Mereka tahu pertemuan di dunia ini tidak bisa lama, benar saja setelah itu sebuah kekuatan menarik tubuh mereka masing-masing.
“Yuan, ingat hutan Onyx kutunggu,” teriak Yui.
“Ya, Aku pasti datang,” balas Yuan.
Baik Yui maupun Yuan terbangun di dunia nyata.
Yui segera bangkit dari tempatnya duduk dan segera berlari. Hingga dia menyadari seseorang menarik tangannya.
“Mau kemana?” tanya Rafael.
“Paman, Aku mau pergi sebenar,” jawab Yui berusaha melepaskan tangan Rafael.
“Tidak boleh,” sahut Rafael tetap memegang erat tangan Yui.
Sehari semalam melakukan perjalanan membuat Archilles kelelahan. Dia akhirnya memilih mencari tempat untuk beristirahat. Saat ini mereka berada di kota pelabuhan butuh sehari lagi untuk mencapai wilayah Silverstone. Kereta kuda berjalan perlahan. Ada sebuah kapal yang menarik perhatian Archilles. Kapal yang cukup besar, lambang dua mawar merah dengan satu sayap putih. “Itu lambang kapal milik Eleinor, apa dia ada di sini?” batinnya. Archilles melepaskan ikatan di tangan Yuan dengan syarat Yuan berjanji tidak berulah. Dia setuju karena tidak ada alasan lagi untuk melawan. Hutan onyx sudah sangat jauh dari kota ini. Ren berada di samping Yuan mereka mengikuti Archilles. Archilles berhenti dan meminta mereka berdua menunggu. Archilles bertanya kepada orang yang sedang bekerja di pelabuhan. Entah apa yang mereka bicarakan
Yuan hanya bisa melihat Eleinor dan Archilles pergi meninggalkan dia dan Ren. “Sudahlah kita makan saja aku lapar,” kata Ren melihat-lihat sekeliling mencari restoran atau warung makan. Yuan hanya mengangguk dan memang dia juga lapar. “Kalian berdua ayo ikut aku, ada tempat makan yang lumayan,” ajak Andreas. Yuan terlihat berhati-hati terhadap Andreas setelah melihat perseteruannya dengan Archilles. “Tenang saja meskipun Om Andreas ini seperti anjing dengan kucing jika bertemu ayah, tapi pada dasarnya dia baik,” ucap Ren dengan polosnya Mereka menuju ke sebuah kedai yang menjual seafood. Aroma seafood bakar mengg
Archilles bersama dengan Eleinor melihat makhluk bersayap hitam tersebut. “Ren dimana Yuan?” tanyanya kepada Ren yang berdiri di sampingnya. “Tadi dia terjatuh,” jawab Ren. “Makhluk apa itu?” tanya Eleinor. Rambut merahnya tertiup angin malam, dengan baju zirah ringan dia terlihat cantik dan gagah. Eleinor mencabut pedangnya dan bersiap bertarung. “Elein, lindungi saja aku, biar aku yang menyerangnya,” ucap Archilles. Di tangan Archilles sudah terbentuk dua bola energi petir. Kilatan menyambar dari kedua bola itu saat dilemparkan ke arah makhluk bersayap tersebut. “Pengganggu,” ucap Yuan yang menghindari kedua bola itu dengan terbang berubah arah. Kini Yuan berada cukup d
Yui masih memunggungi pintu kamarnya, semua usahanya sia-sia. Keinginannya bertemu dengan Yuan sirna sudah saat hari telah berganti. Tidak ada orang yang akan menunggu selama seharian penuh. Pintu dibuka dari luar, seorang pria jangkung berambut hitam berdiri di sana. “Turun dan makanlah,” suruh Rafael. “Kenapa?” tanya Yui suaranya bergetar dan sedikit serak karena menangis. “Makanlah nanti kamu sakit,” sahut pria itu tidak beranjak dari tempatnya. “Apa peduli Paman?” Yui bangkit dan meneriaki pria jangkung yang berdiri mematung. “Sudahlah Yui,” bujuknya berusaha membelai rambut Yui yang langsung ditepis oleh gad
