LOGIN"Baiklah, saat kejadian ledakan itu terjadi dimana apakah kau ingat sedang ada dimana?" tanya Harlan.
"Di depan Gedung Tyre, kau juga ada di sana jika kau lupa," jawab Rigel.
"Apakah kau ingat siapa yang menolongmu saat ledakan itu terjadi?" tanya Harlan lagi.
Rigel terdiam sejenak. Dia tak tahu siapa yang sudah menolongnya tapi Rigel masih ingat lengan yang langsung meraih tubuhnya itu. "Tidak, aku tidak tahu karena kesadaranku langsung hilang," jawab Rigel sembari menunduk.
Brakkk
Rigel terkejut kala menatap Harlan yang tampak membanting tumpukan berkas diatas meja. "Persetanan dengan interogasi ini!" bentak Harlan yang langsung beranjak pergi dan keluar dari ruang interogasi tanpa berkata apa pun lagi.
"Kenapa dia? aneh sekali," ucap Rigel yang berbincang sendiri. Interogasi berjalan tidak lancar karena Petugas yang bertanggung jawab telah keluar dari ruangan lebih dulu, maka dari itu Rigel menyusul untuk keluar dari ruangan.
Saat berjalan keluar dari gedung. Rigel sempat menyandar di salah satu pilar akibat perutnya yang terasa kram dengan sendirinya. Rigel terkejut saat tangan kekar seseorang sedang menyodorkan sebotol air mineral padanya. Rigel segera menatap Orang itu.
"Apa kau baik-baik saja Nona?" tanya Pria itu.
Rigel segera mengangguk. "Terima kasih," ucap Rigel sambil meraih air botol mineral itu. Rigel segera meminumnya sambil melirik Si Pria. "Saat kecil ibu pernah bilang jika jangan mudah menerima pemberian dari orang asing tapi saat ini aku telah tak perduli lagi pada hidupku," batin Rigel seorang diri.
Pria itu memandangi Rigel yang usai meminum kemudian melamun cukup lama. Tatapan Rigel yang sendu membuat Pria itu gelisah memandangnya. "Apa dia tidak suka ya minumannya?" Batin Pria itu. Kedua mata birunya memandangi Rigel dalam diam.
"Ah maaf," ucap Rigel tersentak dari lamunannya. "Belakangan ini aku sedikit lelah." Rigel berucap sambil terkekeh sendiri. Rigel tersenyum menatap Pria bermata biru itu. Rigel yang lebih dulu mengulurkan tangan kanannya. "Namaku Rigel, apa kau baru bekerja disini?" tanya Rigel.
Pria itu meraih tangan Rigel untuk berjabatan dengannya. "Benar, aku baru bekerja disini sebagai pengantar pesan, dan namaku ... Anda bisa memanggilku Adriel," jawab Pria itu. Dia tersenyum lebar hingga sepasang lesung pipinya tampak membuat manis rupa yang rupawan itu.
Rigel tertegun menatap keindahan Pria ini. "Ah sayang sekali Pengantar Pesan dengan wajah seindah ini, kalau dia ada di unit Penerbangan pasti sudah jadi pilot yang populer," batin Rigel yang diam-diam mengomentari Pria itu.
"Omong-omong kapan Anda akan melepaskan tanganku?" tanya Rigel sambil melirik tangannya yang masih berjabatan dengan Pria itu.
Adriel tertawa hambar. Dia pun melepaskan jabatan tangannya dengan Rigel meski sebenarnya Adriel masih ingin memengangi tangan Rigel. "Maaf, Nona Rigel," ucap Adriel sembari melepaskan jabatan tangannya.
"Apa Anda terburu-buru?" tanya Adriel.
Rigel berpikir sejenak. "Tidak, sebenarnya aku baru keluar dari Rumah Sakit hari ini," jawab Rigel sambil tersenyum. Dia merasa lebih bebas saat ini meski hidup Rigel ke depan akan lebih parah lagi tapi Rigel segera menggeleng.
"Menghirup udara di sekitar Tyre tidak terlalu baik karena wilayah ini tempat sehabis mengalami insiden dan massa demonstran akan kembali kemari," ucap Rigel. Tangan kanan Rigel meraih pergelangan tangan Adriel yang lebih besar daripadanya itu. Dia membawa serta Pria itu menjauh dari gedung-gedung pencakar langit milik pemerintahan itu.
Adriel memandangi tangannya yang sedang diraih oleh Rigel itu. "Kita mau kemana?" tanya Adriel polos.
Rigel tidak langsung menjawab. Dia memang baru beberapa menit mengenal Adriel tapi perasaannya berkata jika Adriel bukanlah orang yang jahat. Rigel membawa Adriel menuju ke sebuah padang ilalang luas namun ditengah-tengah padang itu ada sebuah gudang yang tampak sudah lama terbengkalai.
