Beranda / Romansa / Cinta Seroja / Bertemu calon mertua

Share

Bertemu calon mertua

Penulis: Mentari
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-08 13:23:50

Eza mendadak panas dingin, tangannya bertaut satu sama lain dan mengeluarkan keringat. Dirwan menatap lekat kearah Eza.

"Wan ... bisa antar Mama ke depan? Mama bosan di dalam terus."

"Oh, Iya Mah." Dirwan menoleh lanjut mendorong kursi roda sang bunda.

Eza menatap Kondisi bu Hawa yang menyedihkan. perlahan Eza berdiri mengikuti langkah Dirwan yang mendorong Mamanya.

"Kang, Mama mau ke mana? tanya seorang gadis yang masih mengenakan seragam sekolah menengah keatas itu.

"Mau ke depan cari angin," sahut Dirwan sambil terus mendorong ibunya.

Eza mengangguk dan mengulas senyuman pada gadis itu. Namun ekspresinya datar begitu saja.

"Oh, aku kira mau cari masalah!"

Langkah Dirwan terhenti. Menoleh adiknya. "Maksud kamu apa Rheka? dia wanita yang mengandung dan melahirkan mu, ingat itu. Seharusnya kamu mengurus dia, mendampinginya," ujar Dirwan begitu tajam.

Membuat Eza kaget mendengarnya. Dia pun tidak mengerti apa maksud gadis yang dipanggil Rheka tersebut.

"Buat apa aku urus Mama, ada pembantu, juga ada bi Seni yang urus Mama!" sahut gadis itu.

Dirwan tambah kesal. "Kau putrinya, sudah sewajarnya kau mengurus dia disela sekolah atau kegiatan mu, yang lain. Jangan terlalu mengandalkan orang lain apalagi pembantu yang tidak ada kaitan darah dengan kita," tegas Dirwan penuh penekanan.

Bu Hawa mengelus tangan Dirwan. "Sudah-sudah, jangan ribut. Malu sama Neng Eza! kamu ajak ke sini bukan untuk menonton keributan, kan. Wan ...."

"Maafkan aku. Ma?" Dirwan membawa sang bunda ke teras dan berhenti di sana.

Bu Hawa menghela napas dalam-dalam.  Matanya berbinar, menatap langit, menghirup udara luar.

"Oh, iya. Eza bawakan minum buat Mama ya, sebentar Eza ambilkan." Eza bergegas masuk mau ngambil minum bu Hawa.

"Oh, kamu ya calon istri Akang Iwan? mau gitu. Secara Kang Iwan itu banyak ceweknya apalagi di kota," ucap sinis Rheka.

Deg ....

Kata-kata Rheka seakan menghujam jantung. Eza menoleh. "Apa maksudnya? bukankah kamu adiknya. seharusnya justru kamu menutupi aibnya bukan!"

"Hem ... buat apa? munafik," jelasnya sambil berlalu.

Eza menggeleng. "Astagfirullah ... ada-ada saja!"

Tidak Lama kemudian Eza sudah kembali dan menyimpan minum bu Hawa di meja.

"Terima kasih ya. Neng?" bu Hawa tersenyum penuh kelembutan.

"Iya. Mah." Eza mengangguk.

Bu Hawa menatap lekat Eza. "Nanti ... kalau sudah menikah! tinggal di sini ya?"

Eza terdiam sebentar. Kemudian melirik seraya berkata. "InsyaAllah."

"Mama senang! mendengarnya," lirih bu Hawa. tersenyum lembut.

Dirwan senang melihat ibunya menyukai calon mantu yang satu ini. "Mah! Dirwan ke kamar dulu ya? Neng ... nitip Mama sebentar. Akang ke kamar dulu."

Setelah itu Dirwan pergi, yang katanya mau ke kamar dulu sebentar.

Eza berdua sama bu Hawa. Bu Hawa kembali menggenggam tangan Eza. "Mama senang! Dirwan mau menikah sama kamu, gadis yang sangat cantik."

"Dan Mama yakin Neng Eza ini sangat baik orangnya," sambung bu Hawa lirih.

Eza tidak tahu harus berkata apa? dia hanya manarik sudut bibiny mesem dan mesem.

"Kalau tidak di sini pun! ada rumah Dirwan yang masih kosong. Dan tidak jauh dari sini," bu Hawa menunjuk sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah bu Hawa.

Mata Eza mengikuti arah yang bu Hawa tunjukkan, sebuah rumah di sebelah samping! mingkin dengan teriak juga terdengar.

"Baguslah kalau gadis ini mau tinggal di sini. Biar ada yang bantu-bantu, kan. Ngurus Mama yang tidak bisa apa-apa," ucap Rheka dengan bibir mencibir.

Bu Hawa dan Eza menoleh sumber suara. Rheka berdiri samping pintu menyilangkan tangan.

"Apa maksud kamu Rhe ... mereka pasti tinggal di rumah baru! tidak di sini. Mama ada bibi Seni yang menjaga." Hawa menunduk sedih. Anak perempuan satu-satunya. tidak perduli sama ibunya.

Eza mengusap bahu bu Hawa. "Mamai mau minum gak?" Eza memberikan minum pada bu Hawa. Eza berjongkok depan bu Hawa. Menatap wajahnya yang nampak sedih.

"Mama, jangan sedih. Mama harus yakin bahwa Mama akan sembuh seperti semula, dan ... Eza yakin bahwa banyak yang sayang sama Mama."

Bu Hawa menatap sendu dan tersenyum getir pada Eza. "Sungguh beruntung laki-laki yang mendapatkan mu. Nak!"

Eza mendongak! menahan air mata yang ingin keluar. "Sudah sore! kita masuk yuk?" menyimpan tempat minum ke meja.

Kemudian mendorong kursi roda bu Hawa ke dalam rumah. sebab hari sudah semakin sore. Sementara Rheka hanya berpangku tangan, dengan mata menatap tidak suka.

"Jalan doong Ma, jangan repotin orang," ketus Rheka.

"Astagfirullah," gumam Eza.

"Sudah. Neng di sini saja dulu," pinta bu Hawa sembari tersenyum.

Bu Hawa menoleh putrinya dan menatap dengan lekat. "Nggak pernah Mama inginkan, untuk membuat repot orang! tapi ... beginilah kondisi Mama yang tidak bisa ap-apa. Jadi mau tidak mau harus merepotkan orang. Mama juga ingin seperti dulu, sehat dan mengerjakan apaun yang Mama suka dan Mama bisa."

"Aah ... Mama aja kolokan," jelas Rheka sambil berlalu.

Eza yang berdiri di belakang bu Hawa mengusap pundaknya. "Sabar. Mah sabar."

Bu Hawa mengusap wajahnya kasar.

"Maafkan dia ya. Neng, dia memang gitu orangnya," ucap bu Hawa lirih.

"Nggak pa-pa kok Mah."

"Neng, kalau mau sholat? di kamar Mama sholatnya," tanya bu Hawa.

"Em ... Eza lagi halangan, kalau Mama mau shoat Eza bisa antarkan." Eza langsung mendorong kursi bu Hawa tanpa menunggu persetujuannya terlebih dahulu.

"Tumben, Seni belum datang!" gumam bu Hawa. Seni adalah adik kandung Hawa! yang setiap hari mengurus kakak nya. Hawa.

"Tidak apalah! ada aku, bisa kok," ujar Eza sambil terus mendorong. Sesampainya di kamar bu Hawa, langsung membawanya ke kamar mandi sebisanya Eza mengambilkan air wudu. Kemudian memakaikan mukenanya. Eza mengangkat tubuh bu Hawa yang lumayan berat! agar duduk di atas sejadah yang sudah di gelarkannya.

Eza menunggui bu Hawa menunaikan sholat.

Dirwan yang sementara waktu di kamarnya. Karena sudah terdengar suara adzan asar! dia langsung mengambil air wudu dan lanjut sholat, Selesai itu. Dirwan baru ingat kalau mamanya dan Eza menunggunya di teras. Dirwan bergegas keluar dengan masih mengenakan sarung. Mencari keberadaan ibunya.

Namun di teras tidak ada siapa-siapa! yang ada hanya tempat minum ibunya. Bergegas melangkah ke dalam lagi, di dapur ada asisten sedang masak. Dirwan semakin melebarkan langkahnya menuju kamar sang Bunda.

Sampai depan pintu kamar bu Hawa. Dirwan memelankan langkahnya, karena pintu terbuka, nampak mamanya sedang menunaikan sholat sementara Eza menungguinya. Dirwan celingukan mencari keberadaan bi Seni namun tak terlintas bayangannya.

Eza yang melihat Dirwan berdiri di pintu menatap pria itu sekilas! kemudian mengalihkan pandangannya kembali.

Dirwan berjalan mendekati Eza. "Siapa yang bantu Mama? bi Seni mana!"

Eza menggeleng. "Tidak ada siapa pun."

"Jadi! Neng yang bantu Mama?" tanya Dirwan kembali sangat pelan.

Eza cukup mengangguk. Sambil memainkan ponselnya.

Netra mata Dirwan bergerak melihat tangan Eza yang memainkan poselnya. "Neng, mau nginep di sini?"

Eza mendongak menatap Dirwan yang memandangi dirinya. Kemudian menggeleng pelan. "Mau pulang saja," pelan.

"Oke," tangan Dirwan mau menyentuh tangan Eza namun dengan cepat Eza tepis.

Dirwan menatap tajam, semakin penasaran. Di pegang tangan saja gak mau. Eza menunduk hatinya dag dig dug, tidak terbiasa disentuh oleh laki-laki. Apalagi mereka belum menikah.

Di luar terdengar riuh, suara orang teriak-teriak memanggil nama Anwar ....

Bersambung....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Seroja   Keputusan

    Sesudah beberapa bulan, berumah tangga dengan Dirwan. Eza berusaha untuk menjadi istri yang baik sekalipun dia belum mencintai sepenuhnya. Dan memang mencintai itu butuh waktu, beda bila cinta itu datang dengan tiba-tiba.Suatu hari. Dia mendapati chat whatsapp yang menyakitkan hati, di mana kata-kata yang menguliti keburukan Dirwan di masa lalu bersama seorang wanita yang notabenenya sudah bersuami.Dan itu bukan masa lalu saja, karena dia mengatakan kalau baru-baru ini mereka bertemu dan melakukan layaknya hubungan yang sudah sah. Wanita itu pun mengakui kalau dia sangat mencintai Dirwan dan tidak mau kehilangan. Bahkan foto nya pun yang sedang tidur berdua di kirimkannya. Membuat mata Eza terbelalak dengan sangat sempurna.Tentunya membuat Eza murka sama Dirwan, se'marah-marahnya biarpun dia nggak cinta sama Dirwan! tetap saja dia nggak suka kalau suaminya berbuat sesuatu yang aneh-aneh di luar."Neng Akang akui itu, tapi itu cuman masa Lalu! setelah kita menikah Akang nggak pernah

  • Cinta Seroja   Ingat gak

    "Sebaiknya Dirwan istirahat saja di kamar. Biarpun kamarnya kecil ... lumayanlah buat istirahat." Kata Abah sambil menuding ke arah kamar Eza.Penglihatan Dirwan mengikuti tudingan Abah pada kamar Eza dengan bibir tersenyum senang. "Iya, Bah. Aku masuk dulu. Umi," ucap Dirwan sambil berdiri lalu berjalan mendatangi peraduan istri nya.Detik kemudian, Dirwan sudah berdiri di depan pintu setelah menutupnya dengan rapat, dan mendapati istrinya yang sudah berganti baju dengan dasteran. Berbaring memunggungi arah pintu. Bibir Dirwan menyungging lalu mendekat.Eza yang baru saja mau tidur, mendengar pergerakan dari arah belakang membuat ia membuka mata lantas menoleh ke belakang terkejut melihat Dirwan berada di kamarnya. Bukannya tadi sudah dia suruh pulang saja. Lagian kamar ini juga kecil."Ngapain Akang di sini? kan tadi sudah Neng suruh pulang, biarkan Neng menginap di sini sendiri." Eza bangun mendudukan dirinya.Dirwan menarik kedua sudut bibirnya duduk di tepi tempat tidur. "Akang j

  • Cinta Seroja   Ijin suami

    Begitu tiba di rumah kedua orang tuanya, Eza di sambut dengan bahagia oleh umi dan abah. Eza pun memeluk umi dengan sangat erat. “Umi ... Eza kangen sekali sama Umi.”“Umi juga kangen sama, Neng. Umi mau ke sana tapi belum ada waktu dan tadinya mau ke sana itu lusa. Sama abah.” Balas uminya sambil membalas pelukan neng Eza.“Tapi Neng sudah rindu sama umi ... jadinya Neng ke sini sekarang.” kata neng Eza sambil memudarkan pelukannya dan menyalami Abah nya yang memandangi dengan penuh haru pada Eza yang setelah menikah dengan Dirwan, baru ketemu sekarang.“Abah. Sehat ... aku kangen sama Abah, gak bisa bikinkan kopi lagi buat Abah.” Eza memeluk abah 0enuh rasa rindu.“Abah juga sama Neng ... kangen, tapi ... sekarang Neng itu sudah punya kewajiban yaitu pada suami. Dan mana suami mu sekarang? kenapa tidak ikut, seharusnya dia mengantar mu ke sini.” kata abah sambil melihat ke arah jalan tetapi tidak ada sosok Dirwan.“Dia baru datang dari Jakarta Abah ... capek katanya. Jadi Neng ke si

  • Cinta Seroja   Ogah-ogahan.

