Masuk"Jangan pernah berpikir untuk cerai, Rena! Aku tidak akan kabulkan!" Menjalani pernikahan dengan pria kaya tidak lantas membuat Renata bahagia. Dua tahun menjadi istri Yuda, hidup Renata seperti merpati dalam sangkar emas. Yuda yang terlalu posesif sering berbuat kasar pada Renata. Luka dari masa lalu membuat Yuda sering kehilangan kontrol diri. Namun, tidak ada pilihan bagi Renata lepas dari suami "sakit" seperti itu. Mirisnya, pihak keluarga tidak peduli penderitaan Renata. Sampai pada akhirnya, muncul Darren yang membuat hidup Renata berubah. Di saat Renata mulai melambungkan asa pada Darren, fakta baru mengenai laki-laki itu terkuak. Lantas, apa yang dilakukan Renata? Bertahan dalam sakit, atau melawan takdir yang sulit?
Lihat lebih banyakSuara tangisan lirih di balik selimut berwarna krem itu, mengganggu Yuda yang baru keluar dari kamar mandi. Diliriknya malas gundukan selimut di atas tempat tidur. Renata masih meringkuk di sana.
"Kenapa kamu tidak segera mandi, Rena? Sudah jam berapa ini?" Renata bergeming. Matanya terpejam sambil menggigit bibir menahan suara tangisan. Terdengar hembusan napas panjang dari bibir Yuda, suaminya. Tidak ada jawaban, Yuda duduk di tepi tempat tidur. Tangannya bergerak ragu, mengusap kepala Renata. Belaian itu justru mengguncang bahu Renata. Tangis yang ditahan justru pecah. Yuda melengos, lalu kembali menarik napas. "Apa kamu menyesal sudah melayaniku?" tanyanya sambil menatap Renata. "Bukankah itu menjadi tugasmu sebagai seorang istri, hm?" lanjut Yuda tanpa peduli perasaan Renata. Tidak ada penyesalan sedikit pun di hati Yuda. Begitu pula dengan Renata. Dia ikhlas lahir batin melayani suaminya. Meskipun selama berhubungan intim, Renata tidak pernah mendapat kepuasan batin. Bukan apa-apa. Yuda sering melakukan eksperimen saat menggauli istrinya. Bahkan, tidak jarang Yuda mengikat tangan dan kaki Renata. Fantasi seks Yuda tergolong tabu untuk ukuran perempuan "ndeso" seperti Renata. "Rena, apa yang membuatmu menangis?" Kali ini Yuda sedikit menyingkap selimut sehingga bahu polos Renata terpampang di depan mata. Luka membiru di bahu bekas gigitan, membuat Yuda mendengus lirih. Dia sudah sangat keterlaluan memperlakukan Renata seperti pelacur. Namun, sekali lagi, Yuda puas dan tidak menyesal. Dia bisa mendapat kepuasan batin saat itu, ketika sambil menggigit atau mencengkeram Renata. Rintihan kesakitan Renata, seperti candu yang melambungkan Yuda pada puncak penyatuan. Yuda menunduk, mencium punggung polos Renata. Renata sedikit berjingkat, lalu segera menggeser tubuh. Dengan hati-hati, dia bangkit perlahan, mengambil gaun tidur yang tergeletak, lalu memakainya cepat. Renata tidak mau menatap Yuda yang masih duduk di tempat semula sembari memperhatikannya. "Rena, aku sedang bicara denganmu!" "Aku harus ke kamar mandi!" jawab Renata tak acuh. Tanpa menghiraukan reaksi Yuda, Renata bergegas ke kamar mandi. Renata mematung di depan wastafel. Tatapannya nanar ke arah cermin. Dada dan lehernya penuh dengan tanda kissmark. Penyiksaan seperti itu Renata alami sejak setahun lalu. Satu tahun sebelumnya, Renata hanya menjadi pajangan di rumah Yuda. Ya, baru setahun berikutnya, Yuda menyentuh Renata. Terpaksa menyentuh, tepatnya. Hal itu dikarenakan desakan dari orang tua Yuda yang ingin segera menimang cucu. Belum lengkap rasanya, kalau anak tunggal kebanggaan keluarga tidak memberinya keturunan. Namun, malam pertama ternyata jauh dari ekspektasi Renata. Yuda tidak memperlakukan Renata dengan lembut, tetapi kasar. Hingga hari ini. Mirisnya, Renata tidak kuasa menolak atau memberontak. Bahu Renata berguncang karena tangis. Wajahnya menunduk dalam. Tangannya mencengkram erat sisi wastafel. "Maaf!" Suara itu dari belakang Renata, bersamaan dengan sepasang lengan melingkari perutnya. Renata mendongak, terpaksa bertemu pandang dengan mata Yuda melalui pantulan cermin. "Mas, ak-aku mau mandi. Tolong keluar!" Alih-alih pergi, Yuda justru memutar tubuh Renata hingga menghadapnya. Lengan kiri Yuda melingkari pinggang Renata. Tangan kanannya mendongakkan wajah Renata. "Maafkan aku," ucap Yuda lagi setengah berbisik. Sedetik kemudian, Yuda mencium bibir Renata. Mulanya ciuman itu lembut, tetapi berubah semakin menuntut. Renata menahan dada telanjang Yuda, dengan tatapan takut. "Aku mau mandi dulu, Mas!" "Sudah lama kita tidak mandi bersama!" ucap Yuda, lalu kembali menyambar bibir Renata. Maka, pagi itu Yuda kembali melampiaskan hasratnya di kamar mandi. Namun, ketakutan Renata kali ini tidak terbukti. Yuda memperlakukannya dengan lembut. Tanpa disadari, Renata mulai menikmatinya. Bahkan, berulang kali dia melenguh manja. Tangannya mencengkram sisi bathub saat hendak mencapai puncak kenikmatan. "Mas, ah! Aku sudah ... " Mata Renata terpejam, dengan napas memburu. "Sebentar lagi, Sayang!" Yuda memeluknya, sambil menciumi tengkuk dan pipi Renata. Suara desahan dan pekikan manja memenuhi kamar mandi. Dalam hati Renata terlantun sebuah doa. Kali ini Tuhan menitipkan janin di rahimnya. Tiba-tiba, Renata membuka mata, menatap berkabut pada Yuda yang baru saja menyudahi aktivitasnya. Seperti biasa, dengan sengaja Yuda melepas penyatuan itu. Sebelum semuanya benar-benar selesai. "Kenapa Mas? Kenapa selalu begini?" tanya Renata kecewa. "Sudah dua tahun kita nikah, Mas. Ayah dan Ibu ingin kita punya anak!" ucapnya bergetar. Yuda langsung memalingkan pandangan. "Belum saatnya kita punya anak, Rena! Aku masih banyak pekerjaan!" dalihnya. Selalu begitu. Setiap kali Renata mengungkit perihal anak. Renata menunduk, lalu bergegas bangkit. Yuda segera menyambar tangannya. Lantas, keduanya berpandangan. "Apa kamu tidak mau punya anak dariku, Mas? Apa kamu tidak mencintaiku?" "Apa yang kamu bicarakan, Rena? Aku hanya belum ingin punya anak! Aku ingin menikmati waktu berdua denganmu. Apa kamu tidak mengerti?" Yuda mulai kesal. Dia segera melepas tangannya dari Renata. Bergegas, Yuda memasuki bilik kamar mandi. Sebelum menyalakan kran air, Yuda menatap Renata yang masih mematung. Renata mengusap air matanya yang mulai menetes. Dia memalingkan wajah dari suaminya. Terdengar decakan lirih dari mulut Yuda melihat Renata menangis. "Kemarilah, kita