Home / Romansa / Dendam yang Tak Terlupakan / Bab 7. Lelang Lukisan

Share

Bab 7. Lelang Lukisan

Author: Nana
last update Last Updated: 2025-09-04 22:32:17
"Galeri Cendrawasih," bisik Mela sambil menghela napas panjang, merapikan blazer hitamnya, dan melangkah masuk dengan tegap. .

Tujuan Mela hari ini bukan sekadar menghadiri lelang, melainkan untuk mencari kebenaran tentang perusahaan milik mendiang ayahnya. Ia tidak hanya menunggu konfirmasi dari pengacara mendiang ayahnya. Ia harus bergerak cepat dan membuktikan firasatnya bahwa pamannya telah memalsukan dokumen utang untuk mengambil alih perusahaan itu. Mela ingin menemukan bukti yang tak terbantahkan untuk membuktikan kebenaran dan mengembalikan haknya. Ia berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa membalikkan keadaan dan memberikan keadilan bagi sang ayah. Dengan tekad yang kuat, Mela siap menghadapi apa pun yang akan terjadi demi mencapai tujuannya.

Mela pun langsung masuk ke dalam galeri. Suasana lelang terasa ramai dan teratur. Para kolektor dan penikmat seni berbisik-bisik sambil menatap katalog lelang. Mata Mela mencari-cari kesana kemari. Tak lama kemudian, matanya menangk
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 24. Kecurigaan Jevan

    "Apakah kamu bisa melaporkan kegiatan Mela?" Pertanyaan itu ditujukan kepada salah satu pengawal kepercayaan milik Jevan. Jevan sengaja menyewa khusus pria itu untuk mengawasi Mela secara rahasia. Pria itu memiliki tubuh yang besar. Bahunya yang lebar dan padat tersembunyi di balik setelan hitamnya yang dipotong rapi. Hal ini justru membuat otot-ototnya semakin terlihat menonjol. Wajahnya keras yang ditandai dengan rahang kotak yang tegas dan mata sipit yang selalu waspada. "Jawab pertanyaanku!" perintah Jevan lagi dengan nada lebih tinggi. Ia sama sekali tidak suka dengan kebisuan pengawalnya yang berlarut-larut. Keheningan itu hanya menambah kecemasan Jevan tentang apa yang sedang dilakukan Mela. Ia butuh laporan segera. Kemudian pengawal itu langsung berdiri kaku dengan ekspresi seriusnya yang kini terlihat sedikit gelisah. Ia jelas merasa tertekan karena gagal dalam tugas yang seharusnya mudah. "Nyonya sulit sekali untuk kita buntuti, Tuan!" ucap pengawal itu dengan nada me

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 23. Kemarahan Javier

    "Dimana adik aku, si Hana?!" teriak Javier pada ayahnya. Suaranya meledak penuh amarah dan kecemasan di ruang kerja ayahnya yang mewah dan sunyi. Teriakan itu bukan hanya karena frustrasi, melainkan karena rasa panik yang nyata. Awalnya, Javier berencana akan mengajak Hana makan malam di restoran favorit Hana, sebuah tempat kecil dan tenang di sudut kota. Rencana ini sudah ia susun setelah ia seharian penuh berjuang membungkam para media, bernegosiasi, dan memberikan uang tutup mulut agar segera menghilangkan berita perselingkuhan Lisa dengannya. Namun, ia hanya menemukan tempat itu apartemen Hana kosong ketika ia pulang kesana untuk menjemput Hana makan malam. Pintu apartemen Hana tidak terkunci, lampu dapur masih menyala, tetapi Hana tidak ada. Tidak ada catatan yang ditinggal. Tiada pesan apapun. Hanya keheningan yang menyesakkan. Insting pertama Javier langsung menunjuk pada satu-satunya orang yang selalu mencoba mengendalikan setiap aspek kehidupan mereka berdua, yaitu ayahny

