LOGINKehadiran bencana alam tidak dapat di prediksi oleh siapapun. Gempa bumi, tsunami, tornado, bahkan hujan meteor dapat terjadi kapanpun tanpa persiapan. Keenan Filbert, seorang remaja brilian, dipercaya oleh seorang ilmuwan terkemuka untuk bisa mencegah dampak dari bencana alam. Dibekali dengan otak jeniusnya, ia menggarap project selama bertahun-tahun demi misi keselamatan. Sebagai seorang remaja biasa, Keenan juga menjalani kehidupannya sebagai seorang pelajar. Silverleaf, sekolah unggulan di Benua Amerika, menjadi tempat Keenan untuk menuntut ilmu. Sekolah itu menjunjung tinggi peraturan dan selalu menjaga reputasinya. Oleh karena itu, Keenan juga dipercaya sebagai pembawa citra baik untuk mengharumkan nama baik sekolahnya melalui program yang diadakan. Namun, kehidupan Keenan tidaklah semulus yang ada dibenaknya. Berbagai kejadian tak terduga selalu mengiringi setiap perjalanannya. Mulai dari kisah masa lalu, hingga berbagai kejadian mengerikan. Akankah Keenan dapat melewati itu semua? Sebagai penyelamat kota, pemegang reputasi Silverleaf, dan sebagai remaja yang dihantui banyak rintangan. Ikuti kisah selengkapnya hanya di Mission of Coordinate.
View More‘Kiara, I'll be back… I promise.’
Would he?
Weren't her dreams becoming too wild recently?
Killian never said goodbye whenever he left.
His business trips could take days, weeks, or even months, but he never told her goodbye.
Kiara only always knew about his trips from his assistant.
Wasn't this dream an irony to her reality?
Wasn't Killian being too affectionate in this dream?
Was this a sign that better days were coming?
“Mommy…”
The tiny voice of a child gradually pulled her away from her sleep, bringing her back to reality… to the hospital’s ward.
Kiara fluttered her eyelids, rubbing the sleep off her eyes.
Opening her eyes to the sight of her daughter lying on the bed, she tried to force a smile, to look normal.
If only her heart was strong enough not to break each time at the sight of her baby looking so frail and pale.
“Hey, Baby…” She reached out to stroke her raven black hair, a stark resemblance to Killian's hair.
Having the same thick brows and thin lips, Lily could look exactly like her father if she didn't have Kiara’s oval face and round eyes.
“When's Daddy coming, Mommy?” She murmured, her lips pursing. “I miss Daddy.”
Kiara did too.
Strangely, Killian didn't answer her phone calls.
Ever since Lily's illness acted up and she was brought to the hospital three days ago, not an hour passed by without her trying to reach him on the phone.
The phone would ring until it stopped. However, he never called back.
“Baby, remember I told you that Daddy needs to work hard.” Kiara’s lips ached from faking a smile.
But she couldn't break down now. Not in their daughter's presence.
The last thing she wanted was her baby sensing something was off. She'd rather have her believe they were a perfect family.
“Daddy's currently busy and can't come home now.”
“You always said that, Mommy.” Lily sighed, gloom spreading across her face.
The glimmer in her eyes was long gone, and the more days that passed, the more her eyes dimmed. “Daddy doesn't need to make more money. I just wanna hug him.”
Her eyes watered up.
Kiara couldn't stand it.
She feared that if she spent another minute here, she'd break down from seeing her daughter in this state.
Sometimes, she hated herself, and sometimes, she hated him.
But Killian had been very busy ever since his father passed away a year ago and he had to assume the president’s position of RK Business Empire.
He'd made her know that he wouldn't have time for them.
She couldn't be any more understanding.
“It's okay, Mommy…” Just like hers, her daughter's smile was broken and weak. “I know Daddy loves me. When he comes back, I'll tell him that I love him too.”
Kiara chuckled.
Who was she kidding?
Lily was only three years old but with an IQ of a genius.
She was only deluding herself, thinking her baby didn't know what was going on.
Her sad smile revealed it all.
Unable to hold back her tears, Kiara leaned forward to kiss her on the forehead. Then her baby whispered, “I love you too, Mommy. I love you and Daddy.”
“Mmm.” Kiara choked on her words. “We both love you, Baby.”
But she couldn't remain sitting there.
Fearing she'd get too emotional again, she left the ward, looking for the nearest washroom.
She could use the bathroom inside the ward, but then, her baby would hear her cry and that would only break her already weak heart further.
