Share

Bab 3 - Ada Cewek

Setelah pemilihan ketua kelas berakhir, terpilihlah sang gadis yang katanya paling popular dari kelas kami. Dia menjadi ketua kelas, gadis berhijab manis berbadan agak sedikit tebal. Dia menang dengan hasil voting 12 suara dari 25 siswa, aku sebut saja namanya Icha.

Nah, jika ada ketua kelas, tentu ada wakilnya bukan? Bagaimana dengan wakil ketua kelas? Siapa yang terpilih? Tentu saja, anak laki-laki yang duduk di sebelahku pada waktu hari pertama lah yang menjadi wakil ketua kelas.

Entah orang seperti apa yang sudah memilih orang dengan penampilan seperti dia? Dengan baju kemeja putih yang rapih, tapi bagian dalamnya berwarna merah yang menerawang jelas. Dia mendapatkan voting sebanyak 8 suara, cukup banyak untuk menjadikannya wakil ketua kelas.

Lalu, Yani? Jangan tanya bagaimana reaksinya! Dia cemberut tidak keruan, karena suara yang didapatkannya sangat sedikit. Bibirnya yang dikulum, membuat teman sekelas tampak tidak nyaman. Ada yang tertawa dan ada pula yang menghiburnya. Aku hanya diam, menghibur tak ada gunanya. Menyombongkan diri, bahwa aku memilihnya juga tak ada gunanya.

Aku juga semakin penasaran dengan kekuatan Yani, apa yang sebenarnya dimiliki olehnya? Sehingga dia bertungkah seperti tuan tanah di sekolah ini, bahkan ketua kelas terpilih hanya manut-manut saja apa yang jadi keinginan dan kata-kata Yani.

Jika mereka semua yang sekelas begini bentukannya, bagaimana dengan nasibku yang sedari awal tidak suka dengan sikap sok-sok-annya itu? Minggu pertama mulai terasa berat, aku rasa ini akan menyenangkan atau mungkin sebaliknya?

Hmm, ya .... Hari itu juga Yani didaulat sebagai sekretaris kelas. Entah apa tugasnya, aku tidak peduli.

Beberapa hari kemudian. Hari-hari yang mulai terasa membosankan ini coba kulawan. Aku sendiri masih aktif ke sekolah, meskipun di hari ke empat aku memang sempat izin karena sakit.

Tapi, dari kemarin tak ada rasa pusing di kepala, sejauh ini, aku baik-baik saja.

***

Hampir dua minggu sudah aku di sekolah ini. Hari ini aku datang lebih awal, karena kemarin tak sempat datang ke sekolah akibat sakit yang tiba-tiba menyerang. Hah, terkadang aku merasa tak nyaman saat tiba-tiba menghilang, lalu kemudian muncul di kelas seolah tak ada masalah apa-apa. Kadang merasa seperti Jailangkung (Jelangkung).

Aku hanya khawatir, bila mereka tidak suka dengan perilaku yang sering datang dan pergi seperti ini. Bagaimana jika suatu saat, salah satu dari mereka. Teman sekelasku itu, pada akhirnya akan mengeluhkan rasa tidak suka kepadaku? Ini baru awal, aku baru dua Minggu di sekolah ini mencoba berbaur dengan alami, tapi otak dan pikiran sudah dipenuhi segala prasangka buruk.

Kenapa harus sakit? Batinku terus protes tak keruan, jika tiap pagi aku harus bangun dalam kondisi mood anjlok.

***

Dari luar sini, kelas tampak sepi. Hanya ada dua anak laki-laki yang tengah bercakap di depan pintu. Beberapa anak kelas sebelah hanya melewati kedua anak laki-laki itu sambil tertawa cekikikan.

Aku menatap dan memperhatikan, sekilas tak ada yang aneh di sana, hanya ada dua orang aneh yang sedang main peluk-pelukan. Geli. Aku pun melangkah pasti.

"Eits," ucap salah seorang mencegat masuk, tangannya dibentangkan sepanjang pintu masuk, setinggi leherku.

Aku hanya menatap dingin dan memaksa masuk ke dalam kelas. Aku pun mencoba menyingkirkan tangannya.

"Kamu Nana 'kan?" lanjut laki-laki itu memperlihatkan gigi kelincinya.

"Iya. Awas! Saya mau masuk!" tegasku.

"Nana dalam 'kan?" lanjutnya garing.

"Apaan sih!" Keras kepala ini terkadang sangat tinggi. Tapi, anak laki-laki di hadapanku kini, kurasa lebih keras kepala lagi.

"Jangan dong cewek! Jangan ya .... Please ... jangan-jangan kau masuk ke dalam kelas ...," bujuknya berdiri sambil menyanyi tidak jelas dengan gaya ST12, dan segera menutupi pintu kelas dengan tangan dan badannya yang tentu saja lebih besar dariku.

"Awas! Minggir!" Dorongku pada bahu lebarnya dan memaksa masuk ke dalam kelas.

Berhasil! Aku menatapnya tajam, seolah ingin kukatakan bahwa aku berhasil mendorong badan raksasanya. Dia menepuk jidatnya, wajahnya pun pasrah, sedikit mengatupkan bibir. Temannya mengalungkan tangan di pundaknya, seolah berkata, "Biarkan saja dia!"

Kupalingkan pandangan dari wajah keduanya dan berjalan santai, sambil tersenyum bangga.

Saat berhasil memasuki kelas, aku segera duduk di tempatku. Ya, duduk begitu saja tanpa memerhatikan dan menyadari apa-apa. Namun sesaat kemudian, aura kelas sedikit tidak biasa, ada aura negatif yang mulai terasa di ujung hidungku. Sesuatu yang aneh dan mencurigakan, mungkin sedang terjadi saat ini.

Perlahan aku mengelilingi ruangan dengan radar di hidung. Kutatap setiap sudut ruangan.

Ketika melirik ke sisi kiri, aku mendapati sesuatu yang aneh. Ada dua orang berada di balik satu jaket yang sama? Apa yang sedang mereka lakukan?

Tidak.

Siapa itu?

Mataku berkedip, mencari kesadaran yang sempat menghilang sesaat.

Mata pun terbelalak.

Aku mengerti! Sontak berseru dengan keras, seraya mengambil dan membanting tas ke meja.

"Astaghfirullah ...," seruku kaget setengah mati.

Mendengar ucapan itu, dua orang yang tengah asyik di balik jaket pun kaget dan segera melihat ke arahku. Wajah gadis itu tampak kaget, ada seorang gadis di situ! Gadis!

Cewek loh, cewek!

Kenapa malah aku yang tiba-tiba merasa malu saat melihat pemandangan yang tak biasa itu? Apalagi salah satu dari orang di balik jaket adalah laki-laki! Sedang apa mereka? Aku mendadak salting, namun, hanya bisa terdiam ragu.

Pikiranku memunculkan berbagai kalimat ambigu. Aku tidak bisa berpura-pura bodoh saat melihat hal seperti itu dan tahu persis hal apa yang pasti sedang mereka lakukan. Sangat tidak mungkin mereka hanya main, Pancasila Lima Dasar. Sangat tidak mungkin juga kalau mereka hanya main Mangkok-mangkok.

Perempuan dan laki-laki itu melihat tajam kepadaku, sangat tajam sampai-sampai membuat diriku tak bisa bicara, seolah-olah mereka berdua menjelma jadi pembunuh berantai. Aku merasa sedang dikuliti psikopat.

Aah, mendadak kepala pusing. Tiba-tiba aku menjadi takut. Saat itulah, terasa seseorang menarik lengan baju. Aku terbuai tarikan itu, seakan bawah sadar memang kegirangan saat dibawa pergi dari tempat setan ini. Aku pun berjalan beriringan dengan dia yang menarikku.

"Kan sudah saya bilangin! Jangan masuk!" ucap laki-laki penjaga pintu tadi seolah mengolok, aku hanya tertegun dan terpekur. "Dibilangin sih, nggak mau dengar," lanjutnya tertawa lalu membawaku pergi ke luar kelas.

***

"Hhah?" Aku belum terlalu fokus dan hanya suara samarnya yang terdengar di telinga. Anak laki-laki di hadapanku tertawa lepas, seolah aku adalah badut dan dia sepertinya sangat menikmati kebodohanku barusan.

"Lucu?" tanyaku kesal, saat menyadari lelaki berambut mangkuk itu sedang tertawa renyah.

Ini orang, aku lagi kaget malah diketawain? Jahat banget iih! Batinku kesal.

"Sedikit!" jawabnya polos, lalu lanjut tertawa.

"Ii-iitu, itu lagi ngapain? Kalian berdua jagain orang pacaran ya? Dosa tahu! Istighfar!" kataku masih ngos-ngosan bercampur gagap; hah kenapa begini?

***

*Footnote:

Pancasila Lima Dasar: Permanian memilih abjad dan menggunakan abjad terpilih untuk menjadi topik. Popular dimainkan anak generasi 90-an, di tempat lain dikenal dengan ABC Lima dasar.

Mangkok-mangkok: Permainan menghitung jari sambil bernyanyi. Jika jari terakhir disentuh, maka wajib mengatup jari ke bawah. Popular dimainkan anak Gorontalo generasi 90-an*.

***

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status