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 22. Mela dan Paman Djewo

    "Paman!" Djewo membalikkan badannya dengan gerakan lambat dan penuh perhitungan. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak terkejut. Ia sudah menduga Mela akan datang. Perempuan itu ada di pemakaman Haris dan berdiri tak jauh dari makam yang masih baru. Seolah-olah kehadiran Mela sudah Djewo prediksi sebagai bagian dari skenario yang lebih besar yang sudah ia susun di kepalanya. Djewo memang sudah menantikan Mela menghampirinya. Wajah Djewo yang keras terlihat tenang dan bahkan ia sempat melayangkan senyum mencibir yang meremehkan. Ia mengenakan setelan jas abu-abu mahal yang kontras total dengan suasana duka dan tanah yang basah. Pilihan pakaiannya yang mencolok adalah disengaja seolah-olah ia ingin menampilkan aura kekuasaan yang tak tergoyahkan bahkan di tempat peristirahatan terakhir. Di hadapan kematian, Djewo tetap ingin menjadi yang paling dominan. Djewo melangkah mendekat. "Keponakan Paman ini datang," ujar Djewo dengan nada suaranya yang terdengar seperti seo

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 21. Rencana Lisa yang Gagal

    "Malam ini akan berakhir menarik," Lisa menatap bayangannya di cermin. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia sudah siap. Sorot matanya yang tajam memancarkan tekad yang kuat. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa setiap detail telah sempurna. "Aku yakin bahwa aku sempurna," bisik Lisa sambil menghembuskan napas perlahan. Lisa mengenakan gaun malam berwarna emerald green yang mewah dan terbuat dari satin tebal. Gaun itu memeluk lekuk tubuhnya dengan elegan dan presisi. Meskipun memamerkan sosoknya, gaun tersebut tetap berhasil menonjolkan profesionalisme yang menggoda dan berkelas. Potongan A-line yang panjang mengalir hingga ke lantai dan memberikan ilusi ketinggian dan gerakan yang anggun. Seluruh penampilannya memancarkan aura berkelas dan mahal, sebuah statement visual yang sengaja ia kirimkan kepada Jevan. "Hanya orang bodoh yang tidak tergoda denganku," ucap Lisa pelan sambil memperhatikan make up wajahnya. Make up yang Lisa gunakan pun tebal. Ia memasang bulu mata pal

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 20. Darah

    "Apakah kamu atau ayahmu adalah dalang dibalik kematian Haris Haris itu?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Damar. Nada suaranya tidak lagi terdengar bujukan manis atau rayuan konyol, tetapi ketegasan yang dingin dan penuh kecurigaan. Damar menoleh ke belakang, ke arah istrinya. Damar menunggu balasan Lisa yang sibuk memakai masker wajah di depan meja rias mewah mereka. Lisa tampak santai seolah pembunuhan Haris hanyalah berita gosip murahan di kantor mereka. "Kenapa kau bertanya begitu, sayang?" jawab Lisa. Suaranya Lisa sedikit teredam oleh lapisan masker wajah lumpur yang tebal. Ia tidak menoleh dan fokusnya hanya pada kehalusan kulitnya. Lisa tampak benar-benar tidak terganggu, sibuk merapikan lapisan masker di sekitar pelipisnya. Bagi Lisa, pertanyaan tentang pembunuhan itu sama pentingnya dengan selembar tisu kotor di lantai kamar mandi kantor. "Aku melihat wajah Javier kesal tadi di kantor," ucap Damar sambil berjalan mendekat ke arah Lisa. Langkahnya tenang, tapi terasa

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 19. Salah Langkah

    "Ta da! Apakah kamu suka?" Suara Damar terdengar ceria sampai nyaris kekanak-kanakan sehingga memecah ketegangan yang masih menyelimuti ruang kerja Mela. Mela menaikkan sebelah alisnya setelah mendengar pertanyaan Damar yang baru saja menyajikan makan siang di atas meja kopi kecil di kantornya. Damar terlihat bangga berdiri di samping nampan yang penuh dengan hidangan. Ada kotak sushi premium dengan penataan yang artistik, sup miso hangat, dan bahkan sebotol kecil sake non-alkohol. "Saya tidak minum alkohol," tolak Mela dingin. Sorot matanya Mela tetap tajam dan menusuk. Ia memang sama sekali tidak berminat menyentuh makanan ataupun minuman yang dibawa Damar. Ide berbagi hidangan dengan pria yang mungkin terlibat dalam kematian Haris terasa menjijikkan. Mela tidak bergerak dari kursinya untuk menjaga jarak fisik dan emosional dari Damar. Damar hanya tersenyum tipis. Dirinya sama sekali tidak gentar dengan penolakan dingin Mela. Ekspresi tenang itu justru menunjukkan bahwa Dama

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status