan tubuh, mengalihkan pandangan tepatnya pada tempat Ophelia bersembunyi. Ilkay melebarkan mata. Dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, tapi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status