Perasaan kecewa itu Zayna luapkan pada dua rakaat shalat subuh, menggelar sajadah di atas lantai. Seharusnya hari ini sholat subuh bersama Fatih yang akan menjadi imam dan sholat berjamaah, namun Fatih sudah pulang lebih dulu tanpa memberitahunya. Setelah melaksanakan sholat subuh, Zayna membaca surah Ar-Rahman dilanjut Al-Waqiah. Dua surah yang selalu Zayna baca sehabis subuh.
Pukul setengah tujuh pagi, Zayna turun untuk sarapan. Di lantai tempat untuk breakfast, Zayna ditanya oleh petugas 'berapa nomor kamarnya' lalu berkeliling untuk melihat menu sarapan apa yang tersedia agar tidak bingung saat mengambil makanan."Mbak Zayna, kan? Yang kemarin mengadakan pernikahan di gedung?"Zayna kaget ada yang mengenalinya. Bagaimana bisa seorang ibu yang hendak mengambil piring itu mengenali dirinya? Zayna pun mengangguk sebagai jawaban."Wah .... Selamat, ya atas pernikahanmu semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah." Ucapan doa dan selamat dari ibu-ibu itu sangat antusias, seperti turut merasa kebahagiaan sebagai pengantin baru.Apa itu pengantin baru? Rasanya Zayna ingin menertawakan dirinya yang perlu dikasihani."Aamiin. Terima kasih, Bu atas doanya," balas Zayna sopan menampilkan senyuman palsu."Sama-sama. Ngomong-ngomong di mana suaminya?" Ibu itu mengedarkan pandangan mencari suami Zayna.Zayna terdiam sejenak. Tak tahu harus menjawab apa. "Masih di atas, Bu. Saya disuruh sarapan dulu." Melontarkan jawaban dengan terpaksa berbohong agar dirinya tidak merasa malu.Duh, astaga. Pagi-pagi mood Zayna sudah rusak. Nafsu makan sudah hilang, akhirnya Zayna hanya sarapan sedikit saja. Dia ingin cepat-cepat kembali ke kamar dan menghubungi Fatih agar nanti siang menjemputnya.****"Anda baik-baik saja?"Zayna agak sedikit terkesiap saat suara Pak supir taksi itu sejenak terdengar mengisi hening dalam taksi. Taksi yang terus melaju memecahkan jalanan. Zayna membalas agak ragu, "Maaf? Maksud Bapak?" tanyanya.Lelaki tua itu tertawa canggung. "Maaf jika pertanyaan tadi meninggalkan kesan yang tidak sopan. Saya hanya cemas. Soalnya Anda melamun sejak tadi dan terlihat pucat. Apa sedang sakit?" tanya Pak supir khawatir.Zayna jadi mendadak merasa bersalah tatkala lelaki tua itu mengkhawatirkan dirinya. Zayna menggeleng lambat. "Alhamdulillah, baik-baik saja, Pak," jawab Zayna meyakinkan. Dia hanya merasa pusing dengan keadaan setelah menikah. Dibuat bingung. Dibuat kecewa. Dibuat sedih. Semua campur aduk."Syukurlah," ucap Pak supir itu merasa lega.Pandangan Zayna dipalingkan ke luar jendela, menatap jalanan yang terasa menggelitik batin. Kemudian hening kembali menyapa kembali dan Zayna nyaris terlelap di kursi penumpang bersama hujan yang terus datang.Zayna merasa baru memejamkan mata selama tiga puluh detik saat taksi tahu-tahu sudah berhenti berjalan, decit rem terdengar bergema dan suara supir taksi kembali terdengar, "Sudah sampai tujuan."Kedua netra Zayna mendadak melebar, pandangan ke sisi jendela, gerbang rumah sedikit terbuka terlihat dalam pandangan. Rumah itu milik keluarga Fatih. Terakhir berkunjung satu bulan yang lalu.Zayna menyerahkan sejumlah uang dan mengucapkan kata terima kasih kepada supir taksi. Tangan dibaluti handsock hitam membuka perlahan pintu mobil dan sebelum turun, dia melebarkan payung. Dia dibantu sang supir mengambil koper di bagasi mobil.Zayna menyeret koper sembari menghindari genangan air hujan mengalir di aspal ke tempat lebih rendah. Jantung Zayna berdebar tatkala berdiri di depan rumah itu. Pikiran bertanya-tanya, bagaimana reaksi dan apa yang akan Fatih katakan pertama kali saat melihatnya di rumah keluarganya setelah Fatih meninggalkan sendiri di kamar hotel?Zayna mengetuk dua kali, keringat dingin terasa bercokol di pelipis saat dia akan mengucapkan salam. Menarik napas panjang lalu mengucap salam, "Assalamualaikum."Tetapi, tetap saja tidak ada jawaban. Rasanya semakin tidak nyaman. Ditambah tidak nyaman harus tinggal satu atap dengan mertua. Harapan Zayna setelah pulang dari hotel langsung tinggal di rumah baru, harapan itu pupus sudah."Assalamualaikum," ulang Zayna sambil mengetuk pintu.Tok.Apakah Arga menyesal? Menyasali menikah dengan Rosmala? Seperti kata-kata bijak, penyesalan memang selalu datang diakhir.“Dia juga masih mencintaiku, Nang. Kenapa dia datang saat aku telah menikah dengan Mala,” sesal Arga.Mendengar itu Ganang terkejut setengah mati dengan pengakuan Arga. Lelaki itu mematung di tempat, duduk tak bergerak, dan mata sama sekali tidak berkedip. Sahabatnya ternyata masih mencintaiwanita yang dulu akan dijadikan istri olehnya, namun pernikahan itu batal secara tidak terduga. Mantan calon istrinya menjadi orang ketiga di dalam rumah tangga Arga dengan Rosmala, dan keluarga yang awalnya harmonis sekarang diambang keretakan.“Kamu menyesal telah menikahi Mala bukan Yura?” tanya Ganang dengan serius.Arga mengerjabkan sepasang mata sekali. Dia bungkam, wajahnya memerah setelah mendengar pertanyaan dari Ganang. Menyesal? Arga bingung harus menjawab apa. Menyesal? Arga belum tau ini sebuah penyesalan atau bu
Rasa bahagia menunggu Arga pulang dan harapan besar masakannya akan di makan oleh Arga kini harapan itu sirna. Rosmala sudah tidak tahan lagi dengan kekecewaan ini, sebagai seorang istri harus tetap sabar menghadapi suami. Tapi sampai kapan?“Ya Allah kuatkan hambamu ini untuk menghadapi Mas Arga,” batin Rosmala.Langkah kaki pelan menuju meja makan, dia merapikan makanan yang sudah tersaji dua jam yang lalu. Rosmala sudah sangat lama menunggu Arga pulang, tapi tidak ada tanda-tanda sang suaminya pulang. Setelah membereskan makanan, Rosmala menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamar. Dia duduk di depan meja belajar, meletakan novel dan menyalakan ponsel untuk mencoba menghubungi Arga sekali lagi. Helaan napas terdengar saat panggilannya sama sekali tidak terjawab, pesan juga belum ada balasan.Huh. Rosmala berusaha untuk berpikir positif. Dia lelah overthinking setiap saat.“Apa mungkin Mas Arga masih sibuk, ya? Hingga untuk membalas pesan
