Hallo, Pembaca! Jika kamu suka karya ini, jangan lupa masukan ke pustakamu, Ya! Ikuti terus kisah Alisya hanya di Goodnovel! 😃
"Terima kasih Myran. Aku sangat berharap akan pertolonganmu dan juga Rifian." Kedua sudut bibir Alisya tertarik simetris. Senyuman itu tampak palsu dan tiak alami. Tapi bagi Myran itu lebih baik dari pada Alisya terus menangis. "Tentu. Aku dan kakak akan selalu membantumu." Tangan Myran menepuk-nepuk punggung tangan Alisya. Sesaat kemudian Alisya bangkit dan berjalan ke cermin untuk merapikan penampilannya yang kacau karena menangis. Di hadapan cermin dia menyisir rambut, mengelap keringat dan air mata yang masih tersisa. Beberapa kali dia menarik bibir agar bisa tersenyum dengan baik di hadapan ratu. Akan tetapi, tiba-tiba ucapan Myran tentang perbuatannya di balik kanvas mengganggu pikiran. Secara bergantian wajah Fasya dan Dafandra muncur di kepala seperti kelap-kelip bintang. Alisya menguatkan diri lagi bahwa dirinya tidak serendah itu untuk menghianati pertunagan tanpa sebab. "Mayran..." ucapan Alisya dari depan cermin. "Iya." "Apakah Rifian tahu tentang ciuman itu?" tanya
Arak-arakan kereta kuda menuju ke pelabuhan Hanlamzh membelah jalanan di kota-kota Crysozh. Orang-orang menatap antusias rombongan kerajaan yang akan melakukan perjalanan ke Kosmimazh untuk pernikahan politik putri mereka. Di dalam kereta kuda, Alisya duduk bersebelahan dengan Myran sedangkan Rifian duduk di hadapannya. Suasana pernikahan yang harusnya penuh sukacita menjadi begitu canggung dan membosankan. "Apakah kita akan sampai di pelabuhan?" tanya Myran memecah keheningan. Rifian mengok ke luar jendela. Pantatnya memang terasa panas karena tiga gari duduk di dalam kereta. "Aku rasa tidak lama lagi," jawab Rifian. Menengok calon mempelai wanita yang terlihat murung, Rifian menjadi semakin khawatir. Semakin dekat ke pelabuhan semakin dekat waktu Alisya menuju ke pernikahan. Putri itu tidak antusias sama sekali. "Alisya, apa kamu ingin makan atau minum?" tanya Rifian penuh perhatian. "Tidak, Terima kasih. Aku masih kenyang." Suasana di dalam kereta kembali sunyi sampai akhirn
'Akhirnya hari ini datang juga.' Pesta pernikahan paling megah digelar untuk pernikahan Pangeran Dafandra dan Putri Alisya dari Crysozh. Ribuan bendera berwarna biru dengan gambar tanduk rusa jantan dan bunga-bunga dengan aneka warna menghiasi setiap sudut istana. Dipimpin sebuah rombongan gadis yang berbaris sambil menari-nari, Alisya dengan gaun merah maroon berjalan menyeberangi jembatan yang membentang di tengah kolam menuju ke aula kerajan. Tidak henti-hentinya mata para tamu tertuju pada wanita berambut merah yang digelung berhiaskan mahkota kupu-kupu. Mungkin mereka kagum, iri, atau benci. Sudah bukan rahasia, hari ini dianggap sebagai hari patah hati gadis-gadis Kosmimazh karena salah satu pria terbaik di negeri para seniman memutuskan menikah. Setelah menyebrangi kolam, Alisya melewati orang-orang yang berjajar di halaman istana, kemudian masuk ke aula kerajan. Di dalam aula, seorang pangeran dengan stelan baju merah maroon yang belum lama ini resmi menjadi suami Alis
Dalam keramaian acara pernikahan Alisya dan Dafandra, Putra Mahkota Fasya duduk di salah satu sisi aula dikelilingi para pengawal. Dari kejauhan dia memandang Alisya yang tengah mengapit lengan adik tirinya. Meski Fasya tahu senyuman itu hanya pura-pura, hatinya tetap tidak tenang. Bagaimanapun mereka telah menikah. "Setelah Yang Mulia menjadi raja, akankah Yang Mulia mempunyai banyak selir?" Terlintas dalam ingatan Fasya, saat gadis di pelaminan memberikan pertanyaan kepadanya. "Kamu ingin jawabanku sebagai raja atau Fasya?" jawab Fasya balik bertanya. "Yang Mulia adalah raja di masa depan. Yang Mulia tidak bisa memisahkan antara diri Yang Mulia dengan identitas sebagai raja." kata Alisya dengan senyuman yang sulit dijelaskan. "Benar-benar jawaban seorang putri raja," sanjung Fasya. "Kalau begitu, sebaiknya kamu jangan bertanya," lanjut Fasya diiringi tawa kecilnya. Tidak ada wanita yang ingin berbagi suami dengan wanita lain. Begitu juga Alisya. Meskipun Dafandra bukan calon ra
