Sementara itu di kantor Nathan. Roy sedang sibuk mengurus semua kerjaan Nathan yang ia tinggalkan sejak kemarin. Roy sebenarnya adalah seorang yang humoris. Tapi sejak bekerja pada Nathan, membuatnya menjadi sangat pendiam. Sepertinya sifat dan sikap Nathan dapat menular.
"Kenapa jadi aku yang harus mengerjakan semua pekerjaan ini? Harusnya Tuan Muda membawaku juga kesana. Siapa tau aku bertemu wanita cantik dan dia mau menjadi kekasihku. Ya setidaknya kami bertukar nomor saja dulu. Saat nanti aku sudah memutuskan untuk berhenti bekerja di sini, aku akan langsung melamarnya. Hahaha..." Roy berbicara sendiri sambil tetap mengerjakan pekerjaan Nathan.
"Selama aku masih bekerja di sini, sepertinya seumur hidup aku tidak akan pernah menikah. Apalagi jika nanti Tuan Muda menikah, dia pasti akan lebih banyak libur untuk bulan madu dan bersama isterinya. Sementara aku? Harus menyelesaikan semua pekerjaannya. Tapi untuk saat ini tidak masalah. Tuan memberiku gaji dan b
Seminggu sudah sejak kepulangan Nathan dan Rachel dari kota S. Terlihat hubungan mereka semakin baik dan akrab. Dan sepertinya hal itu juga berimbas juga pada hubungan Roy dan Bella. Pagi itu Rachel sedang berkebun di halaman rumahnya yang tidak terlalu luas. Kebetulan ini adalah hari minggu, tentu saja ia libur bekerja. "Momy, apakah hari ini kita tidak akan pergi main? Rasanya Key sangat bosan selalu bermain di rumah." Ungkap Key dengan gaya yang menggemaskan. "Sayang, kita perginya minggu depan saja ya? Momy belum selesai memperbaiki mini garden ini. Coba Key lihat, banyak sekali bunga Momy yang layu dan mati karena kurang perawatan." Jawab Key sambil menjelaskan keadaannya pada Key. "Tapi kan itu bisa minta tolong Kak Jihan." Katanya lagi. " Key, belajar lah untuk menghargai sesuatu yang kau punya. Saat kau memutuskan untuk memilikinya, maka kau harus sepenuh hati merawatnya." Jawab Rachel dengan lembut sambil terus membersihkan bebe
Di sudut mall tempat Nathan, Rachel dan Key sedang menikmati kebersamaan itu, ada sepasang mata yang menatap mereka dengan tajam. Penuh kebencian. Di seberang sana, Celline sedang memperhatikan Nathan, Rachel, dan juga Key. "Nathan, mudah sekali kau memberi senyum dan tawamu pada gadis sialan itu. Sementara kau selalu bersikap dingin dan acuh padaku. Padahal aku yang selalu ada bersamamu selama ini. Aku adalah tunanganmu. Tapi kau dengan mudahnya mempermainkan perasaanku. Tidak akan aku biarkan kau bahagia dengannya. Jika aku menderita, maka dia harus lebih menderita. Apa yang harusnya menjadi milikku, tidak akan bisa di dapatakan orang lain. Meski akhirnya aku pun tidak akan memilikinya. Setidaknya aku tidak kalah dari gadis miskin sepertimu, Rachel." Ucap Celline sendiri karena terlalu kesal. "Kita lihat saja nanti, aku akan menyiapkan perangkap untukmu sayang. Kau akan datang padaku setelah memakan umpan kecil. Kau lihat bagaimana aku akan mendapatkanmu kembali."
Hari ini Rachel memiliki jadwal bertemu dengan calon klien-nya yang baru. Bella memberi tahu bahwa klien ini secara khusus meminta Rachel untuk menangani pemesanannya. Hal itu membuat Rachel merasa tersanjung dan waspada secara bersamaan. Karena, jika seseorang memintanya secara khusus, hanya akan ada dua kemungkinan. Yang pertama orang tersebut mendapatkan rekomendasi dari klien-nya terdahulu. Yang kedua orang ini pasti mengenalnya. Rachel tidak tahu yang mana di antara keduanya kali ini. Tapi, ia merasa itu pasti kemungkinan yang kedua. Karena akhir-akhir ini ia kembali dekat dengan Nathan sang Miliarder, tentu akan banyak pihak yang akan menggangunya karena meras tidak senang. Rachel menunggu di lobi sebuah hotel bintang lima yang cukup mewah dan terkenal. Namun, setelah lima belas menunggu, ia mendapatkan telepon untuk menemui klien tersebut di lantai enam kamar nomor 858. Awalnya Rachel merasa sangat ragu, karena sebelumnya ia tidak pernah bertemu
