APA yang sebenarnya sedang terjadi sekarang?Beberapa saat lalu, Galih mengintimidasinya, lalu entah kenapa tiba-tiba saja dia menciumnya. Sebuah ciuman yang sanggup membuat Dara syok hingga jatuh pingsan, karena hal seperti itu tak seharusnya mereka lakukan.Lalu saat Dara membuka mata, Galih yang sebelumnya tampak sibuk di meja kerjanya tiba-tiba saja bangkit dan menghampirinya. Pria itu bertanya dengan nada lembut dipenuhi perhatian yang sanggup membuat Dara nostalgia.Dara berpikir dia sedang bermimpi. Dia bahkan hampir saja terbuai. Namun ketika pintu ruangan diketuk dari luar, lalu sosok Farhan yang memasuki ruangan, Dara sadar jika semua itu bukanlah ilusi.Pipinya sontak saja memerah. Terlebih saat Farhan menatapnya dengan tatapan menggoda yang membuat Dara ingin mengubur dirinya jauh di dalam tanah. Dara memalingkan wajah, menyimak dalam diam percakapan Farhan dengan Galih sebelum suara pintu tertangkap oleh indra pendengarannya.Galih memegang tangannya, kemudian menarik tan
UNTUK orang-orang kantor, terutama mereka yang menjadi atasan Dara, nomor ponselnya bukan sebuah rahasia. Hanya perlu alasan biasa dan pihak kantor pasti memberikan nomor ponsel tanpa perlu izinnya.Namun alih-alih meminta langsung pada pihak kantor, Galih malah meminta langsung darinya. Apa yang pria itu mau sebenarnya?"Bakal lembur nih kayaknya, Ra?" Dira bertanya saat Dara masih berkutat dengan layar komputernya.Dara tersenyum masam. "Iya, terpaksa."Dara sebenarnya juga tidak mau lembur, tapi pekerjaan di mejanya terlalu banyak untuk ditinggalkan dan dilanjutkan besok. Terlebih minggu depan dia akan cuti, meninggalkan pekerjaannya begitu saja jelas akan mempersulit izin yang bakal dia perlukan nanti.Izin ya ... apa Galih mau memberinya izin itu?"Omong-omong, lo udah dapat izin dari Pak Bos belum?" Dira bertanya dengan raut wajah penasaran.Jelas saja, Dara berada di ruangan Galih terlalu lama tadi. Itu berarti mereka berdebat cukup lama di sana. Kalau Dara belum juga mendapat
DARA yakin pesan ini memang berasal dari bosnya, karena hanya Galih yang masih memiliki urusan dengannya. Pembahasan mereka siang tadi masih belum mendapat hasil yang jelas. Dara harus bicara sekali lagi dengannya, tapi tidak harus sekarang juga. Mereka masih bisa melakukannya besok.Dara melirik jam kantor yang sudah menunjuk angka enam. Galih harusnya sudah mau meninggalkan kantor sebentar lagi, karena pria itu terbiasa pulang paling akhir untuk memeriksa sisa-sisa pekerjaan bawahannya yang mungkin saja terlupa. Sedangkan pekerjaan Dara sendiri sebentar lagi selesai, mungkin masih satu jam lagi.Dara meringis pelan. Bagaimana dia bisa pulang duluan, kalau pekerjaannya saja masih banyak. Bukankah pesan Galih ini seperti sedang mengejeknya saja?Dara : Memangnya Bapak tidak mau pulang?Dara tidak berharap akan mendapat balasan cepat dari seorang Galih yang selalu terlihat super sibuk itu. Namun, nyatanya balasan itu datang lebih cepat dari dugaannya.Galih : Kenapa kesannya kamu seper
"BAGAIMANA kabarmu selama sembilan tahun terakhir?" Galih terpaksa harus mulai membuka obrolan karena suasana menjadi canggung saat keduanya sedang makan."Bisa dibilang cukup baik." Dara menjawabnya dengan jujur.Tidak ada hidup yang terus berjalan dengan terlalu baik. Pasti ada masalah-masalah kecil yang mengganggu siapa pun setiap harinya. Terlebih sudah sembilan tahun berlalu, tentu saja Dara pernah mengalami asam dan pahitnya kehidupan yang dia jalani hingga dia nyaris menyerah pada hidupnya."Bagaimana denganmu?" Dara balik bertanya. Selain tidak sopan jika tidak bertanya balik juga karena dia sadar, Galih sedang berusaha memecah canggung di antara mereka.Setelah sekian lama. Setelah perpisahan yang cukup menyakiti hati keduanya. Mereka kembali dipertemukan dan akhirnya bisa bicara dengan suasana hati yang lebih tenang."Awalnya memang buruk, tapi aku mencoba menjalani hidup dengan sebaik mungkin." Galih tersenyum tipis. Dia teringat hidupnya selama sembilan tahun terakhir dan
PONSEL Dara tiba-tiba saja berbunyi. Nama adiknya yang tertera di layar tanpa sadar membuatnya menoleh ke arah Galih.Galih mengernyitkan dahi. "Siapa?" tanyanya, raut wajahnya terlihat kusut layaknya dia tidak menyukai panggilan dari siapa pun itu.Dalam hatinya Galih membatin, andai pelakunya Gilang, sepupunya sendiri. Galih akan merampas ponsel itu dan memakinya habis-habisan saat itu juga. Dia tidak peduli lagi pada hubungan saudara mereka, yang jelas dia harus memaki Gilang si bajingan itu sekarang.Dara yang melihat ekspresi Galih pun memilih memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas seraya menjawab, "Adikku."Galih mengerjap. Dia tidak tahu itu, karena Dara tidak pernah mengatakannya dulu. "Kamu punya adik?"Kalau dipikir-pikir lagi, selama tiga tahun pacaran, mereka hanya menghabiskan waktu berduaan di perpustakaan untuk belajar mati-matian. Tentu saja itu berlaku hanya untuk Dara, karena Galih sudah terlalu pintar di usia remajanya.Dara menganggukkan kepala. "Aku punya satu.
