Share

07. Enggan

Kamu tahu rasanya terjebak di antara cerita cinta masa lalu?

Sesek, nggak enak, kayak di bus penuh orang dan kamu ada di tengah lagi desak-desakan.

🍃🍃🍃

NIAT bertemu klien dan mengambil motornya dari bengkel sirna sudah begitu Galih meminta Agus mengerjakan tugas lain di kantor. Dara pun keberatan menemui klien sendirian, karena selain sedang tidak bawa kendaraan, klien yang satu ini juga agak ... menjengkelkan.

"Apa kamu mau berangkat menemui klien dengan saya?" tawar Galih tiba-tiba.

Ragu-ragu, Dara menatap Agus yang menganggukkan kepala. "Daripada lo sendirian ketemu mereka, mending sama Pak Bos, biar ada yang ngelindungin lo kalau sampai terjadi apa-apa," kata Agus pelan.

Dara pun menganggukkan kepala menatap Galih. "Baik, Pak."

"Kalian janji temu di mana dan jam berapa?"

Dara menyebutkan waktu dan tempat mereka bertemu dengan klien, sebelum pamit dari sana. Dia tetap harus naik taksi, karena ia tidak mungkin meminta numpang ke mobil Galih atau mobil Felicia setelah peristiwa tadi pagi.

"Tapi, kalau dipikir-pikir lo emang apes banget hari ini. Mau ketemu klien mesum dan pakaian lo malah kayak gitu," Agus melirik pakaian Dara secara terang-terangan. "Apa lo nggak mau pulang dulu, Ra? Gue pinjemin motor, deh, biar lo bisa balik dulu."

"Andai aja gue bisa pakai motor gede lo, Gus. Gue pasti langsung pulang tanpa babibu lagi. Masalahnya kan lo tahu, kalau gue nggak bisa naik moge."

Dara menunjukkan ekspresi muram. Dia pernah mencoba naik motor gede dan ia malu sendiri karena selain kakinya yang tidak sampai, dia pun kebingungan saat mau menyalakan mesinnya.

Agus hanya tertawa pelan mengingat peristiwa beberapa bulan silam saat ia berniat meminjamkan motornya pada Dara, tapi perempuan itu tidak bisa memakainya. Setiap kali ingat peristiwa itu, Dira, Farhan, bahkan dirinya kerap menggoda Dara.

"Oke, gue mau-mau aja nganterin, tapi gue yakin si Bos nggak akan setuju." Agus tersenyum kecut, dia bahkan curiga Galih sengaja melakukannya untuk menjauhkannya dari Dara siang ini.

Memang bos sialan yang suka seenaknya sekali, umpatnya dalam hati.

"Yang sabar, ya, doain gue bisa pulang baik-baik aja," pamit Dara yang kini mengambil tasnya.

Agus mendelik. "Lo harus balik baik-baik aja, Ra. Kalau lo nggak balik dengan selamat, gue mutilasi itu si Bos nggak guna."

"Dih, gayaan lo ngomong gitu!" Dira tiba-tiba melongokkan kepala sambil menatap Agus mencemooh. "Emang lo berdua nggak jadi berangkat bareng?"

"Kagak, si Bos mau berangkat sama Dara," jelas Agus dengan nada ngajak ribut.

"Ceh, malah dijadiin kesempatan buat modus!" cemooh Dira.

Dara mendengkus. "Nggak gitu juga kali, gue berangkat ke sana naik taksi. Apalagi ntar baliknya gue mau ke bengkel dulu buat ambil motor, mana bisa gue tiba-tiba minta semobil sama si Bos?"

"Dara, berangkatnya sama saya, ya!"

"Hah?!" Dara menoleh, dia mendapati Galih sedang berjalan ke arahnya.

"Lokasinya saya tahu, tapi saya lupa di mana jalannya. Dan kebetulan hari ini saya bawa mobil sendiri. Jadi, bisakah kamu menunjukkan jalannya pada saya?"

"Bisa, Pak." Walau dalam hatinya Dara menggerutu, Kalau nggak tahu jalan kan bisa buka g****e maps. Kenapa juga harus gue yang nunjukin jalannya, sih?

Lalu ia tersentak saat menyadari sesuatu yang menurutnya janggal. Kemarin, dia melihat Galih dan Felicia satu mobil, pulang bareng, lalu kenapa hari ini Galih bawa mobil sendiri?

Kalau begitu yang tadi pagi ... bukan Galih pelakunya, tapi benar si Felicia yang mencari gara-gara dengannya.

***

Dara bergonta-ganti posisi duduknya sejak tadi. Terlihat sekali kalau dia sedang tidak nyaman saat ini. Bukan hanya perkara Galih yang kini berada di sebelahnya dan membuat dadanya terasa ngilu akibat dentum jantung yang bertalu-talu. Juga karena klien yang akan mereka temui sebentar lagi.

Dara mendesah kasar. Kepalanya berpaling ke arah jendela, mencoba membuang tatapannya untuk menghadap jalanan daripada menatap Galih dan membuatnya semakin tidak nyaman lagi.

"Lampu merah di depan, kita belok ke mana?" tanya Galih tiba-tiba.

"Lurus saja, Pak," jawabnya tanpa memandang Galih sama sekali.

"Apa setidaknyaman itu kamu dengan saya, sampai menatap saya pun enggan? Takut baper?"

Dara merasa jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa detik. Kepalanya langsung menatap Galih yang juga tengah menatapnya penuh arti.

"Kenapa Bapak bilang begitu? Saya tidak mau menatap wajah Bapak, bukan berarti saya takut hanyut perasaan ke Bapak. Saya memang sedang merasa kurang nyaman."

"Kurang nyaman kenapa? Apa karena kehadiran saya?" Galih menatap Dara lurus-lurus, nada suaranya tenang, penuh percaya diri, tapi Dara tidak mungkin diam saja dan mengiyakan semua kalimat itu, kan?

"Bukan karena Bapak, tapi karena klien kita nanti." Dara mengembuskan napas kasar. "Bapak akan melihatnya sendiri sebentar lagi."

Dara bisa melihat Galih mengernyitkan dahi sekilas, sebelum kembali fokus menatap jalanan. Sedang Dara kembali mengatur napasnya dan degup jantungnya yang tak keruan,

Galih benar, dia memang tidak nyaman berada di posisi ini. Walau memang benar bos dan bawahan kerap pergi bersama untuk menemui klien berdua, tapi di luar status itu mereka pernah memiliki hubungan lain yakni sebagai pasangan kekasih.

Dan kini, Dara juga tahu kalau si Bos sudah punya perempuan lain. Felicia ... sosok yang benar-benar tidak Dara harapkan keberadaannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status