mandi bersama!" ajak Yuda sambil membuka pintu kaca itu. "Jangan cengeng, dikit-dikit menangis hanya karena masalah sepele!" ***Kening Darren mengernyit tipis mendengar pertanyaan itu. Tatapannya pada Renata semakin dalam. Sedetik kemudian, Darren tertawa lirih. Menurut Darren pertanyaan Renata tergolong aneh."Mas Darren tahu juga tentang masa lalu Mas Yuda?" ulang Renata lirih. Meskipun tidak lazim, mengorek informasi dari Darren, Renata harus cari tahu tentang masa lalu Yuda. Seseorang yang memiliki fantasi seks nyleneh, biasanya dipicu oleh masa lalu. Karena orang normal tidak mungkin menyakiti pasangannya untuk mencapai puncak kepuasan."Aku belum mengerti, Rena! Maksudmu, tentang pacar Yuda sebelum bertemu denganmu?" Renata terdiam karena bimbang. Tidak mungkin dia menceritakan aib suaminya. Lantas, wanita itu menggigit bibir gugup.Di sampingnya, Darren terkekeh pelan. Sebelah alisnya terangkat, melihat sikap aneh Renata. Darren semakin yakin, kalau rumah tangga Renata dan Yuda tidak baik-baik saja."Yuda tidak selingkuh, kan?" canda Darren karena Renata masih diam. "Ha ha ha, aku cuma becanda, Rena!
"Rena, apa yang kamu bicarakan?""Kenapa kamu selalu kasar dan tidak ingin punya anak? Beri tahu aku alasan yang bisa kuterima!"Pertanyaan di luar perkiraan itu, sukses membuat Yuda termangu. Tatapannya berubah sendu, tetapi menyimpan teka teki. "Apa kamu tidak ingin cerita sesuatu, Mas? Mungkin kita butuh ke dokter! Aku yakin, kamu bisa berubah, Mas!"Tatapan sendu Yuda berubah tajam. "Tidak! Apa kamu pikir aku gila?"Yuda melengos, menghindari tatapan Renata. Dia enggan mengungkit masa lalu dan tidak tertarik membahasnya. Terdengar dengusan kecewa dari bibir mungil Renata. Jika Yuda sudah berkata begitu, apa yang diharapkan? Seumur hidup, Renata harus pasrah menerima siksaan."Baiklah, aku tidak memaksamu, Mas!" Renata memunggungi Yuda, lalu menggigit jari menahan luapan sedih."Apa kamu tidak mau menerima kekuranganku, Rena? Bukannya pernikahan itu harus saling menerima kekurangan pasangan?"Ucapan tanpa rasa bersalah itu, seolah menegaskan, Renata harus siap menanggung siksa seu
Renata langsung menatap Darren yang mengulurkan handphone padanya. Namun, tatapan Yuda justru tertuju ke lengan atas kemeja putih Darren."Ini ponselmu!" Darren mengulurkan handphone Renata.Dengan gerakan kaku, Renata menerima benda pipih itu. "Terima kasih, Mas!" "Tidak apa-apa. Hei, Bro!" Darren langsung menyapa Yuda. Namun, Yuda masih menatapnya datar. "Kenapa handphone Rena ada sama kamu?" selidiknya.Renata langsung menggigit bibir takut. Dia tidak berani menatap Yuda maupun Darren. Darren tersenyum sekilas, sambil mengusap tengkuknya."Oh, tadi kami berpapasan di depan toilet. Sepertinya, Rena buru-buru, sampai handphonenya jatuh!"Mata Yuda menyipit semakin curiga. Lalu, pandangannya kembali berhenti pada lengan atas Darren. Kemeja putih itu ternoda lipstick. Darren menunduk mengikuti arah pandangan Yuda. Dia baru menyadarinya, lalu menatap sekilas pada Renata yang masih mematung.Darren menelan ludah. Ternyata, pelukan tidak disengaja tadi meninggalkan bekas di sana. Senyum