Hari mulai gelap. Akan tetapi, belum ada tanda-tanda pesta akan usai. Setelah sekian lama berada di antara tamu undangan, kini giliran Alisya untuk mundur ke belakang. Apa lagi kalau bukan untuk persiapan malam pertama? 'Wahai jantung, tolong jangan terus berdebar! Aku tidak ingin merasa gelisah saat bertemu dengan Pangeran Dafandra!' Tidak bisa dipungkiri, malam pengantin baru adalah momentum paling mendebarkan dan dinanti oleh para pengantin. Sayangnya hal itu tidak terjadi pada putri Raja Nandri. Pertemuan Alisya dengan Dafandra sebelumnya sama sekali tidak menyenangkan. Dia bahkan tidak yakin akan bisa tersenyum di hadapan Dafandra, apalagi untuk adegan yang lebih intim. Setelah cukup lama berendam di air yang dipenuhi kelompok bunga mawar, Alisya bangkit. Dua orang dayang segera membungkus tubuh Alisya dengan handuk. Kemudian mendandani sang putri menjadi secantik bidadari. 'Sudah terlanjur masuk kubangan politik,' batin Alisya seraya menatap pantulan wajah cantiknya di cer
Sudah larut malam, para tamu undangan sudah beranjak pulang. Pesta pernikahan pangeran kedua telah berakhir. Fasya yang sudah lelah meladeni para tamu manca negara berencana pulang menuju kamarnya untuk beristirahat. Saat dalam perjalanan dia menemukan hal aneh dari ruang belajar Dafandra. Penerangan di dalam ruangan itu tampak menyala. Dari kejauhan bayangan dua orang manusia terlihat bercakap-cakap. Merasa curiga, Fasya memutuskan untuk berhenti sejenak. Namun saat Fasya melihat untuk kedua kali, bayangan itu sudah menghilang. Seharusnya ini adalah malam pengantin pangeran Dafandra. Apa yang dia lakukan sang pangeran di ruang belajarnya? Apakah dia sungguh-sungguh dengan pernikahannya? Ataukah hanya untuk mempermainkan Alisya? Melihat hal mencurigakan ini membuat Fasya merasa harus mencari tahu. Dia segera memerintahkan pengawal untuk membawanya ke ruang belajar Dafandra. Sesampainya di depan pintu, ruang belajar Dafandra memang menyala. Kedua prajurit di depan pintu tampak r
Mata Dafandra mengamati botol itu dengan seksama. Alisnya bertaut seraya mengingat-ingat benda itu dalam ingatan. Tidak lama kemudian ingatannya muncul. Saat itu pangeran kedua Kosmimazh berkunjung ke ruangan ratu. Sebelum masuk, dia mendengar perbincangan ibunya dengan seseorang. "Apa kamu mendapatkan barang yang kuminta?" Suara ratu terdengar pelan dari luar ruangan. Meski begitu, Dafandra yakin dengan pendengarannya. Dia tidak akan salah mengenali suara wanita nomor satu di Kosmimazh. "Sudah Yang Mulia. Ini adalah ramuan terbaru. Efeknya akan lebih cepat terlihat dan khasiatnya lebih tahan lama, dijamin ini jadi kado terbaik di malam pertama," jawab seorang pelayan di hadapan ratu seraya menyerahkan sebuah botol. Setelah itu Dafandra memasuki ruangan Ratu Naiya. Menyadari kehadiran putranya, wanita bermahkota ratu segara meraih botol dan menyelipkan dalam lipatan tangan. "Cih, ceroboh sekali!" gumam Dafandra. Sesaat Dafandra menghela napas. Dia segera menyadari botol di tangan
Tidak disangka, teriakan Alisya di pagi hari terdengar hingga ke luar kamar. Para pelayan yang penuh dengan rasa penasaran menjadi berpikiran liar. Gosip tentang dugaan malam pertama Pangeran Dafandra yang terlambat segera tersebar luas. Tidak terkecuali, pangeran mahkota yang tidak mengharapkan pernikahan Alisya dan Dafandra juga mendengarnya. Tentu saja hati Fasya teras panas karena di setiap tempat yang dia lewati, selalu mendengar pelayan membicarakan gosip itu. Merasa kesal, Fasya memutuskan mencari ketenangan di perpustakaan. Akan tetapi, sesuatu yang lebih mengejutkan justru dia temui saat di perpustakaan kerajaan. "Salam kepada Pangeran Mahkota," sapa Alisya mengejutkan Fasya. Pangeran mahkota segera membalas ucapan Alisya dengan senyuman hangat seperti biasa. Pandangan Fasya penuh selidik karena merasa heran melihat Alisya berkunjung ke perpustakaan kerajaan seorang diri. "Tidak kusangka akan bertemu pengantin baru di perpustakaan," ucap Fasya dengan nada bicaranya rama