“Mrs. Reid, are you alright?” She bumped into the nurse on her way, almost crashing into the medication cart.
Kiara stood up straight, composing herself. “I- I'm fine.”
“I'm about to change Lily's drip-”
“Please go ahead, I'll be right back.” She cut the nurse, hurrying in the opposite direction.
She didn't need to go far. She wasn't supposed to cry.
Her daughter needed her by her side,
But,
If only Killian could answer her calls.
If only he could spare a minute to at least speak with his daughter on the phone.
For a three-year-old, she was already going through a lot. Funny how the little girl always preferred her Daddy's company.
Leaning against the wall in the hallway that led to the washroom, Kiara dialed his number again.
The phone rang as usual. He didn't answer.
She tried three more times. Killian didn't answer the phone.
Who else could she reach out to?
Even his assistant’s line was switched off.
Slowly, a foreboding feeling rose in her heart.
What if something bad had happened to him? Was that why he didn't answer his phone?
However, she had to be positive.
If anything went wrong with his trip, it would have been broadcast on the media by now.
Shoving those horrible thoughts aside, Kiara pulled herself together and walked away.
She hadn't taken three steps yet when the corner of her eye caught sight of a familiar figure.
Was that Killian?
The tall figure that just strode out of the elevator was definitely her husband.
She couldn't see his face properly because his back was to her, but that dominant aura screamed of his presence.
He appeared to be in a rush.
Was he coming for them- for Lily? Did he hear about her illness?
Weird though.
Killian was going in the opposite direction, his footsteps hasty.
Kiara called out his name but he didn't seem to hear her.
Their daughter’s ward was in a different hallway. Was he given the wrong room number?
Her heart coming back alive with the hope that Lily would soon smile again, Kiara hurried after him.
By the time she caught up with him, she was already gasping for breath.
He was so fast! Was he so worried about their daughter?
“Killian-”
“Killian.”
She trailed off because someone else called out his name at the same time she did.
A young lady came out of the ward he stopped at, running straight into his arms. “What took you so long?”
“Why did you bring him here?” His deep voice had an irritated tone to it. “I told you not to bring him here.”
“I had no choice, Killian, please don't blame me!” The lady sobbed. “This is the best Children’s Hospital in the country. Do you want us to lose him?”
Satu tahun pasca kejadian meteor jatuh di sebuah kota di Benua Amerika. Seluruh wilayah terdampak sudah kembali normal. Pelestarian alam dilakukan secara besar-besaran. Hutan yang gundul akibat tsunami kini sudah kembali ditanami oleh pepohonan yang rimbun. Kerusakan-kerusakan juga sudah diperbaiki sedemikian rupa. Di hari yang sama dengan kejadian itu, semuanya juga sudah terungkap. Mulai dari Keysha yang menjadi dalang dalam kasus teror hingga kisah-kisah rumit yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hari itu juga merupakan hari dimana Keenan merasa lega karena project garapannya berhasil melindungi dari serangan bencana alam. Akan tetapi, rasa lega itu menjadi sirna saat Keysha menghancurkannya. Gadis itu memang tidak pernah main-main dengan ucapannya untuk menghancurkan hidup Keenan. Dengan sekali pencet pada remote di telapak tangannya, seluruh gedung langsung dipenuhi gas beracun berwarna ungu. Kode-kode dari teror itu benar-benar nyata terjadi, bukan ancaman belaka. Saat i
“Keysha?!” ucap Keenan yang kaget begitu topeng sang pelaku terbuka. Situasi sudah aman terkendali jadi ia bisa langsung pulang ke rumah untuk bertemu dengan pelaku teror. Kedua profesornya yang akan mengambil alih sementara sambil menunggu situasi benar-benar pulih. Di perpustakaan ini juga sudah ada Nathan, Zach, dan Alyesha.Keysha adalah gadis yang dulu menjadi pasangan prom night Keenan saat kenaikan kelas di Silverleaf. Ia juga yang pernah datang ke rumah Keenan untuk menanyakan project tongkat buatannya.“Arghh! Lepasin gue!!!” Keysha yang baru saja sadar langsung meronta-meronta. Kedua kaki dan tangannya sudah diikat oleh tali khusus.“Dia temen sekolah lo kan, Keen?” tanya Aleysha.“Iya, tapi gue sama sekali gak nyangka kalau dia pelakunya selama ini.”“Lepasin gue, Keenan!” Seluruh tubuhnya masih menggeliat berharap ada ikatan tali yang longgar lalu lepas.