Sebuah lingkaran sihir berwarna putih terbentuk setelah Yui mengucapkan mantranya. Cahaya keluar dari lingkaran tersebut dan mulai terlihat wujud seekor harimau berwarna putih. Yui yang melihat kucing besar di depannya segera mendekati makhluk manis tersebut. Bulu lembutnya benar-benar membuat Yui tak bisa menahan diri untuk mengelusnya. “Manis sekali,” ucap Yui memeluk leher Byakko dan mengusap-usap kepala Byakko dengan lembut. Bulu halus Byakko yang lembut sungguh menggemaskan. Light dan Rafael berhenti berlatih dan melihat Byakko yang menakjubkan. Ukurannya tiga kali lebih besar dari harimau biasa. Sesuai yang dikatakan Seiryu, Byakko sangat ramah dia bahkan tidak menyerang saat Light menyentuhnya. Kedua anak itu sekarang mengelus kucing besar yang terlihat bahagia den
Yui menemani Light hingga dia siuman. Light berlatih terlalu keras dan sering memaksakan diri. Terlihat jelas dari goresan luka yang terdapat di tubuhnya. Perbedaan klan antara Yui dan Light mulai terlihat di masa pertumbuhan. Otot-otot Light mulai terbentuk sementara Yui maupun kakaknya tidak akan pernah memiliki tubuh berotot. Itu merupakan salah satu ciri khas Ryuichi. Semua Ryuichi bertubuh langsing tanpa otot sehingga mereka menyerupai para Elf di usia muda. Bukan hanya itu regenerasi penyembuhan klan Ryuichi terbilang luar biasa luka-luka kecil sangat mudah sembuh. Dan satu lagi wajah rupawan. Semua Ryuichi cantik dan tampan. Tak satupun dari mereka berparas buruk. Kelebihan sekaligus kelemahan klan mereka adalah hubungannya dengan naga. Naga sangat suka bertarung, hingga akhirnya klan Ryuichi musnah. Namun beberapa abad setelahnya ada anak yang berasal dari klan Ryuichi. Hal yang hampir mustahil. Bagaimana dia selamat dari pembantaian?
Light mendekati Yui dan berbisik, “kenal dimana dengan half human ini?” Yui tersenyum dengan tangan di depan mulut menutupi senyumannya dan menjawab, “serius mau tahu?” Light mengangguk karena penasaran dari mana asal Kyara yang manis. “Dia itu ...,” kata Yui sengaja mengulur jawabannya. “Iya apa?” Light sudah penasaran ingin mendengar. “Kyara itu adalah ...,” jawab Yui yang masih menggantung. Light sudah gemas dengan jawaban Yui dan menggoyangkan badannya seraya berkata,“cepat katakan!” “Dia itu Byakko,” bisik Yui tepat di telinga Light. Antara percaya dan tidak Light mematung setelah mendengarkan jawaban Yui. Dalam pikirannya
Yui berjalan menuju singgasana, penasaran dengan orang yang sedang duduk di sana. Semakin lama berjalan, rasa dingin menusuk kulit. Bukankah ini mimpi, namun kenapa terasa hawa dingin. Yui mulai mendekap tubuhnya dengan dua tangannya. Sosok yang duduk di singgasana mulai terlihat, rambut hitam panjang, dengan dua tanduk di kepalanya. Lalu mata hitamnya terlihat begitu kelam. Senyuman yang diperlihatkan bukanlah senyuman ramah melainkan senyum sinis. Tatapannya begitu tajam, seakan mampu melihat ke dalam relung hati terdalam “Siapa kamu?” tanya Yui saat mereka cukup dekat untuk bercakap-cakap. “Bukankah kau sudah tahu siapa aku,” jawabnya. “Kau bukan Yuan,” jawab Yui. Dia masih menyelidiki sosok di depannya. “Aku Yuan, saudara kembarmu.” Dia berdiri dan memperlihatkan