"Tempat ini dulunya sebuah lapangan pendaratan tapi sudah lama ditinggalkan," ucap Rigel. Dia melepaskan tangan Adriel. "Aku menyimpan stock makanan manis disini." Rigel berucap sembari memasuki Gudang itu.
Adriel hanya mengekori langkah riang Rigel yang memasuki Gudang itu. Di dalam sana ada sebuah kapal pesawat yang tidak berkerja. Kedua mata Adriel membelalak saat tahu jika model pesawat terbang itu berasal dari New Neoma.
"Dimana Anda mendapatkan benda ini?" tanya Adriel pada Rigel yang sedang sibuk mengorek isi box makanan ringannya itu.
Rigel segera memandangi bangkai pesawat itu. "Aku tidak terlalu ingat tapi ayahkulah orang yang mengenalkan tempat ini padaku saat masih kecil, sebelum dia pada akhirnya hilang begitu saja," jawab Rigel.
Adriel kembali menoleh ke arah Pesawat itu. Dia memandanginya dengan tajam. Dia tahu jika tidak ada penduduk dari New Neoma yang berhasil mendarat ke bumi sebelum dirinya tapi memandangi jejak ini pastilah ada orang lain yang lebih dulu kemari.
"Ambillah, itu cemilan kesukaanku," ucap Rigel menyodorkan sebuah bungkusan cokelat bar pada Adriel.
Adriel tertegun memandangi tangan kecil Rigel yang menyodorkan sebuah bungkusan cokelat padanya. "Terima kasih." Adriel meraih sebungkus cokelat itu dari Rigel. Dia lega karena Rigel lebih muda didekati dari yang ia kira. Rigel wanita yang cerah dan hangat sehingga kepribadiannya yang mudah bergaul itu membuat Adriel semakin tertarik padanya.
"Ada remahan cokelat disini," ucap Adriel sembari mengusap ujung bibir Rigel. Pria itu menatapnya dengan dalam.
Rigel jadi tertegun saat kedua mata biru Adriel yang cerah itu beradu tatap dengannya. "Cantiknya," ucap Rigel tanpa sadar memuji Adriel.
"Rizella, tetaplah disana!" teriak Adriel dari atas."Apa maksudmu Yang Mulia?" tanya Rigel heran. Kaelar langsung maju. "Yang mulia jangan!" cegah Kaelar tapi Adriel sudah lebih dulu turun dari singasananya dengan cara melompat. Jangan Khawatir Adriel itu kuat dan perkasa, ia mendarat mulus tepat didepan Rigel yang membelalakkan kedua matanya. "Berikan tanganmu, berdansa denganku!" ajak Adriel. Rigel membelalakkan kedua matanya melotot. Ia sudah susah payah tak menarik perhatian banyak orang namun Adriel malah nekat mengajaknya berdansa didepan semua orang. "Nyalimu besar juga," sindir Rigel pada Pria itu. Adriel tak bergeming. Pria berjas biru tua itu malah tersenyum sumringan padanya. "Ini Pesta Panen, semua orang akan bersuka cita begitu juga denganmu," ucap Adriel."Sebenarnya siapa yang bersuka cita?" batin Rigel menggerutu sendiri. Rigel melihat Adriel yang tak bergeming sambil mengulurkan tangannya. Betapa gigih Pria itu hendak mendekatinya selama ini. Rigel pun meraih tan
Semua orang bersiap-siap menyambut Pesta Panen. Pesta Panen adalah tradisi kuno dari kerajaan New Neoma yang masih dijalankan. Saat Pesta Panen semua masyarakat akan keluar rumah untuk mengadakan tarian, makan bersama dan bercengkerama bersama keluarga dan orang-orang terdekat. Saat itu juga Istana New Neoma akan terbuka untuk masyarakat. Gelar acara ada di halaman luas istana. Semua orang akan memakai pakaian terbaiknya untuk datang ke istana, biasanya anggota kerajaan juga akan keluar untuk menyapa rakyatnya. Pagi ini Istana sudah sibuk mempersiapkan Pesta Panen yang akan diadakan nanti malam. Para Pelayan sibuk memasak hidangan, Para Ksatria sibuk menyusun strategi keamanan terutama untuk Raja dan Pangeran mereka yang pasti akan hadir. "Aku tak melihat kehadiran Pengajar Rizella?" tanya Adriel terhadap Pengawal yang sedang mengawalnya. Rizella adalah nama yang Rigel pilih untuk menyamarkan dirinya. Rigel masih tidak mau dianggap sebagai Permaisuri yang lama mati suri. Demi mengh