"Apa kamu dengar, Rena?" Yuda memastikan, karena Renata tidak kunjung menjawab.Renata hanya mengangguk. "Iya, Mas. Maaf!"Yuda menarik jemari tangan Renata ke dalam genggaman. Sebelah tangannya memegang setir. Renata hanya diam, tidak ingin melanjutkan pembicaraan. Bahkan, sampai di rumah, mereka tidak lagi membahas perihal Darren. Sebenarnya, Renata keberatan dengan sikap over Yuda. Namun, menjelaskan pada laki-laki itu, sama saja mengundang perbuatan kasar Yuda.Entah apa yang ada di benak Yuda. Setiap kali istrinya diperhatikan laki-laki lain, dia selalu menunjukkan sikap posesif. Bahkan, rasa tidak suka Yuda dibawa dalam setiap hubungan intim. Selalu saja ada alasan Yuda untuk menyakiti Renata di saat seharusnya romantis itu. Berulang kali, Renata menarik napas lelah. Dia meraba dadanya yang masih tampak jelas bekas tanda kepemilikan Yuda.Tangan Renata bergerak pelan, dan berhenti di perut. Matanya terpejam, ketika ingat penolakan Yuda atas kehadiran anak. Setidaknya untuk saa
Ucapan tanpa beban itu meluncur dari bibir Yuda. Renata segera mengusap air matanya. Tidak ingin terlihat semakin menyedihkan dan dianggap cengeng.Meskipun faktanya, ucapan Yuda sangat menyakitkan. Perihal anak suatu hal yang sangat sensitif. Berulang kali, mertuanya bertanya tentang kehamilan. Renata yang menanggung beban dari berondongan pertanyaan. Yuda tidak peduli sama sekali.Bahkan, dia menanggapinya dengan sangat santai. Hal sepele. Selanjutnya, Renata dan Yuda menyelesaikan mandi dalam diam. Rutinitas pagi Renata menyiapkan semua keperluan Yuda. Setelah Yuda berangkat ke kantor, Renata bergegas ke sekolah. Sebenarnya, Yuda melarang Renata bekerja. Gaji sebagai guru SD tidaklah banyak. Lagi pula, Yuda sudah mencukupi semua kebutuhan Renata. Namun, Renata tidak betah berdiam diri di rumah. Bukan gaji yang Renata cari. Namun, panggilan hati mengajar sudah tertanam sejak masih kuliah.[Kamu harus siap-siap, Sayang! Sebentar lagi aku pulang dan kita ke butik. Nanti malam aku ad
Suara tangisan lirih di balik selimut berwarna krem itu, mengganggu Yuda yang baru keluar dari kamar mandi. Diliriknya malas gundukan selimut di atas tempat tidur. Renata masih meringkuk di sana."Kenapa kamu tidak segera mandi, Rena? Sudah jam berapa ini?"Renata bergeming. Matanya terpejam sambil menggigit bibir menahan suara tangisan. Terdengar hembusan napas panjang dari bibir Yuda, suaminya.Tidak ada jawaban, Yuda duduk di tepi tempat tidur. Tangannya bergerak ragu, mengusap kepala Renata. Belaian itu justru mengguncang bahu Renata. Tangis yang ditahan justru pecah.Yuda melengos, lalu kembali menarik napas. "Apa kamu menyesal sudah melayaniku?" tanyanya sambil menatap Renata. "Bukankah itu menjadi tugasmu sebagai seorang istri, hm?" lanjut Yuda tanpa peduli perasaan Renata.Tidak ada penyesalan sedikit pun di hati Yuda. Begitu pula dengan Renata. Dia ikhlas lahir batin melayani suaminya. Meskipun selama berhubungan intim, Renata tidak pernah mendapat kepuasan batin.Bukan apa-a












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen