Setelah 16 jam 20 menit, Grace dan Gabby akhirnya sampai di kota tujuan dengan selamat. Punggungnya terasa kaku, pun pantatnya yang hampir mati rasa. Ia tidak suka melakukan perjalanan yang terlalu jauh meski itu menggunakan pesawat.
Sementara Gabby memasukkan koper ke dalam bagasi, ia memilih membuka kacamata hitamnya, mengamati lalu lalang orang. Langit yang biru cerah itu ia pandangi cukup lama. Sudah lama ia tidak datang ke Ibukota. Setidaknya nyaris 10 tahun. Selama itu ia hanya kembali jika ada urusan penting, itupun tidak pernah lama. Seringkali orang tuanya yang pergi ke London dan menginap hingga berbulan-bulan.
Ada rasa aneh, mengingat ini adalah awal baru untuk menetap di Indonesia. Tidak hanya sekedar berkunjung terlebih berlibur. Ia akan menetap lama sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
"Yuk!"
Suara Gabby membuyarkan pandangannya, lalu menoleh ke pemilik suara.
"Kenapa? Memberi salam pada kehidupan mu yang sebenarnya?"
Gabby terkekeh sebelum memutuskan untuk memasuki mobil jemputan lebih dulu. Ia pun sudah sama lelahnya dan segera ingin pulang untuk bertemu kedua orang tuanya.
"Aku malas saat tahu kebebasan ku akan hilang."
"Kebebasan adalah milikmu sendiri, untuk apa takut?"
Ia menghela napas, malas untuk membicarakan hal yang sudah jelas Gabby tahu alasannya. Ia tidak suka tinggal dengan kedua orang tuanya. Tinggal di London adalah kebebasan untuknya, walaupun tidak sepenuhnya sebab ada Elle yang juga tinggal bersama untuk menyelesaikan sekolah musiknya sekaligus meniti karir.
Ia akui Elle wanita yang cerdas sekaligus berbakat dalam bidang musik. Cita-citanya sebagai pianis terkenal tidak hanya bunga di mulut, namun sepupunya itu benar-benar membuktikannya dengan kerja keras. Dan sampailah pada konser perdana yang sebentar lagi laksanakan. Semua orang memuji Elle sebagai wanita yang berbakat, namun baginya permainan Elle biasa saja.
"Wow, Elle benar-benar akan melangsungkan konsernya awal bulan depan."
Gabby menggumam sambil memperhatikan isi ponselnya. Ia hanya menoleh sejenak. Seakan tahu, Gabby menyodorkan ponselnya. Menunjukkan sebuah undangan yang dikirim via online oleh Elle.
"Lihatlah!"
Seperti biasa, Grace memutar bola matanya malas. Pemandangan di luar lebih indah untuk diperhatikan daripada isi undangan yang diperlihatkan Gabby.
"Kau tidak ingin memberikan tanggapan?"
"Aku tidak ada sangkut pautnya dengan dia, jadi jangan sekali-sekali membahas konsernya di depanku."
Kembali ke Indonesia membuat kebenciannya pada Elle semakin membludak. Ia tidak suka mendengar seseorang memuji orang lain depan mata kepalanya sendiri. Telinganya terasa ingin terbakar.
"Itu hanya akan terjadi dalam imajinasi mu, dalam dunia nyata kalian sepupu, bahkan Elle sudah dianggap putri kandung oleh kedua orang tuamu, dan lebih parahnya kalian tinggal satu atap. Kau kira bisa menghindar dari bahasan tentang Elle?"
"Setidaknya dirimu tidak membahasnya."
"Oke baiklah, aku minta maaf."
Gabby membuat gerakan seolah mengunci mulutnya. Sejak itu, mereka saling terdiam dengan kemelut pikiran masing-masing. Setelah satu setengah jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah orang tua Grace.
Tanpa disuruh, Gabby membantu Grace mengeluarkan barang-barangnya dan memindahkannya ke dalam rumah karena itu memang sudah menjadi salah satu tugasnya.
"Dimana kotak kacaku?"
"Tenang, ada di dalam koper merah."
Seorang wanita paruh baya dengan daster batik keluar membantu mereka. Sepertinya pembantu baru, sebab Grace belum pernah melihatnya. Sementara Gabby bercakap-cakap dengan pembantu itu, Grace nyelonong masuk. Ia amati rumahnya yang sudah lama ia tinggalkan. Walaupun dulu ia tidak tinggal terlalu lama di rumah ini, namun ia masih ingat jelas setiap pojok rumah ini. Tidak banyak perubahan meski beberapa furnitur sudah diganti dengan model terbaru.
Di dinding sepanjang menuju ruang tengah terdapat foto keluarga mereka. Foto cukup lama, terlihat dari tampilan dirinya yang masih remaja. Bibirnya tersenyum kecil. Deretan foto itu berakhir pada sebuah nakas yang menunjukkan foto-foto lain dari keluarga mereka. Senyumnya luntur tatkala tak sengaja melihat foto Elle di sana. Dengan gerakan asal, ia menutup foto itu. Ia tidak suka ada Elle di antara keluarganya meski itu hanya foto. Untunglah ia masih dapat mengontrol dirinya, jika tidak, ia pasti sudah membanting foto itu ke lantai hingga hancur berkeping-keping.
"Ada lagi yang kau butuhkan?"
Gabby menghampirinya yang sudah sampai di ruang tengah. Ia memperhatikan pembantu rumah yang belum ia ketahui namanya itu tengah mengusung koper-kopernya ke dalam salah satu kamar di lantai atas. Ia tidak hanya memperhatikan, melainkan menunggu sapaan.
"Apa dia tidak tahu aku juga putri pemilik rumah ini?"
Gabby terkekeh seraya mengedikkan bahunya. "Mungkin wajahmu terlalu menakutkan, jadi dia tidak berani menyapamu."
"Sudahlah, kau bisa pulang. Aku ingin istirahat."
"Oke, sampai jumpa lusa. Jangan hubungi aku besok, mengerti?!"
Gabby paling tidak suka jika waktunya libur diganggu oleh Grace. Saking tidak mau diganggunya, terkadang wanita itu menonaktifkan ponselnya. Baginya, libur adalah libur.
Saat pembantu rumah itu melintas, dengan wajah songong, Grace bertanya. "Dimana Mama dan Papa?"
"Bapak dan Ibu ada acara di luar, sepertinya akan pulang sedikit malam."
Grace terlalu gengsi untuk bertanya nama orang yang sedang ia ajak bicara. Sementara pembantu tengah menyiapkan kamarnya, Grace memilih untuk istirahat sejenak di rumah tengah sambil menyalakan televisi.
"Ini adalah momen yang sudah sangat kami tunggu, seperti yang kita tahu daftar tunggu untuk menunggu mereka ini sangat panjang."
"Itu juga Lika, yang membuat kehadiran dari Railways FC ini sangat dinantikan oleh semua orang, khususnya para penonton setia suka-suka talk show."
šµšµšµ
"Ini adalah momen yang sudah sangat kami tunggu, seperti yang kita tahu daftar tunggu untuk menunggu mereka ini sangat panjang." ucap Alika, salah satu pembawa acara Suka-Suka talk show.
"Itu juga Lika, yang membuat kehadiran dari Railways FC ini sangat dinantikan oleh semua orang, khususnya para penonton setia Suka-Suka talk show."
Railways FC adalah sebuah klub sepak bola yang akhir-akhir ini trending karena berhasil memenangkan kompetisi di Liga 1. Yaitu, liga sepakbola profesional level tertinggi di sistem liga. Oleh karena itu, meski Suka-Suka talk show bukan talk show khusu olahraga, namun mereka tetap ingin mengundang sebagian pemain dari Railways FC, untuk menaikkan rating and share acara mereka.
"Selanjutnya, kami ingin bertanya kepada Andrew Kanigara yang berperan sebagai penyerang sekaligus kapten dalam Railways."
"Namanya sangat meroket akhir-akhir ini, sampai-sampai di berbagai media sosial namanya trending satu."
"Iya betul, dari aksinya di lapangan, bahkan kehidupan pribadinya. Semua orang, terutama kaum hawa. Alih-alih prestasi, mereka sangat penasaran tentang kehidupan pribadi seorang Andrew Kanigara."
Andrew Kanigara, atau yang biasanya disapa Drew itu hanya tersenyum menanggapi kedua pembawa acara. Sudah menjadi rahasia umum, Drew sangat digilai oleh para perempuan. Semua berbondong-bondong menyukai sepak bola karena ingin melihat pesona Drew.
Pria bertubuh tegap dengan tinggi 187 cm itu memiliki tubuh atletis, kulitnya yang cenderung sawo matang membuat Drew terlihat lebih maco. Alisnya yang tebal, rahangnya yang tegas, juga mata tajam, semua hal yang ada pada diri Drew menambah daya tarik.
"Kami sangat penasaran, apakah seorang Drew memiliki kekasih hati."
"Tidak." jawab Drew singkat dengan senyum yang mengembang.
"Bagaimana bisa?" pembawa acara sulit mempercayai jawaban Drew. Dengan segala pesonanya, pasti sangat mudah untuk Drew memiliki seorang kekasih. Tanpa harus mencari, pasti banyak yang mengantre.
"Oke, girls ini kesempatan bagi kalian." ucap Dimas, salah satu pembawa acara, kepada penonton. Ucapan Dimas membawa gelak pada seluruh penghuni studio.
"Drew, setelah ini tidak perlu repot mencari, tinggal tunjuk pasti banyak yang mau."
"Kalau Drew memiliki kekasih, hari itu pasti akan menjadi hari patah hati nasional." celetuk Alika.
"Ngomong-ngomong soal patah hati, apa Drew juga pernah merasakan patah hati?"
"Tentu, pernah."
Jawaban Drew membuat terkejut semua orang, kecuali teman satu timnya yang sudah pernah mendengar ceritanya.
"Saya kira itu hanya gosip. Jadi begini, beberapa waktu lalu tersebar berita di sebuah akun media sosial yang menyebutkan bahwa, Drew pernah ditolak seseorang karena orang tua Drew adalah seorang petani. Mungkin ini sekalian dapat digunakan untuk mengklarifikasi berita tersebut, apakah hoax atau nyata. Sebab kemarin-kemarin juga lumayan menggemparkan, banyak orang yang tidak percaya."
"Benar, saya memang pernah ditolak karena berasal dari keluarga petani, namun justru hal itu yang memotivasi saya hingga sampai dititik ini, sekarang."
Jawaban Drew membuat kagum banyak orang. Terkadang motivasi datang dari patah hati, seperti Drew.
"Kalau boleh tau siapa perempuan yang berani menolak seorang Drew itu?"
"Dia.. "
TBC..
Bagaimana episode 2 menurut kalian?
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian disini!
"Saya kira itu hanya gosip. Jadi begini, beberapa waktu lalu tersebar berita di sebuah akun media sosial yang menyebutkan bahwa, Drew pernah ditolak seseorang karena orang tua Drew adalah seorang petani. Mungkin ini sekalian dapat digunakan untuk mengklarifikasi berita tersebut, apakah hoax atau nyata. Sebab kemarin-kemarin juga lumayan menggemparkan, banyak orang yang tidak percaya.""Benar, saya memang pernah ditolak karena berasal dari keluarga petani, namun justru hal itu yang memotivasi saya hingga sampai dititik ini, sekarang."Jawaban Drew membuat kagum banyak orang. Terkadang motivasi datang dari patah hati, seperti Drew."Kalau boleh tau siapa perempuan yang berani menolak seorang Drew itu?""Dia hanya seseorang yang tidak penting. Cinta monyet yang sudah terlupakan sejak lama."&
7 hari telah berlalu, sudah saatnya Grace kembali bekerja. Uang tidak akan datang dengan sendirinya. Demi kehidupan mewah yang ia jalani, ia harus bekerja keras, mengumpulkan pundi-pundi uang.Beberapa waktu lalu, sebelum kepulangannya ke Indonesia, Grace dihubungi oleh salah satu desainer ternama untuk ikut serta dalam Java's Fashion Week. Tentu saja ia langsung setuju tanpa pikir panjang. Ia sangat pandai dalam melihat peluang.Desainer itu adalah Ananta Lazuardi, desainer muda yang berhasil merambah pasar Asia sejak 3 tahun yang lalu. Beberapa kali ia memesan gaun musim semi darinya, sehingga ia cukup mengenal Ananta Lazuardi. Ini salah satu bukti bahwa koneksi sangat penting dalam dunia karir."Grace, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama." sapa Ananta dengan begitu akrab."Baru 5 bulan
"Ada apa?"Gabby mengikuti arah pandang Grace yang tertuju ke pintu masuk. Ia melihat seorang pria yang tak asing. Rasanya ia pernah melihat pria itu di suatu tempat.Pria itu tersenyum ramah ke arah pegawai yang menyambut di pintu masuk. Garis bibirnya tertarik ke atas begitu manis. Tak lama dari itu, seorang pria lain masuk dan merangkul pria pertama.Pria yang memiliki senyuman manis itu menoleh ke arah Grace, namun senyumannya tiba-tiba luntur. Tatapan mereka terkunci pada satu titik dalam sepuluh detik. Tanpa disangka, pria itu maju menghampiri Grace."Sungguh tidak menyangka akan bertemu denganmu disini." ucapnya dengan senyuman miring.Grace tetap diam dengan ekspresi yang tidak berubah sejak awal."Benar, mungkin ini hari s
Hoam.. Grace menggeliat dibalik selimut tebalnya. Tubuhnya berganti posisi. Nyaman. Ia ingin tidur setidaknya untuk 30 menit lagi. Kelopak matanya masih terasa lengket, dan tidak mau dibuka. Namun perlahan ia paksa matanya melirik jam dinding putih yang sudah mengarah pada pukul 5.30.Gagal.Ia tidak bisa melanjutkan tidurnya. Pukul 8 ia harus bertemu dengan Mark Lee. Alih-alih sarapan bersama, mereka hendak membicarakan kerja sama yang sudah sempat mereka bicarakan via e-mail.Meski jam menunjukkan pukul setengah 6, namun ia memilih untuk sejenak mengumpulkan kesadaran. Ia menoleh ke arah gorden. Sinar mulai masuk meski masih redup. Napasnya yang berat keluar kasar. Matanya bergerak, menolah ke nakas yang terletak di samping meja riasnya. Sudut bibirnya bergerak naik.Kemarin ia melihat ada ikan cupang yang bagus. Warnanya menarik, gabungan antara hitam, biru muda
Grace memejamkan matanya rapat. Mendapat tepukan di wajah membuatnya merasakan kantuk. Makeup artists itu mengaplikasikan bedak pada wajahnya. Kiranya, sudah hampir satu jam ia duduk dikelilingi MUA dan hairstyles, pantatnya sudah cukup panas. Bagian yang tidak terlalu ia suka saat akan menjalani pemotretan adalah bagian make up yang harus berjalan lama. Menurutnya, natural atau tidak, sama-sama lama.Hari ini ia akan menjalani pemotretan untuk sebuah majalah fashion bersama 5 model dan 2 aktris. Gilirannya masih cukup lama. Tim mendahulukan 2 aktris, yang katanya hendak ada jadwal shooting. Ia tidak terlalu mengenal kedua aktris itu, sejujurnya ia tidak terlalu suka melakukan pemotretan bersama dengan aktris atau aktor, kadang kala ada diskriminasi, seakan hanya mereka yang penting dan sibuk. Mungkin tidak semua begitu, namun dari pengalaman yang pernah ia alami, dan begitu kenyataannya. Seperti halnya hari ini, k
Ia hanya duduk kurang dari 15 menit sebelum pertunjukkan Elle berakhir. Semakin cepat, semakin baik untuk kesehatan telinga dan hatinya. Di saat orang lain memberikan standing applause, ia hanya menyilangkan kedua tangannya sambil memutar bola mata, malas.Memangnya apa yang bisa ia lakukan?Turut bertepuk tangan dengan bangga?Tentu saja tidak. Ia datang bukan karena kebenciannya pada Elle habis, ia hanya tidak ingin memperburuk hubungan dengan Mamanya.Ia bahkan sudah berencana untuk tidak mengucapkan selamat pada Elle, demi mempertegas bahwa ia masih tidak menyukainya.Para penonton yang tadinya duduk rapi menikmati penampilan Elle, kini hulu hilir keluar dari teater. Ketika sudah sepi, ia masih menatap ke arah panggung, dimana Elle tengah berfoto dengan beberapa penggemarnya, sementara kedua orangtuanya tengah terlibat percakapan dengan beberapa orang ya
Hari libur lebih suka Drew habiskan untuk melakukan gym ataupun bersantai di kamarnya, namun berbeda dengan hari ini. Ben dan Idris memaksanya untuk ikut mengunjungi pameran lukisan. Bukan karena mereka benar-benar menyukai seni, mereka hanya sedang mencari tahu sedikit hal tentang seni untuk dijadikan bahan pembicaraan dengan wanita yang tengah mereka dekati. Kata mereka, ini cara tercepat. Membaca buku lebih rumit dan menyita waktu untuk sekedar memahami."Kami hanya memerlukan informasi secara garis besar, dan satu atau dua nama pelukis.""Jika wanita yang tengah kalian dekati tahu bahwa kalian tidak sungguh-sungguh menyukai seni, mereka akan segera menjauhi mu.""Suka bisa berjalan seiring waktu. Ketika kami bergaul dengan seorang yang mencintai seni, tidak akan sulit untuk kami menyukainya nanti." ujar Idris."Mereka adalah alasan untuk kami menyukai seni, apa itu saja tidak cukup?" Ben tidak mau mengambil pusing.Percuma. Sebanyak apapun ucap
Setelah pertengkaran dengan Mamanya, ia memutuskan untuk tidak pulang ke rumah. Egonya sangat tinggi. Emosinya tidak bisa hilang begitu saja. Dalam kondisi seperti ini, jika ia bertemu dengan Mamanya pasti akan terjadi pertengkaran yang lebih besar, dan ia tidak mau itu.Salah satu alasan ingin tinggal sendiri, adalah untuk menghindari hal-hal seperti ini. Ia selalu berpikir, daripada tinggal bersama namun terus bertengkar, lebih baik tinggal sendiri namun hubungan mereka di garis aman sebagai Ibu dan anak.Ia menghentikan mobilnya di halaman rumah keduanya, rumah keluarga Gabby. Ia pandangi cukup lama rumah itu. Masih saja rumah itu yang membuatnya nyaman. Setiap berkunjung ke Indonesia, ia selalu memilih tinggal di rumah itu kala bertengkar dengan Mamanya.Jujur, ia merasa sepi dan sendirian. Papanya terlalu sibuk dengan pekerjaan, Mamanya selalu mendahulukan Elle daripada dirinya. Ia tidak memiliki banyak teman, hanya Gabby yang selalu ada untuknya disaat sen