Tentu saja aku tidak takut karena aku sudah tahu skenarionya. Semalam dia sengaja membuat alasan ingin mengunjungi Rima padahal sebenarnya dia sudah meletakkan dompet yang berisi uang Ibu senilai Rp2.000.000 di bawah kasur tempat tidur kami."Hmm, pria bodoh, dia tidak tahu bahwa kini aku tidak sebodoh dulu."Dia pikir aku dungu dengan mengajak ibunya untuk memeriksa rumahku. Aku tahu kak Yanto ingin mempermalukanku, dia tidak tahu bahwa aku sudah lebih dahulu mengatur langkah dibanding dirinya."Ayo kita ke rumahmu," ujarnya sambil menarik lenganku dengan kasar."Lepaskan, kau tidak perlu menyeretku, aku bukan binatang.""Tentu saja, tapi kau lebih licik dari siapa pun. Kau mencuri!""Jika tidak terbukti, apa yang akan kau lakukan?!" tantangku."Aku tidak takut untuk minta maaf bahkan bersujud di kakimu, tapi kau harus buktikan bahwa kau tidak salah.""Kakak tidak punya akal ya ... kakak tahu bahwa nenekku ada di sini, kakak sengaja mengintimidasi untuk membuatku malu di hadapan n
"Ibu ... Aku ingin bicara tapi sebelumnya ibu harus tenang dan mendengarkan semua pembicaraanku. Setidaknya beri aku kesempatan untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi baru Ibu berkomentar dan menghakimiku."Itu yang kukatakan ketika pada malam harinya aku pergi menemui ibu mertua untuk menyerahkan kembali uangnya yang sudah diselipkan Kak Yanto di bawah kasur tempat tidur kami. Tentunya ... atas sepengetahuan dan izin suamiku."Aku jadi bingung, memangnya kamu mau bilang apa?""Ini uang ibu ... Kak Yanto menyelipkannya di bawah tempat tidurku.""Apa? kok bisa? apa maksud kamu? Kalau kamu memang tidak mencuri kenapa uangnya ada padamu , lalu apa kabar kehebohan yang terjadi siang tadi sampai-sampai putraku harus bersujud di kakimu. Aku benar-benar bingung." Seperti biasa ibu yang tidak sabaran selalu saja langsung emosi dan tidak mampu mengendalikan diri."Dia datang ke rumahku, memaksa masuk untuk membuai rima padahal sebelumnya Kak Yanto tidak pernah sama sekali mau menyent
Kususuri jalan setapak yang di kanan kirinya terdapat kebun dan sawah penduduk. Bunyi gemericik air yang mengalir di saluran irigasi sedikit menenangkan suasana hatiku yang galau karena baru saja ditinggal Inaq. Riak air yang jernih dan terlihat menyejukkan membuatku menerawang dan berpikir mengapa kehidupanku tidak mengalir saja seperti air yang tidak tersandung masalah dan hanya membawa kesejukan."Ah, andai saja."Sesampainya di rumah, ku letakkan payung di sudut teras lalu merogoh kunci dari dalam saku dan membuka gembok pintu. Tiba tiba saja dari pinggir kanan teras Kak Yanto muncul sambil menopangkan dagunya pada pagar teras."Jadi katakan padaku, di mana uang itu?""Pasti Kakak sangat heran kan karena tidak menemukan uang yang kakak selipkan!" jawabku tertawa.Dia yang yang merasa di skakmat oleh ucapanku langsung terkesiap dan menyurutkan wajahnya, alisnya mengernyit dan kemudian dia tertawa."Wanita licik," gumamnya sambil menggeleng dan memasang ekspresi melecehkanku."Uang
"Apa kau baik baik saja?" tanya Kak Aidil segera setelah kak Yanto pergi. Wajahnya nampak khawatir dan tegang memegangi lenganku yang masih menggendong Rima."Iya, aku baik baik saja," jawabku sambil menyeka sedikit darah yang mengering di sudut bibir, bekas tamparan kakaknya."Apa dia memukulmu lagi?""Selalu," jawabku."Ah, aku ingin sekali membunuhnya andai dia bukan kakakku," ucap suamiku geram."Jangan Kak, kendalikan dirimu," balasku sembari mengajaknya masuk dan menutup pintu. Kami sudah terlalu sering mencuri perhatian warga dan tetangga. Aku tak bisa menyebut bahwa wajahku sudah tebal menahan malu, tapi itulah kenyataannya. Semuanya jadi canggung."Kenapa bisa sampai bertengkar?" lanjut Kak Aidil seraya menyodorkan air padaku. Kuterima airnya lalu meneguknya, kemudian kuajak Rima berbaring lalu menyusuinya."Dia terus menyalahkanku tentang uang ibu. Jadi kuberitahu yang sebenarnya dan dia menggila," jawabku."Entah kenapa tuhan tidak menimpakan azab dan peringatan bagi Kakak,