Adriel tak sudi meninggalkan Rigel yang masih terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang kasur reot itu. Adriel cemas tak terkira karena sebelumnya Rigel tiba-tiba saja pingsan. Ia memengangi tangan Rigel dengan erat karena bayang-bayang Rigel yang terlelap tak bangun itu membuatnya takut. Ia takut jika Rigel akan berakhir seperti itu lagi. Adriel yang terbayang-bayang rasa takut sampai hendak menitikkan air matanya. Ia semakain menggengam erat tangan Rigel. ''Kumohon, aku sudi melakukan apapun, tapi jangan rebut dia lagi.'' Adriel menunduk sembari menciumi tangan Rigel. Rigel bergerak gusar dalam tidurnya. Ia terbangun mendapati Adriel yang sedang berkomat-kamit sambil menunduk memengangi tangannya. Rigel tidak sadar jika sudah tersenyum kecil. Ia pun meraih genggaman tangan Adriel kemudian mengusapnya.''Yang Mulia, aku baik-baik saja,'' ucap Rigel. Sulit bagi Rigel mempercayai jika Adriel tidak memiliki ikatan padanya, pasalnya Pria itu tampak cemas setengah mati dengannya. Gil
"Kalau begitu, selamat Malam Yang Mulia." Rigel berucap sambil beranjak masuk. Ia berniat membiarkan Adriel yang saat itu masih berdiri. Tak lama ia rasakan tangannya diraih oleh Adriel. Rigel langsung menoleh menatap Pria itu. Adriel menatapnya dalam. Kemudian tersenyum kecil. "Dulu kau juga susah didekati," ujar Adriel sembari menyentuh ujung poni rambut Rigel yang pendek. "Mau kau jadi laki-laki pun, kau tetap cantik ... tetap jadi pusat orbit dariku." Adriel memandangi Rigel dengan tatapan yang sulit diartikan. "A-aku sulit memahami perkataanmu Yang Mulia," sahut Rigel dengan ragu. Adriel melepaskan pegangan tangannya pada Rigel. "Maaf, aku terkesan terlalu memaksakan dirimu, padahal kau pasti merasa aku dan Cassiel adalah orang asing, maafkan aku." Adriel hendak beranjak pergi dengan senyum nanarnya. Rigel terdiam karena perasaannya menderu. Semua ini bukan tanpa alasan namun perasaannya jadi sakit melihat Adriel yang putus asa itu. "TUNGGU!" teriak Rigel kala Adriel hendak m
"Itu mustahil, saya menangkis benda itu dengan menyisipkan energi jadi harusnya Anda terluka," ucap Kaelar sambil meraih pedang itu kemudian meraih tangan kiri Rigel. "Tangan Nona tidak terluka sedikit pun," takjub Aki yang ikut melihat tangan Rigel. Cassiel mengembungkan pipinya saat ibunya itu dikerumuni oleh paman-pamannya. "Ibu, temani aku istirahat!" Cassiel menarik tangan Rigel kemudian membawanya pergi dari lapangan latihan. "Oh tenanglah Pangeran Muda, Anda tak perlu cemas soal ini dan mereka," ucap Rigel hanya tersenyum menatap Cassiel. Saat itu Rigel tak mau bergeming dari tempatnya berdiri. Ia tahu Anak itu cemburu jika Pria-pria ini mengerumuninya."Baiklah," sahut Cassiel dengan pipi memerah malu.Aki mendeham, dia raih patahan kayu itu dari tangan Rigel, meskiWanita itu hilang ingat namun posisi sahnya tetap Istri dari RajaNegeri ini. “Maafkan Ajudan Kaelar, Nona … semua ini tidak sengaja,”ucap Aki mewakili seniornya itu.Rigel mengangguk sambil melirik tangannya.
"Aku tak yakin," ucap Rigel sambil enggan memalingkan wajahnya. Rigel tak ingat Pria itu yang ia tahu hanya namanya Adriel, Sang Raja dari Planet yang mirip dengan masa lalu kemakmuran Bumi. Rigel hanya memandangi sepasang mata biru itu. Kedua pandangan yang bercampur aduk antara suka cita dan duka. Rigel orang yang gampang mengasihani tapi ia pun tak mau lama-lama tinggal di Istana yang tak ia kenal. Adriel tersenyum tipis. "Maukah kau tetap tinggal disini? tidak ingat padaku pun tak masalah, aku hanya ingin bertanggung jawab sebagai suamimu untuk memenuhi semua keperluan hidupmu Rigel." Adriel berucap dengan mengabaikan deru hujan yang semakin deras. "Mari, kita ke dalam dulu," ajak Rigel. Kini keduanya berada di ruang kerja Adriel. Masing-masing duduk berseberangan di sofa yang menghadap perampian hangat. Rigel maupun Adriel sudah berganti pakaian baru. Rigel terdiam memandangi api perampian sementara Adriel sibuk memandangi Wanita itu. "Aku tak mau jadi bebanmu Yang Mulia, bia