Share

06. Kejadian

"Gue lagi mikir, ini hari apa, sih, sampai gue bisa sial banget seharian ini?"

🍃🍃🍃

APES itu nasib.

Dara tahu, tapi dia benar-benar lagi apes hari ini. Bagaimana tidak? Berangkat kerja tiba-tiba motor mati di jalan, tidak bisa menyala. Dapat tumpangan gratis, tapi akhirnya dia harus terjebak macet dan lari-larian sampai tempat kerja.

Berhenti sejenak di dekat pagar kantor, niatnya mengambil napas sejenak sebelum masuk bangunan, tapi mobil Felicia lewat untuk menghancurkan kubangan air lumpur dari lubang jalan dekat pagar yang langsung mengguyur tubuhnya.

Bak tikus kecemplung got, Dara harus menerima keadaannya dengan lapang dada. Untung malaikat baik hati masih sedikit berpihak padanya saat dia masuk kantor dan langsung bertemu Dira.

"Ya ampun, Ra, lo kenapa bisa jadi kayak gini?!" tanyanya terdengar panik. Dira mendekati Dara, melihat kondisi temannya yang mengenaskan. "Gue kayaknya bawa baju ganti di mobil, lo ke toilet dulu, deh, gue ambilin bajunya bentar!"

Dara mengangguk dan menggumam, "Terima kasih!"

"Lo abis nyebur di mana, Ra?" tanya Agus yang kini terlihat memperhatikan Dara dengan lekat.

Farhan yang baru muncul langsung menutupi mata Agus dengan kedua tangannya. "Mesum boleh, tapi jangan ke temen sendiri, nggak baik." Farhan menatap Dara dengan tampang serius. "Lo ngenes banget."

Dara hanya mengangguk. "Gara-gara mobil Felicia lewat, sengaja banget mau mandiin gue pakai kubangan air di depan pagar." Dara berdecak kesal. "Itu lubang kapan diperbaiki, sih, gue nggak mau kayak gini lagi buat dua kali!"

Agus mengenyahkan tangan Farhan dari matanya. "Felicia yang anak marketing itu? Lo aslinya punya masalah apa, sih, sama dia? Nggak ada abis-abisnya dia ngusik hidup lo perasaan?"

"Mana gue tahu, ngomong sama dia aja kagak pernah. Kenal juga karena Bang Farhan yang ngasih tahu namanya dulu." Dara cemberut.

Dira muncul dan langsung menyodorkan blus putih yang cukup akrab dalam ingatan Dara. "Ganti dulu, deh, walaupun gue pengin banget dengerin cerita lo, tapi nanti aja pas lo udah cantik lagi. Gue juga bawa make up di tas, lo bisa pakai abis mandi nanti."

"Makasih banget, Ra. Lo emang dewi penyelamat gue pagi ini, thank you so much!"

Dara melesat menuju toilet yang ada di ruangan itu dan lekas mandi, serta mengganti pakaiannya dengan baju Dira yang lebih kecil dari ukuran tubuhnya. Alhasil, baju itu tampak begitu ketat di badan, terutama bagian dadanya.

Dara mendesah kasar. Dia harus menerima apa adanya, karena dia tidak mungkin mengenakan pakaian kotor itu untuk bertemu klien nanti siang. Selain tidak sopan, juga tidak sedap dipandang.

Dara keluar dari toilet dan melihat tiga temannya sedang menanti kedatangannya.

"Gue tahu kalau baju gue pasti bakal kekecilan buat lo," komentar Dira begitu melihatnya.

Dara mengangguk. "Seenggaknya ini lebih baik daripada nggak ada sama sekali, kan?"

"Izin balik aja, deh, Ra, ambil baju ganti dari rumah. Lo tega banget bikin pikiran gue melayang-layang seharian ini ntar!" komentar Agus sambil memegangi hidungnya, semoga dia tidak sampai mimisan yang langsung dapat hadiah timpukan dari Farhan.

"Maunya sih langsung balik, tapi motor gue nginep di bengkel, tadi mati di jalan." Dara mendesah kasar. "Ntar siang, anterin ke bengkel, ya, Gus? Nggak jauh dari sini kok tempatnya." Dara menatap Agus dengan wajah memohon.

"Oke, nanti siang abis ketemu klien gue anterin lo ke bengkel. Terus lo tadi ke sininya sama siapa?"

"Sama abang montir yang mau nganterin, tapi gue lari dari lampu merah ke sini, karena kejebak macet cukup panjang."

Dira mendengkus. "Pantes aja, tuh, nenek lampir bisa mandiin lo pakai air lumpur!"

Dara yakin, Dira sudah mendengar sedikit penggalan ceritanya dari teman-temannya. Dia pun hanya mengangguk dan sadar, kalau mungkin dia juga yang salah karena berhenti di dekat kubangan air di atas aspal jalan.

"Lain kali, kalau dia sampai bikin lo kayak gitu lagi, gue nggak akan ragu cari gara-gara sama dia! Mau anak kesayangan divisi marketing kek atau apa, kek, kelakuan dia terlalu nyebelin banget ke lo!" serunya berapi-api.

"Ada apa ini?" Sebuah pertanyaan itu membuat keempatnya menoleh.

Galih menatap stafnya dengan wajah datar, dahinya mengernyit saat melihat pakaian Dara yang begitu mengetat di bagian dadanya. "Kamu lupa pakai baju adik kamu waktu berangkat kerja, Ra? Saya rasa ukuran baju kami harusnya lebih besar dari itu."

Dara mendengkus pelan. "Iya, Pak, tadi saya dapat sedikit musibah jadi harus pakai baju ini. Maaf, kalau ukurannya lebih kecil dari seharusnya."

"Lupakan." Galih menatap stafnya yang lain, yang kini sedang menatapnya takjub. "Apakah ada yang salah dengan penampilan saya?"

Dira cepat-cepat menggelengkan kepala. "Nggak, Pak, cuma kelihatan lebih normal aja daripada kemarin!"

Walaupun mengernyitkan dahi, Galih mengabaikan pendapat Dira soal dirinya. Dia kembali menatap Dara sekali lagi, sebelum pamit ke ruangannya.

"Lo ngapa nggak sekalian bilang aja kalau si Felicia itu yang bikin gara-gara sama lo, sih?" tuntut Dira tampak tidak terima.

"Gue setuju, sih, Ra. Biar si Felicia ditegur juga sama bos, karena kelakuannya yang nggak pernah beres ke lo selama ini," tambah Farhan.

Dara mendesah kasar. "Gue maunya juga gitu."

"Terus kenapa enggak bilang aja tadi? Dia kelihatan masih perhatian sama lo juga, kan?" Walau dengan nada judes karena cemburu, tapi Agus juga setuju akan ide Dira tentang si Felicia.

"Gue emang bilang mobil Felicia, tapi gue nggak yakin Felicia yang nyetir. Kemarin, waktu pulang, gue lihat Pak bos naik mobil Felicia. Mereka pulang bareng setelah cipika-cipiki, ya ... kan, bisa aja."

Dara melirik ke arah pintu ruangan si bos, dan dia terkesiap saat menemukan Galih masih berdiri di sana, menyimak dengan wajah penuh tanda tanya terpampang di wajah tampannya.

Tatapan keduanya bertemu. Galih lekas membuang muka dan dia masuk ke ruangannya.

"Astaga, kenapa gue malah ngomong seenaknya di depan dia, sih?" Dara mengacak-acak rambutnya yang masih sedikit basah, karena acara mandi dadakannya tadi.

"Kenapa, Ra?" tanya Dira tidak mengerti.

"Bos dari tadi masih dengerin." Dara menatap Farhan yang kini menatapnya nelangsa.

"Ini hari apa, ya? Kayaknya si Dara lagi ketiban sial banget. Bisa ditandain, nih, kali aja tahun depan dia mau jaga-jaga biar nggak kebanyakan sial lagi."

Agus mendengkus. "Kalau tahun depan dia udah mau nikah sama gue, sialnya pasti udah ilang, Han. Gue jamin, deh, dia nggak akan sial lagi selama udah jadi bini gue!"

"Gas terus aja, Gus! Gas, jangan kasih kendor! Sayang Dara nggak mau ngurusin soal cinta lo, Gus!" kompor Dira yang tidak habis pikir dengan pola pikir satu teman prianya yang jelas-jelas bucin setengah mampus sama Dara.

Dara hanya nyengir tidak berdosa dan Agus berakhir menertawakan dirinya sendiri. Sudah berulang kali melemparkan kode, modus, rayuan, tapi tak satu pun ditanggapi, karena Dara hanya mau berteman dengannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status