"AKU mau kita putus!" kata seorang gadis berambut lurus panjang yang melewati bahu pada sosok laki-laki yang kini hanya bisa membatu. Beberapa helai rambutnya ditiup angin hingga menutupi sebagian wajah cantiknya."Kenapa?" balas laki-laki itu setelah mendapatkan kembali kesadarannya. Tangannya terulur merapikan helai-helai rambut di wajah kekasihnya. Dia terlihat tenang, tidak seperti beberapa saat ketika mendengar kalimat yang keluar dari mulut kekasihnya. "Aku nggak bisa LDR-an sama kamu." Gadis itu menggeleng kuat-kuat. "Aku nggak bisa, Ji. Aku nggak bisa jauh-jauh dari kamu. Aku nggak akan bisa menahan rindu selama itu." Tangan laki-laki itu berhenti bergerak. "Kenapa kamu baru mengatakannya sekarang?" Laki-laki itu menelan ludahnya susah payah. "Aku sudah memberitahumu sejak dua bulan yang lalu. Kamu bisa melarangku pergi sejak saat itu, tapi kenapa baru hari ini kamu mengatakannya, Dara?" Dara menggelengkan kepala. "Aku nggak tahu, Ji. Awalnya, aku pikir kita bisa menjalaniny
"Katanya, kalau jodoh nggak ke mana."🍃🍃🍃PAGI-PAGI sekali, Dira sudah membawa beberapa cup kopi ke setiap kubikel yang seruangan dengannya. Terutama, sebuah kopi susu dengan rasa amat manis khusus untuk Dara—yang katanya, kembaran beda ayah dan ibu dengannya.Dara jelas tahu diri untuk tidak menyamakan dirinya dengan Dira, karena fisik mereka jauh berbeda. Andara Prameswari hanyalah gadis yang tingginya menyamping dengan kulit kuning langsat, jarang merawat diri dengan baik hingga jerawat rajin absen setiap bulan. Mungkin, satu-satunya hal yang bisa ia banggakan dari fisiknya hanyalah dua buah menggantung di depan dadanya.Beda dengan Dira, Andira Pratiwi, walau ukuran payudaranya tidaklah besar, tapi dia memiliki tinggi semampai, bertubuh langsing, dengan rambut lurus panjang sepunggung, senyuman maut, tak lupa kulit putih bersih tanpa jerawat yang selalu membuat Dara iri bukan main padanya.Bak langit dan bumi, keduanya jauh berbeda. Hanya nama yang hampir mirip dan seluruh rekan
Kenapa di dunia ini harus ada nama yang sama?Kenapa pula ada nama yang serupa?Apakah dunia memang sempit sampai semuanya berjumpa?🍃🍃🍃APA benar Galih dan Aji mantan kekasihnya adalah orang yang sama?Dara merenung begitu Pak Adnan membawa bos barunya pergi untuk berkeliling ke divisi lain. Teman-temannya sudah kembali ke kubikel masing-masing. Namun, Dara belum beranjak sama sekali. Dia masih berdiri diam dengan kepala menunduk menatap lantai kantor yang menerbangkan pikirannya kembali ke ingatannya sembilan tahun silam.Aji, mantan kekasihnya, memang tampan, tapi hanya itu kelebihannya. Tubuhnya tinggi, kurus kerempeng tanpa daging, dan kulitnya cenderung cokelat kehitaman. Aji dalam ingatannya terlihat layaknya anak laki-laki dekil dan menyedihkan.Aji memang terkenal pintar, dia juga berasal dari keluarga kaya, walau tidak pernah mengatakannya pada siapa pun selain Dara—karena Dara pernah dibawa pulang untuk dikenalkan pada ayah dan ibunya setelah mereka resmi pacaran.Penampi