Jadi pindahlah kami keesokan harinya, dengan sebuah mobil bak terbuka kubawa beberapa perlengkapan rumah, pakaian dan bahan makanan. Setelah berpamitan dengan ibu kunaiki mobil dan duduk di dekat supir sambil menggendong Rima sementara dari kejauhan pria yang kepalanya masih ada perban menatapku dengan sejuta makna.Mungkin dia puas bisa mengusirku dari rumah, atau mungkin juga makin gencar ingin melancarkan gangguan dan permusuhannya."Bismillah, kepindahan ini mudah-mudahan adalah awal yang baru," gumamku di dalam hati."Sudah semua Mbak?" tanya supir."Sudah Kak.""Bang Aidilnya mana?""Sudah jalan duluan pake motor," jawabku."Oh, baiklah."Perlahan mobil itu bergerak meninggalkan halaman rumah Pak haji dan Nyai Hatima. Kupandangi teras rumah dengan perasaan sedih karena memilih mengalah dan tersisih dengan cara terpaksa seperti ini. Memang tempat iju bagus, rumahnya sudah permanen meski berukuran kecil tapi tidak ada kenyamanan untuk tinggal dan mencari keamanan, segalanya se
"Apa ada maksud terselubung di balik itu? Apa kakak menaksir padaku tapi karena kalak tidak akan mungkin menjadikan diri ini pasangan sehingga kau murka dan iri sekali?""Jaga mulutmu, istriku bahkan 5 kali lebih cantik darimu, jangan mengada ada!""Kalau begitu apa maksudmu dengan terus menggangguku padahal aku sama sekali tidak pernah mengganggumu. Kakak bahkan tidak punya alasan untuk kesal karena aku sama sekali tidak pernah datang dan mengganggu kehidupan kalian atau membuat kekacauan di dalam rumahmu. Ada apa denganmu?" Mendengar pertanyaanku yang berani lelaki itu langsung diam saja. Dia tidak lagi banyak bicara karena setelah itu aku pun langsung masuk ke kamar.Entah apa perasaan Kak Aidil setelah aku mengungkapkan kekesalan dan apa yang terlintas di benakku. Habisnya, aku tidak habis pikir mengapa kak Yanto terus gencar mengembuskan permusuhan. Bukankah tabir antara benci dan rindu itu sangat tipis sehingga sulit dibedakan dan bisa berubah kapan saja? apakah dia menyukaiku d
Setelah pria itu pergi membawa segala kejahatan dan perilaku anehnya, aku segera bangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air demi meredakan syok yang membuncah di ubun ubun."Astaghfirullah apa yang baru terjadi?" Aku menggumam sambil menahan air mata yang meluncur di pipi.Kutuangkan air masak ke gelas dengan tangan gemetar, gelasnya bergoyang dan airnya ikut tumpah, kuteguk cairan itu dengan cepat kemudian melungsurkan diri di dinding dapur, duduk bersandar dengan tubuh tidak berdaya, kupeluk kakiku untuk menenangkan hati yang terus berdegup oleh sensasi kaget yang tidak terduga."Kak Yanto baru saja melecehkanku, dia baru saja hendak merampas harga diriku," gumamku sambil menahan geram di hati. Aku merasa sesak dan seolah dituangkan noda di atas kepala olehnya. Memang tidak sampai diperkosa tapi prilakunya membuatku merasa kotor sekali."Beraninya dia menyusupkan kaki ke antara pahaku, beraninya dia melakukan itu padahal aku adalah adik iparnya, aku akan melaporkannya ke
Aku mungkin tak bisa beritahu suamiku tentang kelakuan kakaknya karena itu akan menghancurkan hubungan mereka, hubunga suami istri antara Kak Yanto dan Mbak Devi, juga hubungan orang tua dan anak antara mertua dan iparku itu. Tapi, aku bisa melakukan sesuatu yang lebih dari itu.Aku harus memberinya pelajaran yang akan membuatnya tidak bisa berkutik. Aku ingin dia sadar bahwa menginjakku selama ini adalah perbuatan yang keliru, dan satu lagi, ia sudah melecehkanku maka aku tak akan mengampuninya lagi.Aku sudah merencanakan sesuatu untuk beberapa saat nanti, jika Yanto datang dan mencoba menggodaku lagi, maka aku akan bertindak.Sore itu, kuikat sayur yang sudah dipanen kak Aidil untuk dibawa esok pagi oleh truk pengangkut ke pasar induk sambil menjaga Rima bermain, kuikat kangkung, bayam dan sawi lalu menumpuknya ke keranjang besar. Kupindahkan juga buah cabai dan tomat, menyortir yang besar lalu memisahkan ke keranjang yang berbeda. Kulirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul