Aku ke sekolah sedikit terlambat, ketika bel sekolah berbunyi aku baru sampai halaman sekolah. Aku setengah berlari menuju ke ruang kelas yang cukup jauh dari halaman, karena tergesa-gesa aku menabrak seseorang sehingga aku terjatuh dan terjerembab, hal itu cukup membuatku meringis kesakitan. "Woi, jalan pakai mata! Dasar cewek jelek!" Lawan tabrakan seorang anak lelaki kelas sebelah yang memiliki temperamen sombong dan sok kecakepan, setiap bertemu denganku dia akan selalu mengejekku dan membuatku sebagai bahan leluconnya, tapi aku tidak pernah menanggapinya. "Maaf, maaf ya aku gak sengaja," ujarku sambil berusaha bangkit, namun aku kesulitan karena tulang ekorku masih terasa sakit. "Gak sengaja kau bilang?" Aku tidak menyangka anak itu bangkit dan menjambak rambutku dengan kuat sehingga aku berteriak. "Vino! Lepaskan! Dia bilang tidak sengaja! Dia juga kesakitan jatuh tadi," seseorang memegang tangan Vino dan membuat anak itu melepas tangannya dari rambutku. "Kenapa kau bela-
"Tidak bisa! Ayo, aku antar!" kata anak itu dengan arogan, tangannya mengulur menjangkau tanganku."Dimas! Lepaskan!" Aku berteriak.Anak ini bukan sedikit gila, tapi memang benar-benar gila. Di mana etika dan sopan santunnya, jelas-jelas aku akan pergi dengan orang lain dia malah memaksaku."Sandi, kau berangkat sendiri. Aina biar bersamaku.""Aku tidak mau!"Aku menepis tangannya dan segera menarik tangan Sandi menuju angkot yang berhenti karena kuhentikan."Aina! Aina!"Tak kuhiraukan teriakan anak itu memanggil namaku seperti orang gila, ya dia memang benar-benar gila. Untung anak sekolah yang menunggu di pintu gerbang tinggal sedikit, kalau tidak kami akan menjadi tontonan yang memalukan, walaupun aku tidak menggoda Dimas sama sekali, tapi berita gosipnya tetap berkesimpulan, gadis jelek gak tahu malu, berani-beraninya menggoda Dimas, cowok paling kece seantero SMA 2, huh!Aku duduk bersebelahan dengan Sandi, anak itu dari tadi hanya diam saja tanpa mengeluarkan sepatah kata, se
"Lepaskan aku! Kalian berdamailah dulu, sudah itu aku baru mau berteman dengan kalian berdua lagi." Ketepis tangannya aku segera berlari menuruni tangga ke lantai satu.Di belakang kedua anak itu mengejarku dengan saling menyikut dan menjegal. Aku tidak peduli. Aku berlari menjauhi mereka hingga di gedung RRI, baru aku akan menyetop angkot dari sini."Nah! Akhirnya ketangkap juga kau, Pelacur kecil!"Aku terkejut, merespon dengan cepat situasi yang kualami. Ingin berlari namun tubuhku sudah dibekap dari belakang, lengan kekar dan berotot melingkar dileherku, sementara tangan satunya lagi membungkam mulutku dengan kuat. Bau nikotin dan alkohol tercium dari tubuh lelak ini. Aku mencoba memberontak sekuat tenaga, namun kekuatanku benar-benar tidak sebanding dengan lelaki yang belum kulihat wajahnya ini. Hanya mataku yang reflek membuka selebar-lebarnya.Dari arah depan empat orang laki-laki seram yang sangat kukenal tengah berjalan dengan arogan ke arahku, pria paling depan memakai jak
Lamat-lamat terdengar suara obrolan di dekatku, kesadaranku sudah pulih, namun mataku susah sekali untuk dibuka, mungkin efek obat tidur yang diberikan mbak Mawar."Mawar, kau segera pulanglah ke lokalisasi, kau sudah tiga hari di sini. Apa kau tidak ada tugas layanan?" Aku sangat familiar dengan suara ini, ini suara bang Rozak."Aku sedang haid, Bang. Durasi waktu haid-ku tujuh hari, ini baru empat hari masih ada tiga hari lagi. Biarlah aku di sini selama tiga hari lagi untuk menjaga anak itu," jawab mbak Mawar."Memangnya bos Samadin tidak keberatan? Kau kan wanita kesayangannya.""Dia tidak keberatan, daripada aku juga nganggur di sana."Otakku cepat merespon, apa maksud Meraka sekarang kami tidak berada di lokalisasi? Lantas di mana?"Kalian menculik Aina apa tidak takut dilaporkan polisi?" tanya mbak Mawar. "Siapa yang berani melaporkan? Kemarin Samadin mengancam teman cowok anak itu yang sok jagoan itu, Samadin bilang jika sampai mereka dan siapapun berani melaporkan ke polisi,
