Share

Menengok

Penulis: Mentari
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-08 08:28:14

"Tidak apa Neng. Akang tunggu saja abah pulang," sahut Dirwan.

"Oh, ya udah! mau minum apa teh hangat apa dingin?" menawarkan minuman pada Dirwan.

"Apa saja boleh! asal Neng yang buatkan, Akang mah mau," jawab Derwan kembali.

"Bisa saja." Eza berlalu ke belakang mengambil minum.

Dirwan menatap Eza dari belakang sampai tak berkedip. Kemudian melihat-lihat tempat sekitar.

Eza menuangkan air ke dalam gelas. "Ikut gak ya! seandainya di ijinkan? aku malu juga," gumamnya Eza, Lalu kembali membawa segelas minuman dingin buat Dirwan.

"Silakan Kang diminum." Eza menyodorkannya pada Dirwan yang sepertinya sedang bengong.

"Oh, iya Neng terima kasih?" sambil mengangguk.

"Eza tinggal dulu ya Kang? mau membereskan kerjaan!" ucap Eza yang ingin membiarkan Dirwan duduk sendiri.

"Oh, boleh. Akang tidak apa-apa kok! bereskan aja dulu," lagi-lagi mengangguk.

Setelah itu Eza beranjak meninggalkan Dirwan sendirian.

Tidak lama kemudian bah Bani dan istri pulang dari kebun. "Loh ada tamu rupanya, dari kapan. Sudah lama?"

"Ah, belum Bah," segera meraih tangan calon mertua di ciumnya.

"Sama siapa! sendiri?" tanya bah Bani sambil duduk depan Dirwan.

"Iya, sendiri saja. Ini Bah ... mau minta ijin mengajak Neng, ke rumah menengok mamah." Dirwan menunduk khawatir tidak di ijinkan.

"Oh ... boleh! tapi sama siapa kesananya?" tanya bah Bani lagi.

"Eh ... berdua saja Bah," sahut Dirwan.

"Tapi jangan malam-malam pulangnya ya?" pesan bah Bani.

"Siap Bah," timpal Dirwan merasa senang! akhirnya dapat ijin juga.

Eza yang sedang siap-siap di kamar hatinya dag dig dug tak karuan. Mau boncengan dengan laki-laki yang statusnya calon suami. "Mi ... Eza malu! masa berdua saja kesananya?" melirik uminya yangbbaru masuk ke dalam kamar Eza.

"Emangnya kenapa Neng, gak apa sudah tunangan ini. Lagian niatnya cuma sebentar mau menjenguk ibu mertua," ujar umi Marni sambil mengulas senyumnya.

"Iya sih, tapi ... risih aja Mi!" sambung Eza. Sambil menghela napas.

"Iya gak pa-pa, yang penting gak macam-macam juga." timpal sang ibu.

"Huuh ... ya sudah! Eza berangkat sekarang saja takut kesorean." Mengambil tas yang di atas meja, keluar kamar menghampiri Dirwan dan abahnya.

Dirwan menatap kedatanagn Eza yang sudah nampak cantik, mengenakan kerudung panjang dan celana panjang longgar. "Neng sudah siap?"

"Sudah."

Dirwan menoleh bah Bani dan umi yang baru datang bersama Eza. "Abah, Umi! kami pergi dulu dan nanti saya akan kembali mengantar Eza ke sini."

"Oh iya, hati-hati ya?" sahut bah Bani, sementara uminya mengangguk.

Dirwan dan Eza mencium tangan kedua orang tua itu. Baru kemudian berjalan keluar mebuju motor yang di parkir dekat teras.

"Eza pergi dulu ya? Assaamu'alaikum ...."

"Wa'aaikum salam ...."

Setelah berada di teras. "Akang, Eza bawa motor sendiri saja ya?"

"Apa Neng! masa mau bawa motor sendiri, apa kata orang kalau kita jalan masing-masing? sudah Akang bonceng saja," sahut Dirwan sedikit kesal.

"Justru apa kata orang kita bocengan berdua?" Eza tak mau kalah.

"Kita sudah tunangan, cuman berdua boncengan di motor mah gak apa-apa atuh! yang jangan itu berduaan di kamar," sambung Dirwan sambil mengenakan helm nya.

"Iih ... ya. Eza bawa motor sendiri?" rajuk Eza gak mau satu motor.