Keenan dengan kapsulnya sudah menunggu di luar gedung. Begitu terlihat Zach dan Aleysha keluar, ia langsung memberikan kode agar kedua temannya masuk ke kapsul. Kondisi kapsul masih dalam mode invisible sehingga mereka bertiga bisa bebas kemanapun tanpa diketahui sang pelaku teror yang mengawasi melalui kameradrone.“Hai Zach, Aleysha, akhirnya lo berdua ketemu sama tubuh gue yang asli,” sapa Keenan sambil mengendarai kapsulnya.“Isshh pembelahan diri lo bikin gue serem bayanginnya,” balas Aleysha.“Yaudah gak usah lo bayangin. Btw, kalian udah susun rencana kan?”“Gak ada rencana. Kita cuma ngelakuin semuanya secara spontan,” jawab Zach.“Eh?! Lo berdua tau kan kondisinya sekarang? Tsunami aja belum reda dan pelaku itu bisa dengan mudah non-aktifin selaput pelindung.”“Iya gue paham. Lo kasih ke kita aja denah rumah lo, nanti kita pikirin cara
Satu persatu posisi drone yang semulanya membentengi dari gelombang tsunami kini berpindah untuk melindungi meteorit dari serangan tsunami. Jutaan volume air itu seperti mengamuk dan dalam hitungan detik menerjang kota. Hal yang mengerikan yaitu seluruh kota tenggelam karena ketinggian dari tsunami melebihi seluruh bangunan di kota, melewati atas kubah selaput.Selaput pelindung masih bekerja efektif walaupun keadaannya seperti berada di akuarium bawah laut. Barang-barang yang terseret ombak dapat terlihat dengan jelas. Untung saja selaput mampu menahan kekuatan tsunami dengan baik, sehingga hanya menimbulkan tetesan-tetesan seperti hujan.Seluruh penduduk bergidik ngeri melihat seluruh kejadian. Mereka seperti terperangkap di dalam sebuah dome di bawah air. Tidak bisa kemana-mana sebelum tsunami mereda. Apalagi ditambah ada hujan batu akibat proses pemecahan meteorit. Semuanya terlihat kacau.“Nathan, air tsunami bisa sampai kota sebelah
WHRROOMMM!!! Getaran hebat terjadi di setiap daerah yang dilintasi oleh meteorit itu. Api yang menyelimutinya sempat membuat sejumlah area di hutan yang dilaluinya terbakar. Orang-orang yang melihatnya menjadi terpaku di tempat.“Tiga puluh detik lagi satu meteorit mendarat di laut dan disusul meteorit yang menabrak kota dengan perbedaan waktu sekitar sepuluh detik!” seru Keenan dengan tegas.Gigi Nathan sampai menggeretak karena membayangkan apa yang akan terjadi. Ia juga belum bisa berbuat apa-apa selagi menunggu.Ratusan kilometer hanya dilalui dengan sekejap mata. Meteorit berukuran enam puluh meter itu sekarang sudah di depan mata. Melewati atas kota dan berakhir di arah tenggara. Lebih tepatnya jatuh di laut dan menimbulkan dentuman yang luar biasa hebat.Air laut di sekitar titik jatuh meteorit langsung menyebar ke segala arah. Membentuk gelombang raksasa yang jauh lebih besar daripada tsunami pada umumnya. Kekuatan dari
Zach sudah berkeliling lebih dari lima kali. Tidak ada jalan keluar selain pintu masuk utama. Maksudnya, semua pintu sudah terkunci rapat. Ia mulai pasrah dengan keadaan. Menghadapi beberapa penjaga tentu saja bukanlah hal yang mudah. Apalagi siatuasi sedang tidak mendukung seperti ini.“Gue mau pasrah, tapi gue kan udah janji sama diri sendiri kalau gue bakal bantuin Keenan. Arghh!!!” Zach meremas rambutnya. Membuat rambut yang sudah disisir menjadi berantakan.“Zach lo—” panggil seseorang dari belakang.“Udah gue bilang jangan ikutin gue!” seru Zach sembari menoleh ke belakang.“Gue gak ngikutin lo.”“Eh? Aleysha? S-sorry gue kira … ah lupain.”“Lo kenapa? Ada sesuatu yang ganggu lo, kah?” tanya Aleysha penasaran.“G-gue … gue gak nemu pintu lain untuk keluar selain pintu utama. Ada banyak penjaga yang berada di sana jadi gue b
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments