"Ada remahan cokelat disini," ucap Adriel sembari mengusap ujung bibir Rigel. Pria itu menatapnya dengan dalam.
Rigel jadi tertegun saat kedua mata biru Adriel yang cerah itu beradu tatap dengannya. "Cantiknya," ucap Rigel tanpa sadar memuji Adriel. Tidak mengherankan jika Adriel bagaikan seorang pangeran berkuda putih. Tampang dan kedua matanya sangat cerah nan indah.
"Apakah begitu?" Adriel semula tak mau menapaki keterkejutannya karena pada nyatanya Rigel yang lebih dulu mendekati dirinya. Adriel bahkan merasakan dadanya yang berdenyut cepat kala Rigel memujinya. Ketika hendak berbincang dengan Rigel lagi, Adriel justru menatap Rigel yang telah berjalan keluar.
Rigel hanya berdiri di hamparan padang rumput seorang diri. Rigel memejamkan kedua matanya karena sedang menikmati angin sore yang bertiup sepoi-sepoi. Ketika senja nyaris berpisah, langit magenta petang dan Adriel yang ikut terdiam memandangi mahluk ciptaan Tuhan yang indah itu.
Tatapan sepasang mata biru itu memuja Rigel yang punya keindahannya sendiri. Saat Adriel hendak mendekati Rigel tapi Gadis itu lebih dulu membalikkan tubuhnya untuk menatap Adriel. "Apa Anda baik-baik saja Nona?" tanya Adriel saat menatap Rigel yang sedang menangis itu. Adriel menatap Rigel cemas, setelah insiden yang menimpa Rigel jelas saja membuat Pria itu lebih khawatir tapi Adriel harus bersikap biasa karena tak mau Rigel sampai tahu jika dialah penolongnya saat itu.
Rigel segera menggeleng. "Tidak seharusnya aku seperti ini, maaf, aku terbawa suasana," jawab Rigel dengan suara parau akibat bercampur dengan isak tangisannya. Rigel hanya masih merasa sedih dan patah hati, sedih karena kehilangan calon bayinya dan patah hati akibat masih teringat dengan mantan kekasihnya itu.
"Baiklah aku mengerti." Adriel menatap dari ekor matanya jika tidak hanya mereka berdua yang ada di padang rumput ilalang ini. Hawa keberadaan orang lain mulai terasa dan sayangnya gejolak dari Orang itu tidak terasa bersahabat jadi Adriel langsung menarik Rigel dalam pelukannya.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Rigel saat wajahnya terbenam dalam dada atletis Adriel. Saat Rigel hendak menanggahkan tatapannya. Tangan kiri Adriel terasa mengelus puncak kepalanya. Adriel seolah tak membiarkan Rigel untuk menoleh.
Berbanding terbalik dari Adriel yang telah merogoh pistol dari saku mantel kanannya. Tatapan mata Adriel jadi tajam kala ia sibuk menembaki seorang Pria misterius yang sedang mencoba mencelakai Rigel. Gerakan Pria itu yang cepat tak menumpulkan tembakan dari Adriel meski Pria itu senantiasa berhasil menghindari tembakannya. Beruntung pistol itu aktif dengan fitur redam sehingga suara tembakan tak didengar oleh Rigel.
"Maaf tapi kurasa aku harus segera menghantarmu pulang ke rumah," ucap Adriel usai berhasil mengusir Pria Misterius itu.
"Aku memang akan pulang tapi kau tak perlu repot-repot untuk menghantarkanku ...," ucap Rigel terjeda karena Adriel langsung memotong ucapannya.
Adriel menggeleng dengan cepat. "Tidak perlu, aku akan membawamu pulang," sahut Adriel. Dia langsung menggengam tangan Rigel dan membawanya ikut serta menjauh dari padang ilalang itu. "Jangan kemari seorang diri, pokoknya jangan." Adriel berucap dengan khawatir pada Rigel lagi.
"Kenapa tiba-tiba seperti ini?" tanya Rigel diiringi kekehan manisnya.
Saat sudah tiba di halaman belakang Gedung Tyre keduanya langsung saling mematung. Rigel tersenyum sambil mengangguk meski sebenarnya dia tak mengerti kenapa Adriel tiba-tiba jadi khawatir padanya. "Aku baik-baik saja, terima kasih Tuan Adriel," ucap Rigel.
"Kalau begitu aku akan pulang sendiri saja."
"Tidak, aku sudah katakan jika akan menghantarmu."
Rigel mematung karena Adriel terus memaksa akan mengantarnya pulang. "Dengar, aku ini tidak mau merepotkanmu," ucap Rigel tegas.
"Maaf ini salahku karena tiba-tiba bersikap seperti ini tapi ketahuilah, aku hanya mau membantumu karena saat ini tidak ada yang aman lagi." Adriel berucap sambil menghela napas. Sebenarnya dia tak mau memaksa Rigel karena khawatir membuatnya takut tapi baru saja Rigel nyaris celaka jika bukan karena dia yang kebetulan bersama Rigel.
Adriel beralih berjalan mendekati sepeda motor sport hitam miliknya yang menunggu di halaman belakang gedung. "Naiklah, setidaknya ini akan mempersingkatmu untuk kembali ke rumah dengan cepat," bujuk Adriel. "Kumohon jika tidak ini akan jadi petaka bagimu lagi," batin Adriel. Dibalik wajahnya yang datar tapi gemuruh perasaannya sedang gelisah.
"Baiklah, aku terima kebaikanmu Tuan," ucap Rigel.
Adriel tersenyum lebar sambil memberikan helm padanya. "Lebih baik Anda yang memakainya," ucap Adriel kini memakaikan helm pada kepala Rigel bahkan merekatkan pengaman pada dagunya. "Naiklah," suruh Adriel bernada lembut.
Rigel mengangguk gugup karena perasaannya jadi menderu. "Tidak perlu sampai seperti ini, bisa membuat terbalik jadi Tuan yang kena bahaya," ucap Rigel.
"Lebih baik daripada Nona yang jadi penarik perhatian," sahut Adriel sambil menghidupkan motornya. "Berpengan karena itu lebih aman." Adriel menganjurkan agar Rigel setidaknya memegang pinggangnya saat menaiki motor yang berboncengan ini.
Rigel kini percaya dengan ucapan Adriel karena saat sampai di jalanan raya. Sorotan wajahnya banyak ditampilkan pada monitor-monitor kota. Terkenal akibat jadi kekasih simpanan dari orang tersohor seperti Kapten Harlan Zidane dan tunangannya Julia Violens, banyak liputan miring tentangnya.
"Ah, jadi parah," gumam Rigel sembari menghela napas.
"Apa Anda baik-baik saja?" tanya Adriel cemas pada Rigel yang sedang ia boncengi itu.
Rigel menggeleng. "Semuanya baik-baik saja," jawab Rigel.
.
.
.
"Naiklah," suruh Adriel bernada lembut.
"Tidak perlu sampai seperti ini, bisa membuat terbalik jadi Tuan yang kena bahaya," ucap Rigel.
"Lebih baik daripada Nona yang jadi penarik perhatian," sahut Adriel sambil menghidupkan motornya. "Berpengan karena itu lebih aman." Adriel menganjurkan agar Rigel setidaknya memegang pinggangnya saat menaiki motor yang berboncengan ini.
Sepasang mata hijau sedang memandangi dari kejauhan. "Semudah itu kau berpaling," ucap Harlan yang ternyata sedari tadi memerhatikan Rigel. Semua itu karena dia baru saja hendak meninggalkan gedung Tyre namun berpas-pasan dengan Rigel yang sedang bersama pria lain.
"Aku tidak menyangkanya," ucap Harlan sambil mengepalkan kedua tangannya.
''Guru Ella, mengapa kau terharu?'' tanya Cassiel heran. Pria itu mendekati Cassiel kemudian mengusap puncak kepalanya. ''Selama ini aku jadi guru rahasiamu untuk mengendalikan kekuatanmu, Nak, dan aku juga selama ini merahasiakan kebenaran dari semuanya ... Aku bisa dibilang saudara dari Ibumu, namaku Ascella Shadows,'' ucap Pria itu tersenyum lembut. Sorot kedua mata dan senyumannya seiras dengan Rigel dan Cassiel baru menyadari hal ini."Apa lagi yang tak kuketahui?" tanya Cassiel yang mulai frustasi. Tak begitu lama setelahnya Cassiel mulai tertawa nanar sembari mengusak-usak rambutnya. Ascella terkejut dengan reaksi ambigu dari Cassiel namun ia memahaminya. Ascella pernah mengalami hal serupa, ia bahkan jadi orang yang keji karena ambigu itu. Semua itu lahir dari rasa tak adil, rahasia teramat kelam dan kesepian. Ascella yang sudah bertahun-tahun hidup ditengah hutan karena hukumannya itu pun mengusap puncak kepala Cassiel. "Cass jangan menyalahkan dirimu," ucap Ascella lirih
''Yang Mulia, aku bertanggung jawab atas ini semua ... Dokter yang membuat serum itu akan dipanggil kemari,'' ucap Harlan hendak beranjak. ''Kau tak bisa selancang itu membawa istriku pergi,'' cegah Adriel dengan dingin. ''Aku paham tapi saat ini Rigel hanya mengingatku,'' sahut Harlan membalas tatapan Adriel yang tajam itu. ''Maaf yang Mulia, aku membawa Permaisurimu ke kamar ... setelah ini aku berjanji akan membawa Alex untuk memeriksa kekeliruan ini.'' Harlan menggendong tubuh Rigel melesat dari hadapan Adriel. Adriel mengepalkan kedua tangannya. Ia memukul kehampaan yang sekilas menguarkan energi void karena murka. Sekilas sekeliling reruntuhan Kuil ikut menderu oleh getaran kecil namun Adriel segera menghela napasnya lagi usai sebuah tangan meraih lengannya. Adriel kira jika Cassiel pergi namun ternyata Pemuda itu kembali lagi untuk berdiri disamping Sang Ayah. ''Aku tak pandai menenangkan amarahmu, jadi kumohon ... jangan hancurkan kuil ini karena aku sudah melakukan sebag