    Sekitar pukul empat sore, Eza sudah tampak segar dan keluar dari kamar mandi dengan memakai jubah handuk putih serta bergelung handuk menutup rambut yang basah. Kedua menik matanya mendapati Dirwan yang masih tampak lelap di atas tempat tidur berselimut tebal yang hanya menutupi sampai perutnya saja, sehingga dadanya mengekspos yang sedikit berbulu.Eza mendekat dan duduk di tepi tempat tidur, tepat menghadap ke arah Dirwan. "Aang bangun? udah jam 04.00 katanya mau mengantar aku ke tempat umi."Namun Dirwan yang tampak sangat capek, tetap bergeming Tak bergerak sedikit pun malah terdengar suara dengkuran yang halus."Ih ... katanya mau nganterin aku, tapi malah tidur! Akang. Bangun ..." suara Eza kembali sedikit agak keras.Terlihat pergerakan dari tubuh Dirwan sambil memicingkan matanya sebelah melihat ke arah sang istri. "Apa sih Neng ... Akang ngantuk banget, nggak kuat nih!""Bangun, mandi sana? terus salat ashar, katanya mau nganterin aku ke tempat Umi, nanti di sana tidur lagi,"

  • Cinta Seroja   Sedikit melunak

    Sudah seminggu Eza berada di rumahnya bu Hawa. Mau pindah ke rumah sebelah tapi ... Eza mau di rumah bu Hawa saja biar bisa menemani bu Hawa.“Ma ... Eza mau ke tempat umi dulu ya, Eza kangen sama umi dan abah.” Eza duduk di dekat bu Hawa.“Boleh ... tapi Neng sudah minta ijin sama suami belum?” ucap bu Hawa dengan lirih.“Belum, Ma. Kemarin sih sudah bilang ... tapi tidak bilang kapan-kapannya.” Sambung Eza sambil mengambil minum buat mama mertuanya itu.“Sebaiknya Eza bilang dulu sama akang, biar dia gak khawatir dan istri itu ... kalau keluar rumah harus ada ijin suami, gak boleh pergi tanpa ijin darinya.” Kata bu Hawa sembari tersenyum dan mengusap tangannya Eza.“Iya. Ma ... nanti Eza minta ijin sama akang,” Eza mengangguk pelan. Lalu dia mengambil ponsel dari dalam sakunya dan dengan pelan mengetik sebuah chat yang akan dia kirimkan pada kontaknya Dirwan yang kini belum pulang dari Jakarta.“Akang, aku mau minta ijin ya ... mau ke tempat umi, Eza kangen sama mereka semua.” Kirim

  • Cinta Seroja   Tanya-tanya

    Brok-brek, barak.Kepala Eza langsung menoleh ke arah Dirwan, dengan tatapan yang merasa heran dan penasaran suara apa itu yang terdengar jelas datangnya dari luar bagian depan rumah.Namun Dirwan seolah tidak peduli. Terus aja berbaring dan memeluk Eza semakin erat. Eza menggerakkan tangan dan menyingkirkan tangan Dirwan dari tubuhnya. Perlahan dia bangun dan duduk dengan selimut yang ia himpit di antara kedua ketiaknya.Tubuh Dirwan pun bergerak, dia mengikuti Neng Eza dan duduk di sampingnya. Cuph mengecup bahu Eza yang terbuka. "Neng mau ke mana mendingan kita lanjut lagi yuk Abang masih kangen!" Bisiknya tepat di dekat telinganya neng Eza membuat."Emangnya Akang nggak dengar, suara yang barusan di luar rumah?""Emangnya kenapa? Biarkan saja kan ada bang Udin yang melihatnya, ngapain Akang keluar ninggalin istri Akang yang cantik ini, nanggung lagi pengen bermanja kembali." Suara Dirwan lirih dengan masih tersenggal.Tangan Dirwan kembali mendorong sebelah bahunya neng Eza agar b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status