Pesta pernikahan Davin dan Mila akhirnya selesai. Mila langsung di boyong ke apatemen pribadi milik Davin, dia tidak ingin mendapat gangguan apa pun saat malam pertamanya akan berlangsung. Membayangkan mendapat ketukan saat baru saja ingin memulai poreplay itu menjadi momok yang mengerikan untuk seorang Davin. “Ma, Pa, saya ijin untuk membawa Mila.” “Iya, Nak Davin. Papa sekarang menitipkan Mila padamu. Jaga dia, sayangi dia dan jangan pernah membuatnya menangis. Jika itu sampai terjadi, maka detik itu juga Papa yang akan membawa Mila pergi jauh darimu.” “Saya akan menjaga dan mencintai Mila selamanya, Pa.” Kedua keluarga itu akhirnya berpisah, pun kedua anak keturunan Anggara yang langsung berpencar. Davin ke apartemennya, sedangkan Sean bergegas lebih dulu ke kediaman Anggara untuk menunjukkan semua bukti pernikahannya bersama Yasmin. Selama perjalanan, Yasmin lebih banyak diam dan menatap kosong pada jalanan yang semakin padat oleh kendaraan. Hatinya merasa gelisah, meskipun ad
Setelah pergulatannya bersama Yasmin selesai, Sean ambruk dan perlahan menutup matanya. Lelah, itu pasti. Sean benar-benar tidak menyangka jika dia akan bisa melakukan ini dengan Yasmin, bahkan tanpa paksaan sedikit pun.“Maaf, aku sudah menyakitimu, Yas,” bisiknya, namun Yasmin hanya diam. “Semoga benihku bisa tumbuh dengan cepat di dalam sana,” lanjutnya lagi.Sean melingkarkan tangannya dan memeluk Yasmin dengan erat, seakan dia takut untuk kehilangan istrinya. Yasmin bergerak pelan, dia berusaha untuk mengubah posisinya, namun dia merasa tidak berdaya, sekujur tubuhnya terasa sakit dan bagian bawahnya begitu perih.Perlahan, Yasmin menyingkirkan tangan kekar Sean dan menyingkap selimut tebal yang menutupi tubuh polosnya. Saat selimut itu terbuka, betapa Yasmin sangat terkejut saat melihat bercak kemerahan di atas seprai, di mana dia dan Sean menuntaskan hasrat mereka.“A-aku masih suci?” Yasmin membekap mulutnya, kepalanya menggeleng pelan, tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Dua hari setelah pernikahan Davin, Claretta sama sekali tidak bisa tenang. Dia resah memikirkan bagaimana Sean dan Yasmin. Ingin menghubungi mereka, namun Anggara melarangnya dengan berbagai alasan dan yang terjadi Anggara justru mengajaknya untuk kembali mengenang malam pernikahan mereka. “Masih mengkhawatirkan mereka?” suara Anggara mengejutkan Claretta yang sedang duduk melamun di meja makan. “Mama takut Sean enggak bisa nahan diri, Pa. Kalau sampai Yasmin kenapa-napa gimana?” “Sean sudah dewasa!” tegas Anggara. “Dia sudah mencintai Yasmin dan Papa yakin kalau dia akan bertanggung jawab penuh apa pun yang terjadi. Jadi sekarang tenang dan kita sarapan.” “Mama enggak selera, pa …” “Kalau Mami enggak selera makan biar aku dan Davin yang akan menghabiskan semuanya!” Claretta mendongak dan menatap kedua putranya sekarang berjalan bersama istri mereka. Kekhawatiran Claretta sirna seketika saat melihat senyum mereka yang merekah. Dia lantas berdiri dan mendekati Sean, berdiri tepat
Satu minggu berlalu, Sean mulai masuk kantor setelah dia meminta ijin pada Anggara untuk mengambil cuti. Anggara masih pimpinan utama dan dengan senang hati dia mengijinkan putra sulungnya untuk menikmati pernikahannya. Di ruangannya, Sean sedang sibuk dengan beberapa dokumen dan surat elektronik yang masuk setelah melalui seleksi dari Putra. Dia terlihat serius, karena itu Sean tidak menyadari kehadiran Putra. “Aku kira kalian benar-benar akan honeymoon bersama, ternyata kamu memilih duduk di sini dan menatap hurup-hurup menyebalkan itu,” cibir Putra. “Diamlah! Aku sedang memeriksa berkas penting.” Putra hanya mendengus, dia mendekati meja dan membuat kopi susu kesukaannya. “Harusnya sejak lama ada ini di ruangamu.” “Kalau pola tidurku kembali normal, meja itu akan aku singkirkan.” Tanpa memperdulikan perkataan bosnya, Putra tetap melanjutkan kesibukannya, mengaduk kopi susu buatannya sendiri. Putra tersenyum puas meskipun dia belum mencoba bagaimana rasa kopi buatannya. Dengan
Sean baru saja selesai makan siang di sebuah resto yang tidak jauh dari kantor. Matanya terus saja celingukan mencari asisten sekaligus sahabatnya yang tak kunjung datang, padahal Sean sudah mengirim pesan dan mengirim lokasi di mana dia berada. Ting “Aku sudah selesai makan siang, tapi dia baru merespon pesanku.” Sean berdecak kesal, lantas membuka pesa dari Putra. Keningnya seketika berkerut, ekspresinya juga sedikit berubah. ‘Aku akan cuti 2 hari, aku lelah dan ingin istirahat dulu.’ “Putra, lelah dan ingin istirahat?” Bahasa yang sangat dia dengar dari sosok itu. Sean merasa ada yang tidak benar dengan sahabatnya, dia segera meminta bill dan berniat untuk kembali ke kantor secepatnya. Namun saat ingin beranjak, seseorang tiba-tiba saja datang menghampirinya dan meminta Sean untuk duduk sebentar. “Tuan Sean?” tanya seseorang. “Ya, saya. Anda siapa?” Sean sedikit waspada, karena sampai sekarang orang yang sengaja ingin menabraknya belum juga ditemukan. “Saya ingin bicara dan
Pukul 7 malam Sean akhirnya tiba di kediamannya, wajahnya benar-benar lesu setelah seharian ini bergelut dengan berkas dan meeting dengan beberapa tamu dari luar kota. Karena Putra meminta cuti secara tiba-tiba, Sean terpaksa mengerjakan semuanya.“Hahhh … Aku lelah sekali,” Sean menjatuhkan tubuhnya di atas sofa di ruang tamu. Kakinya terasa lemas untuk sampai ke kamarnya di lantai atas. Selain pekerjaan, pikiran Sean juga terbagi pada Putra. Dia tahu dengan bai kapa yang akan terjadi pada sahabatnya jika kenangan Rachel kembali.“Tu-tuan …”Sean mendongak, dia tersenyum tipis mendapati istrinya berdiri di belakang dengan wajah polos tanpa makeup, membuatnya merasa sedikit lebih baik. Namun panggilan ‘Tuan’ membuat Sean sedikit tidak nyaman.“Yas, duduklah di sini sebentar.” Sean menepuk tempat kosong di sampingnya.Yasmin berjalan dan melakukan apa yang Sean minta. Setelah penyatuan itu, tidak ada jarak antara keduanya, namun masih terselip kecanggungan yang terkadang membuat Yasmin
Pagi ini Yasmin keluar dari kamarnya dengan rambut yang tergerai, sedikit basah. Beberapa asisten rumah tangga tersenyum melihat Yasmin yang berbeda, jelas sekali jika semalam dia dan Sean melakukan sebuah penyatuan luar biasa.“Non, biar bibi saja.”“Enggak apa-apa, Bi, aku hanya buat kopi buat Tuan.”“Eh, kok sama suami panggil Tuan sih. Mas atau bebep gitu non, mirip anak-anak jaman sekarang.”Yasmin tergelak mendengar celotehan tersebut, namun dia merasa lebih nyaman memanggil Sean dengan sebutan Tuan. Ada rasa yang berbeda saat kata Tuan terucap dari bibirnya. Seperti semalam, entah berapa kali Yasmin meneriaki Sean dengan panggilan Tuan di tengan hasrat keduanya yang menggebu.“Aku mencintaimu, Yas …”“Ahhh … Tu-tuan …” inti tubuh Yasmin menegang saat Sean membelai seluruh tubuhnya dengan begitu lembut.“Sebut namaku … Berteriaklah, Yas!”“Tu-an Sean …” Yasmin semakin terbata-bata saat menyerukan nama suaminya yang sekarang sedang bermain pada titik sensitive Yasmin dengan mengg
Hampir menjelang makan siang kedua pasangan suami-istri itu akhirnya keluar dari kamar dan berkumpul di meja makan dengan canggung, seakan mereka baru bertemu untuk pertama kalinya. Namun itu hanya berlaku untuk Yasmin dan Mila.“Kenapa meja makan ini sepi sekali,” keluh Davin.“Hmmm …” sahut Sean sambil melirik istrinya makan sambil menundukkan kepalanya. Berbeda dengan Mila, yang masih terlihat biasa saja.“Kak Yasmin …” Mila memulainya, dia tahu jika kakak iparnya itu malu karena ketahuan sesuatu. Ah, rasanya Mila langsung berdebar saat mengingat itu.“I-ya, ada apa, Mil?”“Kalau hari ini kakak ada waktu kita shooping, ada beberapa kebutuhanku yang sudah habis. Aku pikir kita bisa pergi bersama,” jelas Mila.Yasmin melirik Sean yang ada di sampingnya, sedikit mendongak saat melihat rahang tegas suaminya dengan kulit yang glowing luar biasa. Yasmin sempat bepikir, apa yang akan terjadi jika lalat hinggap di wajah suaminya.“Kamu bisa pergi dengan Mila, tapi kalian harus di antar ole