Rosmala ingin segera pulang saja. Dia sudah tidak tahan lagi harus berhadapan dengan Adam. Rosmala pikir, Adam akan menyerah tidak mendekatinya, namun salah. Tanpa Adam sadari, perlakuan tadi membuat Rosmala tidak nyaman dan semakin membuatnya enggan untuk mengobrol lagi dengan Adam.Okay. Sebaiknya lupakan kejadian tadi.Sekarang Rosmala tak sabar memasak makan malam untuk Arga, suaminya. Sebelum pulang ke rumah, Rosmala berniat membeli sayuran di supermarket dan juga membeli kebutuhan untuk makan malam nanti.Satu jam Rosmala habiskan untuk berbelanja, dia dengan bersemangat mendorong troli belanja di Supermarket, belanja kebutuhan sehari-hari dan tidak lupa membeli keperluan untuk dimasak malam ini juga. Setelah puas belanja, Rosmala menyibukkan diri di dapur. Semua bahan yang tadi dibeli sudah tersedia di atas meja.Sebelum menikah dan setelah menjadi pengantin baru, Rosmala memang tak pandai memasak, namun dia berusaha mengikuti kelas memasak. Rosmal
“Mala,” desis Arga saat melihat nasi kotak di depan pintu. Arga menghembuskan napasnya, tak tega pada Rosmala. Dia merasa bersalah pada Rosmala, bermain di belakang, namun wanita itu masih bersikap baik padanya. Sungguh, Arga tidak tahu harus berbuat apa. Lelaki itu membawa nasi kotak ke dalam, menatap lama nasi kotak yang Rosmala beli. “Maafkan aku,” batinnya. *** Setelah kelas selesai, Rosmala menyuruh Salwa untuk pulang lebih dahulu. Dia mencoba menghubungi Arga. Panggilannya tidak terjawab, mencoba sekali lagi dan akhirnya Arga mengangkat panggilannya. “Assalamu’alaikum, Mas,” salam Rosmala. “W*’alaikum salam,” balas salam Arga. “Iya, La. Ada apa?” tanyanya dengan nada dingin. “Kelas Mala sudah selesai nih,” lapor Rosmala. Sebab, setiap kelas selesai Arga menyuruh Rosmala untuk memberitahunya dan akan mengantarkan pulang, walaupun kadang Arga sering menghilang dan jarang sekali mengantar Rosmala pulang dari kampus. “Mas mau pulang
“Kamu bahagia menikah dengannya?”Rosmala terdiam, dia terpaku di tempat. Sama sekali tak berani menatap Adam. Napasnya tercekat. Pertanyaan itu sangat membuatnya mati kutu dan tak bisa berkata apa apa. Bibirnya terkunci rapat beberapa menit setelah Arga memberikan pertanyataan lagi.“Kenapa kamu tidak menjawab, La?” Adam yang menunggu jawaban Rosmala bertanya dengan nada sangat tak enak didengar.Rosmala tergagap, dia gelagapan. “Umm … alhamdulilah,ba-ha-gia kok.” Rosmala menampilkan senyuman palsunya sembari memegang erat nasi kotak di tangannya. Dia berbohong. Tentu saja, terlihat jelas kepalsuan dari mimik wajahnya. Sudah pasti Rosmala ingin menutupi masalah keluarganya. Tidak ingin Adam tau. Kepalsuanya membuatnya semakin dipaksa dalam jurang kebohongan yang telah dibuat sendiri.Bahagia? Tidak. Selama ini Rosmala tidak merasakan kebahagiaan dalam keluarga.“BOHONG!” tuding
“La, kamu mau kemana?”Rosmala terkejut ketika tiba-tiba Salwa berjalan di sampingnya, dia kira Salwa sudah kembali ke kelas duluan. “Aku mau ke sana sebentar,” jawab Rosmala mengangkat dagunya tanpa memberi tahu kemana dia akan pergi. “Kamu ke kelas dulu aja.”Salwa mengangguk, rasa penasaran itu hilang ketika matanya tertuju ke tangan Rosmala yang sedang menenteng nasi kotak, sudah pasti nasi kotak itu untuk suaminya. “Ya udah, duluan ya?” katanya.“Iya, Wa,” balas Rosmala sambil tersenyum.Rosmala berbelok dan tanpa sengaja dia menabrak tubuh seseorang dari arah yang berlawanan. Brukkk! Tubuh Rosmala terhuyung, hampir saja nasi kotak yang dia pegang jatuh ke lantai.“Aduh, maaf ya, Kak. Aku sedang buru-buru jadi tak sengaja menabrak Kakak,” kata wanita itu.“Iya, tidak apa-apa kok,” jawab Rosmala.“Sekali lagi maaf ….” Wa