"Mbak, di mana tas sekolahku?" tanyaku dengan panik."Apa Ai? Tas sekolah?""Tas sekolahku, Mbak. Aku kemarin membawa tas sandang." Aku bangkit dan kebingungan.Mbak Mawar memeriksa beberapa tempat, bahkan dia keluar dari bilik dan kembali lagi dengan tangan kosong."Gak ada, Ai. Mereka bilang kau datang ke sini tidak membawa tas," ujar mbak Mawar."Aduh, Mbak. Ada barang penting di tas itu," ujarku sambil memijit pelipis yang tiba-tiba terasa penat.Kemudian tak berapa saat kami hanya terdiam dengan pikiran masing-masing hingga mbak Mawar memecahkan kebisuan."Ini sudah tiga hari, Ai. Sebaiknya kau bersihkan diri, mandi. Kau sudah tiga hari tidak mandi. Ada beberapa pakaian yang sudah disiapkan oleh Rozak tadi." Perkataan mbak Mawar membuatku terkejut dan takut.Mandi?Hal itulah yang aku takutkan, selesai mandi maka wajah asliku akan terlihat, mungkin bisa jadi aku akan menjadi rebutan kucing-kucing liar di tempat ini yang siap menjadi predator lapar. Aku bergidik ngeri, aku memang
Aku hampir memekik melihat adegan di depanku, dengan spontan aku kembali berlari ke kamar mandi. Jantungku berdebar menyaksikan adegan itu secara live, bagaimana pak tua itu tengah menindih tubuh mbak Mawar yang polos tanpa sehelai benangpun. Kuhidupkan kembali kran air dengan maksimal, kuambil seragam Pramuka yang sudah kotor dan bermaksud mencucinya. Namun di kamar mandi tidak kudapati sabun cuci baju, aku tidak kehilangan akal, kupakai saja sabun mandi untuk mencucinya. Aku mencuci dengan gerakan lambat, agar ketika selesai tidak lagi menyaksikan adegan porno seperti itu, tanganku bahkan gemetar ketika mengucek baju.Sungguh menjijikan sekali dunia pelacuran ini, mbak Mawar yang kunilai baik ternyata sebinal itu, ah kenapa aku lupa, dia kan memang seorang pelacur, itu adalah profesinya, tidak ada hubungannya dengan sifat baik seseorang.Setelah hampir satu jam di kamar mandi, aku memutuskan untuk membuka pintu dan mengintip, apakah mereka sudah selesai apa belum? Tenyata sudah se
"Ha? Sofian ... Sofian ... Cari perawan juga mbok ya yang kinclong dikit, gituloh. Kalau yang modelnya kayak gini, Yo mendingan aku toh, walau gak perawan tapi cantikan aku daripada dia," kata wanita yang dipanggil Dar itu dengan tatapan angkuh. Aku hanya diam saja menanggapi perkataan mereka, tatapan Dar itu terlihat sangat menghina padaku, wajahnya yang sudah begitu menor bertambah seram dengan tatapan matanya yang seperti kuntilanak. "Ya, bedalah perawan sama yang sudah sering dipakek, perawan itu masih seret, lubangnya masih sempit, masih menggigit," jawab wanita yang dipanggil Sum. "Perawan juga kalau gak punya pengalaman kayak ikan mati untuk apa? Lihatnya saja nggak bikin gairah, yang penting pelayanan yang agresif kalau mau cari pelanggan." "Saya sudah selesai, duluan ya, mbak-mbak," kataku sambil berlalu setelah selesai menjemur. "Woi, anak baru, siapa namamu?" tanya Dar dengan angkuh. "Saya Aina, mbak," jawabku dengan malas. "Mentang-mentang masih perawan gak usah bela
"Jadi menejer Herman yang mau beli keperawanan Aina, Bang?" tanya mbak Sum dengan semangat. "Kabarnya iya," jawab Sofian dengan acuh tak acuh. "Siapa menejer Herman itu?" Aku memberanikan diri bertanya. "Dia seorang menejer di perkebunan sawit, Ai. Dia dari Jakarta, istri dan anaknya juga tinggal di Jakarta, dia kadang pulang ke Jakarta tiga bulan sekali. Orangnya sering minum-minum ke sini, tapi dia gak mau berhubungan sex dengan sembarangan orang, takut kena penyakit, katanya. Makanya dia cari yang masih perawan. Tapi tahu sendiri kan, ketemu istri cuma tiga bulan sekali kadang sampai enam bulan sekali, lelaki mana yang tahan menahan hasrat, soal tarif dia gak masalah." Mbak Sum menceritakan panjang lebar tentang calon klienku itu. Dari cerita mbak Sum aku menyimpulkan, lelaki tidak bisa menahan hasrat, menejer Herman yang menjalin hubungan jarak jauh dengan istrinya tak mampu mempertahankan kesucian alat vitalnya, dia menganggap berhubungan dengan perawan akan merasa aman, bukan