Rigel menciumi Cassiel yang sudah mandi dan wangi. Rigel gemas menatap anaknya itu. Ia menciuminya lagi sebelum memberikan Cassiel ke ibunya. "Sebenarnya Mama juga tidak mau meninggalkanmu," ucap Rigel sambil memandangi Cassiel. Kedua mata biru anaknya itu berbinar cerah seperti ayahnya. Rigel menghela napas setelah itu memberikan Cassiel pada ibunya. "Aku bisa pulang terlambat, tidak apa kan?" tanya Rigel pada ibunya. "Tidak apa Permaisuri," sahut Kaelar yang baru tiba.Rigel menatap heran dan kesal. "Kau ini bukannya ikut bersama Adriel?" tanya Rigel ketus. "Ah itu, Yang Mulia memintaku menjaga Pangeran," jawab Kaelar. Rigel menghela napas. Ia beranjak keluar dari Rumah. "Ayo Anak-anak hari ini kita menerima perkerjaan perdana," ucap Rigel sambil meraih tas ransel hitamnya kemudian berjalan keluar rumah. Rigel terdiam sejenak saat duduk di kursi kemudi. "Apa kau memperbolehkanku menyetir?" tanya Aki menawarkan diri.Rigel memandangi Pemuda itu. "Usiamu berapa? kau belum punya s
Hari sudah menjelang petang saat huru-hara di kediaman kecil ini mulai selesai. Harlan sudah pamit kembali ke barak sejak tiga jam lalu. Begitu juga dengan Alex, Corrie dan Nico yang hendak pamitan kembali ke markas masing-masing. Sejenak Corrie memerhatikan ketiga Anak itu. Corrie menghela napas cukup panjang karena sampai mereka mau beranjak pergi, keberadaan Rigel belum muncul. Ia masih mengurung diri di kamar bersama bayinya. "Yang Mulia, kami lebih tahu kondisi mental Rigel daripada siapapun, meski kebetulan kau mendapatkan anak-anak muda ini sebagai pengganti kami tapi tetap saja Rigel butuh hadirnya Anda," ucap Corrie memperingati. Adriel mengangguk. "Aku akan berusaha," sahut Adriel. Padahal malam ini saja ia menunggu kedatangan Pasukan yang akan menjemputnya kembali ke New Neoma karena tetap saja sebagai pemimpin Kerajaan, ia harus membereskan beberapa hal. Alex menepuk pundak Adriel. "Perkara Harlan, aku pun tak menduganya, kenyataan jika ia masih terobsesi pada istrimu i
Kendrick dan Anna langsung merunduk. Mereka langsung merasakan seperti hantaman bom dahsyat yang mengenai kerumunan orang-orang terinfeksi itu dan Rigel terdiam melihat kekuatan dari suaminya."Ah aku berlebihan," ucap Adriel sembari menatap Rigel. "Ya kurasa itu cukup untuk menghabiskan sisa-sisa mereka," sahut Rigel karena pada nyatanya semuanya sudah sirna karena bantuan dari kekuatan Adriel. Rigel kini menghela napas. "Kini yang jadi masalah adalah mengapa mereka, bisa memasuki Zona Aman ini?" Rigel pun beranjak berjalan memasuki mobil.Adriel langsung meraih tangan Rigel. " Jadi bagaimana? kau mau kemana?" tanya Adriel."Tyre..." Rigel menjawab singkat sambil beranjak pergi. Adriel itu tahu jika Istri kesayangannya murka. Ia langsung ikut masuk ke dalam mobil. "Rig, aku tahu kau marah karena yang terinfeksi paling parah itu menyerang markas anak-anak tapi kau tidak bisa langsung murka pada mereka," ucap Adriel."Siapa lagi yang patut aku curigai jika bukan Harlan?" ketus Rigel
Rigel menguarkan energinya sendiri. Ia bersinar redam seperti bulan itu sendiri bersamaan dengan itu Pria itu mulai panik. "Tidak jangan lakukan itu!" teriak Si Pria. "Kenapa? Adriel bahkan sudah memberi izin untuk menghancurkan kenangan ini," celetuk Rigel. "Kau gila!" bentak Pria itu."Maafkan aku Ayah tapi ini adalah hidup kami," ucap Rigel dengan sendu senyumannya. Ia melakukan hal itu, dengan sengaja memurnikan kenangan Adriel atau menghapusnya. Saat Rigel membuka kedua matanya. Ia mendapati Adriel tidur diatas pangkuannya bahkan mereka masih didalam mobil. Rigel mengarahkan tangannya untuk membelai rambut pirang Adriel. Kini ia tahu semua masa lalu Adriel. Pria itu terbentuk dingin karena beban dan trauma masa kecilnya. Lamunan Rigel melayang jauh. Hari yang sudah berganti pagi. Berkas sinar mentari menelisik masuk dari jendela kaca. Saat itu Rigel merasakan jika tangannya digenggam oleh Adriel."Kau memiliki kebiasaan baru ya?" Adriel berucap sambil beranjak bangun. Ia memen
"Kau gila!" bentak Rigel sambil menoleh ke arah suaminya itu. "Dia mencuci otakmu dari kecil, Void yang terbentuk itu adalah luka, dan ... wajar saja kau tak bisa mengendalikannya, jika saja kau tidak dicuci otaknya maka ruang hampa yang terus menyedot segala hal itu akan jadi sebaliknya," ucap Rigel menderu."Aku tidak mengerti," sahut Adriel."Kau, bilang pada Adriel jika kaulah orang yang selalu mendukung Adriel untuk membalas perbuatan orang tuanya sendiri," ucap Rigel. Pria itu tertawa cukup keras. Ia bahkan menggelengkan kepalanya. "Kau ... sungguh sesuatu, mengapa kau bisa tahu kejadian masa lalu dari kekasihmu itu, huh?" tawa Pria itu menggelegar.Rigel mengepalkan tangan kanannya. Tatapannya menajam dan murka. Saat tangannya melayang hendak melayangkan sebuah pukulan. Rigel sempat terdiam sejenak. "Sejak awal, kau ... sumber kemalangan dari setiap jiwa yang sudah tiada berkatmu," ucap Rigel.Adriel mendengar semua ucapan Rigel, kini ia sendiri mulai menyadari sesuatu. Adriel
"Dia seperti ayahku sendiri," sahut Adriel singkat. Kini Adriel jadi dingin. Kedua pandang mata biru indahnya juga jadi beku. "Selanjutnya, aku serahkan padamu Rigel, seperti yang pernah kukatakan padamu jika aku akan meninggalkanmu untuk beberapa saat kembali ke New Neoma," ucap Adriel hendak beranjak pergi. Rigel hanya bisa mematung. "Adriel!" pekik Rigel yang hanya bisa terdiam menatap Adriel yang tergesa-gesa langsung beranjak pergi meninggalkan markas. "Maafkan aku Rig, aku bukan mengabaikanmu hanya saja ... kau mengingatkanku dengan Pria itu," ucap Adriel terdiam didalam mobil. Ia meraba dadanya sendiri yang terasa berdenyut akan lonjakan kekuatannya yang mulai tak terkendali. Pemilik energi Void seperti Adriel bergantung pada kondisi mentalnya yang prima. Kini sekelilingnya mulai bergetar dengan guncangannya sendiri bahkan Adriel kini sudah berpeluh dengan keringat. Tak lama terdengar suara ketukan dari kaca jendela mobil. "Adriel, buka pintunya!" teriak Rigel dengan tatapa