Akhir KisahRaya melihat ada dokter Edo berdiri di belakang wanita itu, wanita cantik yang baru pertama kali dilihatnya.“Raya, apa bisa kita bicara sebentar? Kita bicara di ruangan sebelah,” ucap radit yang ternyata juga ada di sana.“Ada apa?” tanya Raya bingung. Jelita segera melepaskan pelukannya. Mau tidak mau Raya mengikuti langkah Radit, dokter Edo dan wanita yang belum dia kenal sebelumnya.Raya dan ketiga orang itu sudah masuk ke sebuah ruang perawatan kosong, persis di sebelah ruang perawatan ayah Raya. Jelita kembali memeluk Raya, dia benar benar tidak bisa menahan diri.“Maafkan ibu, ibu hanya merindukanmu,” ucap Jelita.“Kalian harus bicara bertiga, saya akan meninggalkan kalian di sini,” ucap Radit yang kemudian dia segera keluar meninggalkan mereka bertiga.Jelita melepaskan pelukannya, dia menatap wajah Raya dengan begitu penuh rasa.“Dia adalah istri saya, namanya Jelita,” ucap pak Edo mengenalkan wanita yang sedari tadi memeluknya. Raya mengangguk ragu, juga mengula
Usaha RayaMendengar hal itu, Radit tersenyum, ya, ini adalah sesuatu yang dia tunggu.Radit mengantar Raya pulang kembali ke apartemennya. Setelah mobil berhenti di depan apartemen, Radit juga ikut turun. Radit mengantar Raya hingga ke dalam apartemen.“Pulanglah,” pinta Raya. Radit tidak bergerak sedikitpun. Setelah mereka masuk ke dalam apartemen, Radit terlihat menarik tubuh Raya, Radit memeluk Raya, lalu menjatuhkan bibirnya ke bibir Raya.Dalam situasi ini, entah kenapa hati raya yang tadinya seperti menyimpan es, lambat laun es itu mencair. Raya meneteskan air mata, rupanya dia masih begitu menyayangi Radit, mencintainya, dan dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Raya membalas ciu-man Radit, ciu-man yang mulai terasa hangat, penuh dengan cinta.***Sejak malam itu, Raya mulai berusaha bekerja sebaik mungkin, walaupun dia harus belajar keras, mulai dari awal, seperti layaknya mahasiswa baru. Dia tidak menyangka akan kembali ke tahap ini, rutinitas yang sudah dia tinggalkan
Sebuah PermintaanRaya terlihat begitu cantik, iya, sangat cantik sekali dengan balutan dress warna cream, panjang selutut. Dress itu sengaja di siapkan oleh Radit, diletakkan di sofa apartemennya, lalu dia menulis pesan “Untukmu, semoga aku melihatmu memakainya,” tulis Radit yang kemudian menempelkan memo itu di atas sebuah kotak berisi dress cantik itu.Raya menunggu Radit, di depan apartemen.“Cantik,” gumam Radit ketika turun dari mobil sport yang dikendarainya sendiri.Raya berjalan ke arah Radit, dengan senyum, lalu tiba tiba senyum itu memudar.“Apa aku harus memakai pakaian seperti ini? Yang benar saja,” ucap Raya kesal.“Ah kamu ini, baru saja aku mengatakan kamu cantik, anggun sekali, rupanya macan putih tetap saja macan putih,” ucap Radit.Raya kemudian masuk ke dalam mobil Radit.“Kita mau ke mana?” tanya Raya.“Panggil mas dulu,” ucap Radit.“Apa?” tanya Raya.“Ya, aku sudah lama tidak mendengar kamu memanggilku mas, aku ingin mendengarnya. Bukankah itu panggilan sayangmu
Seorang Ayah Di sebuah ruangan, terlihat dua orang laki laki setengah baya tertawa bersama, mereka larut dalam perbincangan hangat dan menyenangkan, rupanya mereka adalah pak Hartawan, dokter spesialis jantung yang sekarang memutuskan untuk bekerja dari balik meja dan yang satunya adalah dokter Edo, ya, dokter kepala sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta. Dia baru saja mendarat, mereka baru bertemu sepuluh menit yang lalu.“Aku tidak menyangka kamu akan mengunjungiku, sudah dua tahun lebih kita tidak bertemu,” ucap pak Hartawan.“Iya, sepertinya aku akan sering mengunjungimu,” ucap dokter Edo.“Wah, benarkah, tentu itu akan sangat menyenangkan, kita bisa mengingat masa muda kita, atau kita bisa mengunjungi teman teman kita,” ucap pak Hartawan.“Kamu dulu terkenal sebagai senior yang sangat keras, banyak anak baru yang membencimu, termasuk aku,” ucap dokter Edo yang kemudian tertawa lepas.“Ya, begitulah, tapi tetap aku adalah senior paling digilai,” ucap pak Hartawan yang kemudian
Harapan CintaRaya, pak Bondan dan Rohaya sudah sampai di bandara Soekarno Hatta, bandara di Jakarta. Raya dan keluarganya keluar ke arah lobby bandara. Di sana sudah ada Radit yang menunggunya, Radit hanya mengulaskan senyum, senyum yang menyimpan berbagai rasa yang semuanya adalah rasa bahagia.Raya mengulaskan senyumnya, dalam kebingungan setidaknya dia masih memiliki setitik harapan dan orang yang bisa membuatnya bergantung.“Om, tante,” sapa Radit pada ayah dan juga ibu tiri Raya.“Wah, calon menantu,” bisik Rohaya pada pak Bondan.“Hust, jangan begitu bu, nanti Raya malu,” ucap pak Bondan.“Terimakasih ya Radit,” ucap Rohaya.Raya terlihat melihat mengarahkan matanya pada Rohaya, sedikit melotot, berharap Rohaya bisa mengerem sedikit mulutnya.“Mobil saya sudah siap,” ucap Radit.“Di sebelah sana,” lanjut Radit.“Supir saya akan membantu membawa koper bapak dan ibu,” lanjut Radit seraya melihat ke arah koper koper yang sudah ada di troli barang.“Te-terima kasih,” ucap Raya.“Ti
Perjalanan Dalam HarapanRaya dan Rohaya terlihat membantu pak Bondan turun dari taxi, sedangkan Devon dan Marry membantu menurunkan beberapa koper dari bagasi mobil taxi.“Terimakasih,” ucap Raya setelah Devon dan Marry mengeluarkan semua koper dan tas besar mereka.“Aku bantu sampai dalam,” ucap Devon.Mereka semua segera masuk ke dalam bandara.Pak Bondan, Raya dan Rohaya akan segera ke Jakarta, kondisi pak Bondan sudah stabil, sudah bisa melakukan perjalanan jauh.“Apa kamu dan keluargamu akan menetap?” tanya Devon pada Raya yang saat itu terlihat begitu cantik, dengan kemeja putih, celana jeans biru muda juga dipadukan dengan tas tangan berwarna hitam, sungguh pemandangan yang jarang terlihat dari Raya yang selama ini berpenampilan maskulin. Hanya saja dia tetap memakai sepatu kets berwarna senada dengan celananya.“Aku belum tahu, tapi pasti akan lama,” ucap Raya.“Aku akan mengunjungi kalian, jaga diri baik baik di sana,” ucap Devon.Marry terlihat menggerakkan bibir, menampilk