Tiga hari sudah berlalu sejak kejadian di hotel hari itu. Rachel sudah kembali bekerja seperti biasa. Ia hanya memakai cutinya dua hari saja untuk menenangkan diri. Rachel sudah menceritakan semuanya kepada Bella.Mendengar cerita Rachel, Bella sangat marah. Awalnya ia sangat ingin menemui Celline. Namun, dengan cepat Rachel mencegahnya. Rachel tidak ingin, perusahaan tempatnya bekerja ini mendapat masalah karena masalah pribadinya. Celline bisa saja mempersulit perusahaan Ayah Bella. Rachel tidak ingin itu terjadi, dan memutuskan untum tetap diam dan mengikuti alurnya saja. Bella meminta Rachel untuk pergi berlibur untuk menyegarkan pikiran dan membuang sakit hatinya, tapi Rachel menolak. Ia ingin secepatnya bisa menyelesaikan pesanan klien khususnya ini. "Haii, Beb. Apa kau sudah merasa lebih tenang sekarang? Jika kau ingin berlibur dan butuh teman, aku selalu siap." Bella menghampiri Rachel saat melihat wanita itu berjalan di lorong kantor
"Apa kau lembur hari ini?" Pesan dari Nathan kembali masuk ke ponsel Rachel. Perasaan tak tega menyelimuti hati Rachel. Ia tak ingin Nathan terus menunggu tanpa kabar darinya. Jadi, Rachel memutuskan untuk membalas pesannya satu kali."Aku tidak di kantor hari ini. Aku sedang menghadiri sebuah acara di luar kota bersama Bella." Balas Rachel berbohong. "Baik lah, kalau begitu aku akan pulang sekarang dan makan di apartemen saja." Balasan pesan masuk lagi ke ponsel Rachel. Namun Rachel tidak berniat membalasnya lagi kali ini. Setelah menunggu beberapa menit, tidak ada balasan dari Rachel. Nathan segera pergi meninggalkan tempat itu. Ia memacu mobilnya dengan sangat kencang. Di dalam perjalanan, ia menyempatkan untuk menghubungi Roy. Nathan merasa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Rachel pasti menyembunyikan sesuatu darinya. "Roy, kau cari tau dimana teman Rachel yang bernama Bella itu saat ini berada. Cepat." Titah Nathan seten
Saat sampai di rumah yang Rachel tempati, Nathan segera menekan bell yang ada di sisi kiri pintu rumah itu. Setelah beberapa saat menunggu, pintu rumah terbuka sedikit setelah sebelumnya terlihat seseorang mengintip dari balik tirai. "Tuan? Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Jihan sopan, dia berani membukakan pintu, karena mengetahui Nathan lah yang datang saat ia mengintip tadi. "Apa Rachel sudah pulang?" Tanya Nathan langsung pada intinya. "Belum, Tuan. Kami juga sedang menunggunya." Jawab Jihan dengan ekspresi yang khawatir. "Apa dia mengatakan akan ke luar kota atau ke tempat lainnya hari ini?" Nathan semakin tidak tenang. "Tidak, Tuan. Jika akan keluar kota, paginya dia akan memberi tahuku. Atau setidaknya, siang dia sudah mengabari kalau tidak akan pulang karena sedang berada di luar kota." Jawab Jihan sungguh-sungguh. "Lalu, apa kau tau dimana dia berada kira-kira pada jam segini?" Nathan tidak tau harus mulai mencari dari man
Hari ini, Nathan masih menunggu kabar dari Roy. Apa sebenarnya yang telah di lakukan Celline pada Rachel. Tok... Tok... Tok... Terdengar suara ketukan pintu. "Masuk." Perintah Nathan. Dan terlihat Roy membuka pintu, berjalan masuk. "Bagaimana, Roy? Apa kau mendapatkan seluruh informasi yang aku minta?" Tanya Nathan geram. "Tentu, Boss, hanya dengan sedikit gertakan sudah membuat pengawal ingusan yang bekerja pada Nona Celline itu buka mulut." Jawab Roy membanggakan diri. "Lalu, apa yang terjadi ?" Nathan jelas tak ingin membahas kehebatan Roy saat ini. "Empat hari lalu Nona Celline meminta Nona Rachel bertemu di sebuah hotel. Mereka membicarakan bisnis di sana. Tapi akhirnya Nona Celline mengatakan bahwa Dia dan Tuan akan segera melangsungkan pernikahan." Jelas Roy. "Dasar wanita jalang. Berani sekali kau mengatakan apa yang tidak akan pernah aku berikan padamu. Sudah kukatakan, jangan berharap terlalu banyak." Ucap Nathan samb
Perhatian Nathan saat ini membuat Celline senang, sekaligus sedikit bergidik takut. Tidak biasanya Nathan akan bersikap seramah dan selembut ini padanya. "Jadi, apa yang telah kau lakukan pada Rachel?" Tanya Nathan tak sabar dan langsung to the point. Hal ini membuat Celline yang baru saja menenggak anggurnya tersedak. "Uhuuk.. uhuuk.. a-apa maksudmu?" Celline balik bertanya dengan suara terbata-bata. "Bukankah kau datang menemui Rachel? Memintanya untuk merancang set kamar pengantin? Untukmu dan Untukku? Hahaha.. Sudah kukatakan, jangan meminta terlalu banyak padaku." Nathan mengatakannya dengan nada tajam dam tawa yang mengerikan. "Ya, dia bekerja di bidang itu, tentu saja aku datang menemuinya untuk meminta bantuan jasanya. Aku ingin dia secara khusus merancang set kamar pengantin kita. Aku mamberitahunya tentang kehamilanku. Dia akan memberikan box bayi sebagai bonus dan kado pernikahan kita. Bukan kah itu sangat bagus. Kurasa dia sudah mere