"Hentikan itu!" bentak Cassiel dengan kedua mata merah yang sudah berubah.Harlan langsung berdiri menyaksikan perubahan Pangeran Muda itu. Kedua mata merah dan rambut perak. Harlan terkagum-kagum sendiri. "Jika jiwamu tak ingin pulang maka ada wadah yang sama denganmu, Rigel," ucap Harlan sembari memandangi Rigel yang terpejam dalam peti itu. Harlan memang sudah gila. Ia dengan nekat meraih tangan Rigel. Hal itu memicu kemarahan Cassiel. Melihat Sang Ibu dipandangi dengan penuh cinta oleh lelaki selain ayahnya. Ia lantas murka, seperti bakat yang ia miliki. Cassiel menggerakkan seluruh benda disekitarnya untuk menghantam Harlan. Harlan itu seorang petarung yang berpengalaman, dahulu lawannya tak hanya manusia. Harlan bisa membaca pergerakan Cassiel maka dari itu ia langsung mengelak dengan cepat. Berkat serangan supranatural dari Cassiel membuat Kuil hancur sebagian. Harlan langsung menoleh menatap tubuh Rigel. Ia langsung bergerak cepat menggendong tubuh itu sebelum sebagian kuil
''Sekalian pun aku tak pernah menyangka jika Paman itu mantan kekasihnya Ibu?'' Cassiel bertanya setengah menjerit. Usai satu jam mendengar kisah dari Sang Ayah didalam kantor pribadinya di Istana. Cassiel yang selama ini tak tahu menahu perkara ibunya kini hanya termangun usai tahu semuanya. Kini giliran Adriel yang terdiam sendiri. Ia meragukan dirinya yang sudah menceritakan seluruh kisah dari Rigel. Adriel menenguk wine dari cangkir gelas kaca itu dalam sekali tegak setelah itu menghela napas cukup panjang. ''Sebisa mungkin jauhi perbincangan dari Harlan Zidane itu, dia memang manusia yang kuat dari Bumi, prajurit terbaik, dan tertangguh ... meski dia bisa dibilang pamanmu namun Cass, Ayah ingin melindungimu dari obsesinya yang tak pernah usai mengenai ibumu.'' Adriel usai berucap dengan tegas namun bernada lembut. Cassiel mengangguk. Ia meniup lilin yang ada di atas meja diantara mereka setelah itu beranjak berdiri. ''Lekaslah tidur Ayah,'' ujar Cassiel sembari beranjak pergi.
''Ah, pasti Anda Pangeran Mahkota Cassiel, oh ya? Anda membaca buku dari Socrates juga,'' ucap Pria berseragam serba hitam itu.''Siapa Kau?'' tanya Cassiel terperanjat terkejut. Pemuda itu entah mengapa, bisa merasakan cekaman dari Pria Paruh Baya itu. Cassiel beranjak berdiri meski saat itu Anna menghadang Si Pria. Cassiel mau melihatnya dari dekat. Anna gugup dan cemas. Ia sempat meraih tangan Cassiel. ''Itu bukan ide yang bagus Yang Mulia,'' ucap Anna mencegah Cassiel.''tenanglah Bibi, aku hanya ingin tahu siapa dia?'' sahut Cassiel. ''Halo, Nak, aku bukanlah orang lain ... aku mengenal ibumu dengan baik.'' Harlan, Pria itu. Dia menyerahkan sebuah bingkai foto lama berisi dirinya bersama Regu Penyelamat. Salah satunya, Rigel ada dalam potret foto itu. Cassiel meraih bingkai foto kecil itu. Kedua matanya membelalak menatap Foto berisi ibunya itu. ''Ibuku ... ada bersamamu,'' ucap Cassiel haru. Harlan mengangguk pelan. Ia lihat Pemuda itu. Parasnya mirip seperti Rigel yang mani
''Yang Mulia Cassiel adalah Sang Cahaya Rapuh,'' ucap Kaelar berkomentar. ''Itu tak salah, usia muda dengan hati yang rapuh, apalagi dia pemilik kekuatan yang sama dengan Yang Mulia Rigel malahan ... Yang Mulia Cassiel bisa mempengaruhi seluruh mahluk hidup,'' sambung Aki. Adriel yang diikat ekor kuda dengan jenggot tipis didagunya sedang memijit pelipisnya yang terasa sakit. Di ruang rapat ini hanya ia dan orang-orang terpercayanya membahas kejadian kemarin. Cassiel menangkap seorang penyusup dan membunuhnya. ''Yang aku sayangkan dia malah mewarisi sifatku, Rigel tak akan tega pada siapapun, dia terlampau lembut namun anakku, Cassiel ... ini salahku,'' ucap Adriel menghela napas berat.Kendrick membuka sarung tangannya. Ia menjentikkan api dari tangannya itu. ''Izinkan aku mengomentari kekuatan energi dari Yang Mulia Cassiel sebagai sesama pengguna elemen alam,'' ujar Kendrick. ''Apa?! Anakku Cassiel bisa menggunakan elemen alam?!'' Adriel menjerit sampai beranjak berdiri dari kur