"Nggak, cepetan naik?" wajah Dirwan mulai di tekuk. Begitupun Eza berubah masam.

Akhirnya mereka berdua berboncengan, menuju rumah orang tua Dirwan yang berada di Kampung sebrang.

Selang beberapa lama. Dirwan menepikan motornya di sebuah halaman yang luas dan di tanami bermacam sayuran. Eza berdiri mengamati tempat sekitar, rumah yang mewah dan bertingkat.

"Ayok masuk Neng?" ajak Dirwan setelah memarkirkan motornya. Menenteng helm ke dalam rumah.

Eza membututi langkah Dirwan sembari mengucap salam. Suasana rumah sepi bagai tiada penghuni, isi rumah yang serba mewah. menambah kesan orang berada yang menempatinya.

"Kok sepi, pada kemana Kang? maksud Eza penghuni yang lainnya."

"Bapak, ke Jakarta mengirim sayuran. Adik-adik, ada yang kuliah dan ada juga yang masih SMA yang adik bungsu."

"Terus Mama! sama siapa di rumah?" tanya Eza lagi.

"Ada bibi, adiknya Mama."

"Oh ..." membulaktkan bibirnya sambil tetap mengikuti langkah Dirwan.

Sampailah di sebuah kamar yang lumayan besar. Dirwan membuka dan mengucap salam, tampak seorang ibu sedang duduk di sebuah kursi roda.

Eza mematung depan pintu menatap ibu tersebut, yang tersenyum menyambut kedatangan Dirwan. "Iwan ... anak Mama." memeluk Dirwan mengelus punggung putranya.

"Mama sudah makan?" Dirwan berjongkok depan Ibunya.

"Sudah! mana calon mantu Mama? pasti dia ya!" sambil celingukan dan akhirnya mendapati seorang gadis cantik berjilbab mematung depan pintu.

"Iya. Mah," sambil menoleh kebelakang. "Neng sini atuh masuk?" melambaikan tangannya pada Eza.

Perlahan Eza menghampiri! membungkuk mencium punggung tangan ibunya Dirwan. "Assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikum salam ... sangat cantik! cantik piasan," bu Hawa tersenyum ramah, tuturnya yang lemah lembut. Akan membuat orang tenang bila di sampingnya.

Eza hanya mengulas senyuman, dan duduk di sofa setelah dipersilakan oleh tuan rumah.

"Nama mu. Neng Eza ya?" menggengam tangan Eza. Menatap lekat.

"I-iya Mah." Eza mengangguk pelan.

Dirwan satang membawa minuman dan cemilan entah dari kapan dia pergi? tahu-tahu sudah kembali membawa minuman.

"Neng, ini minumnya!" Dirwan meletakkan di meja.

"Iya Kang ,jangan repot-repot. Biar nanti kalau aku haus bisa ambil sendiri kok," ucap Eza menatap air yang ada di dalam gelas.

"Gak pa-pa Neng! gak roporin kok." Dirwan duduk di sofa sebelah.

"Neng?" panggil bu Hawa pada Eza.

Eza menoleh. "Iya."

"Neng beneran mau sama putra Mama? sayang sama dia! dan mau jadi istrinya," menatap Eza lekat.

Eza bingung harus jawab apa, kalau mau sih mau! tapi kalau rasa sayang! gak tau juga. "Em ... insyaAllah Mah."

"Mama titip Iwan ya? dia putra sulung Mama. sayangi dengan tulus sama Neng Eza, kadang Iwan ini keras kepala seperti bapaknya! tapi dia baik kok," ujar bu Hawa sambil meremas jari Eza lembut.

Eza mengangguk sambil senyum samar.

"Kamu juga Dirwan, sayangi dan perlakukan istrimu dengan lembut, sabar. Hormati dia seperti menghormati Mama ya?"

"Aduh. Mama, kalau Iwan harus hormati dia seperti hormati Mama. Gimana cara Iwan berlaku seperti seorang suami Mah?" protes Dirwan tidak setuju dengan ucapan mamanya.

Eza langsung mendongak mendengar ucapan Dirwan barusan.

Bu Hawa menggeleng dengan tetap tersenyum. "Bukan begitu sayang maksud Mama."

"Terus apa? kata Mama Iwan harus menghormati Eza! terus Gimana caranya aku--"

"Ya ... lakukan saja kewajibanmu sebagai suami sayang ... maksud Mama jangan sakiti istrimu, dengan lisan maupun tindakan. Jangan," sambung bu Hawa.

Dirwan mengangguk, tersenyum puas. "Iya. Mah, aku akan ingat pesan Mama."

"Bagus, Nak."

Dirwan menaik turunkan alisnya sambil menyeringai. "Ma! kalau aku melakukannya sekarang boleh gak? sama Eza."

Bu Hawa kaget. "Astagfirullah! jangan atuh Wan, kan belum halal."

Meski tidak jelas apa yang Dirwan maksudkan. Namun cukup membuat jantung Eza melompat, dag dig dug ada rasa khawatir, takut Dirwan melakukan sesuatu padanya....

Bersambung ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Seroja   Keputusan

    Sesudah beberapa bulan, berumah tangga dengan Dirwan. Eza berusaha untuk menjadi istri yang baik sekalipun dia belum mencintai sepenuhnya. Dan memang mencintai itu butuh waktu, beda bila cinta itu datang dengan tiba-tiba.Suatu hari. Dia mendapati chat whatsapp yang menyakitkan hati, di mana kata-kata yang menguliti keburukan Dirwan di masa lalu bersama seorang wanita yang notabenenya sudah bersuami.Dan itu bukan masa lalu saja, karena dia mengatakan kalau baru-baru ini mereka bertemu dan melakukan layaknya hubungan yang sudah sah. Wanita itu pun mengakui kalau dia sangat mencintai Dirwan dan tidak mau kehilangan. Bahkan foto nya pun yang sedang tidur berdua di kirimkannya. Membuat mata Eza terbelalak dengan sangat sempurna.Tentunya membuat Eza murka sama Dirwan, se'marah-marahnya biarpun dia nggak cinta sama Dirwan! tetap saja dia nggak suka kalau suaminya berbuat sesuatu yang aneh-aneh di luar."Neng Akang akui itu, tapi itu cuman masa Lalu! setelah kita menikah Akang nggak pernah

  • Cinta Seroja   Ingat gak

    "Sebaiknya Dirwan istirahat saja di kamar. Biarpun kamarnya kecil ... lumayanlah buat istirahat." Kata Abah sambil menuding ke arah kamar Eza.Penglihatan Dirwan mengikuti tudingan Abah pada kamar Eza dengan bibir tersenyum senang. "Iya, Bah. Aku masuk dulu. Umi," ucap Dirwan sambil berdiri lalu berjalan mendatangi peraduan istri nya.Detik kemudian, Dirwan sudah berdiri di depan pintu setelah menutupnya dengan rapat, dan mendapati istrinya yang sudah berganti baju dengan dasteran. Berbaring memunggungi arah pintu. Bibir Dirwan menyungging lalu mendekat.Eza yang baru saja mau tidur, mendengar pergerakan dari arah belakang membuat ia membuka mata lantas menoleh ke belakang terkejut melihat Dirwan berada di kamarnya. Bukannya tadi sudah dia suruh pulang saja. Lagian kamar ini juga kecil."Ngapain Akang di sini? kan tadi sudah Neng suruh pulang, biarkan Neng menginap di sini sendiri." Eza bangun mendudukan dirinya.Dirwan menarik kedua sudut bibirnya duduk di tepi tempat tidur. "Akang j

  • Cinta Seroja   Ijin suami

    Begitu tiba di rumah kedua orang tuanya, Eza di sambut dengan bahagia oleh umi dan abah. Eza pun memeluk umi dengan sangat erat. “Umi ... Eza kangen sekali sama Umi.”“Umi juga kangen sama, Neng. Umi mau ke sana tapi belum ada waktu dan tadinya mau ke sana itu lusa. Sama abah.” Balas uminya sambil membalas pelukan neng Eza.“Tapi Neng sudah rindu sama umi ... jadinya Neng ke sini sekarang.” kata neng Eza sambil memudarkan pelukannya dan menyalami Abah nya yang memandangi dengan penuh haru pada Eza yang setelah menikah dengan Dirwan, baru ketemu sekarang.“Abah. Sehat ... aku kangen sama Abah, gak bisa bikinkan kopi lagi buat Abah.” Eza memeluk abah 0enuh rasa rindu.“Abah juga sama Neng ... kangen, tapi ... sekarang Neng itu sudah punya kewajiban yaitu pada suami. Dan mana suami mu sekarang? kenapa tidak ikut, seharusnya dia mengantar mu ke sini.” kata abah sambil melihat ke arah jalan tetapi tidak ada sosok Dirwan.“Dia baru datang dari Jakarta Abah ... capek katanya. Jadi Neng ke si

  • Cinta Seroja   Ogah-ogahan.

    Sekitar pukul empat sore, Eza sudah tampak segar dan keluar dari kamar mandi dengan memakai jubah handuk putih serta bergelung handuk menutup rambut yang basah. Kedua menik matanya mendapati Dirwan yang masih tampak lelap di atas tempat tidur berselimut tebal yang hanya menutupi sampai perutnya saja, sehingga dadanya mengekspos yang sedikit berbulu.Eza mendekat dan duduk di tepi tempat tidur, tepat menghadap ke arah Dirwan. "Aang bangun? udah jam 04.00 katanya mau mengantar aku ke tempat umi."Namun Dirwan yang tampak sangat capek, tetap bergeming Tak bergerak sedikit pun malah terdengar suara dengkuran yang halus."Ih ... katanya mau nganterin aku, tapi malah tidur! Akang. Bangun ..." suara Eza kembali sedikit agak keras.Terlihat pergerakan dari tubuh Dirwan sambil memicingkan matanya sebelah melihat ke arah sang istri. "Apa sih Neng ... Akang ngantuk banget, nggak kuat nih!""Bangun, mandi sana? terus salat ashar, katanya mau nganterin aku ke tempat Umi, nanti di sana tidur lagi,"

  • Cinta Seroja   Sedikit melunak

    Sudah seminggu Eza berada di rumahnya bu Hawa. Mau pindah ke rumah sebelah tapi ... Eza mau di rumah bu Hawa saja biar bisa menemani bu Hawa.“Ma ... Eza mau ke tempat umi dulu ya, Eza kangen sama umi dan abah.” Eza duduk di dekat bu Hawa.“Boleh ... tapi Neng sudah minta ijin sama suami belum?” ucap bu Hawa dengan lirih.“Belum, Ma. Kemarin sih sudah bilang ... tapi tidak bilang kapan-kapannya.” Sambung Eza sambil mengambil minum buat mama mertuanya itu.“Sebaiknya Eza bilang dulu sama akang, biar dia gak khawatir dan istri itu ... kalau keluar rumah harus ada ijin suami, gak boleh pergi tanpa ijin darinya.” Kata bu Hawa sembari tersenyum dan mengusap tangannya Eza.“Iya. Ma ... nanti Eza minta ijin sama akang,” Eza mengangguk pelan. Lalu dia mengambil ponsel dari dalam sakunya dan dengan pelan mengetik sebuah chat yang akan dia kirimkan pada kontaknya Dirwan yang kini belum pulang dari Jakarta.“Akang, aku mau minta ijin ya ... mau ke tempat umi, Eza kangen sama mereka semua.” Kirim

  • Cinta Seroja   Tanya-tanya

    Brok-brek, barak.Kepala Eza langsung menoleh ke arah Dirwan, dengan tatapan yang merasa heran dan penasaran suara apa itu yang terdengar jelas datangnya dari luar bagian depan rumah.Namun Dirwan seolah tidak peduli. Terus aja berbaring dan memeluk Eza semakin erat. Eza menggerakkan tangan dan menyingkirkan tangan Dirwan dari tubuhnya. Perlahan dia bangun dan duduk dengan selimut yang ia himpit di antara kedua ketiaknya.Tubuh Dirwan pun bergerak, dia mengikuti Neng Eza dan duduk di sampingnya. Cuph mengecup bahu Eza yang terbuka. "Neng mau ke mana mendingan kita lanjut lagi yuk Abang masih kangen!" Bisiknya tepat di dekat telinganya neng Eza membuat."Emangnya Akang nggak dengar, suara yang barusan di luar rumah?""Emangnya kenapa? Biarkan saja kan ada bang Udin yang melihatnya, ngapain Akang keluar ninggalin istri Akang yang cantik ini, nanggung lagi pengen bermanja kembali." Suara Dirwan lirih dengan masih tersenggal.Tangan Dirwan kembali mendorong sebelah bahunya neng Eza agar b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status