***"I-- itu suara Sea, Gas?" Halimah nampak berkaca-kaca dengan meremas sepuluh jemarinya. "Di-- dia yang sudah menyebar video Anita, tapi ... tapi bagaimana bisa?" Halimah bermonolog dengan pikiran yang begitu kalut. Bagaimana bisa wanita yang sudah dia anggap sebagai anak sendiri justru ingin memperlakukan wanita lain yang hendak dipinang putranya."Dan apa itu tadi ... cinta ...? Astaga," pekik Halimah. Dia menutup wajahnya dengan telapak tangan. Bahunya bergetar karena tangisnya semakin kencang terdengar. Bagaimana bisa ... bagaimana bisa Sea mencintai Bagas yang selama ini sudah seperti Kakak baginya?Vano mengusap wajahnya kasar. Dia berkacak pinggang seraya mendesah perlahan karena masalah yang terjadi ternyata cukup pelik. Melaporkan pelaku penyebaran video Anita sama halnya dengan melaporkan Sea, keponakannya sendiri. Bagaimana Tomi bisa memahami apa yang terjadi nantinya?"Tenang, Bu. Tenanglah!" hibur Bagas sembari memeluk Halimah dengan erat. "Aku ... aku bahkan tidak men
***Tomi dan Gina menoleh cepat ke arah Halimah. Keduanya menggeleng bersamaan seolah menegaskan jika apa yang Halimah katakan tidak bisa mereka percaya."Jangan ngaco kamu, Hal!" tepis Tomi. "Sea bukan gadis seperti itu. Untuk apa pula dia melakukan perbuatan tidak baik itu, apalagi Sea tau siapa Anita, dia calon istri Bagas. Jangan sembarangan kamu menuduh!"Halimah menunduk dalam. Dia bisa merasakan apa yang Tomi rasakan. Tidak percaya, tentu saja! Sea yang selama ini terlihat manis bagaimana bisa berbuat jal sedemikian kejam pada orang lain.Sedangkan Gina tiba-tiba saja menurunkan pandangannya, dadanya berdebar hebat mengingat hanya dia yang selama ini mengetahui perasaan Sea pada Bagas."Bisa kami urus masalah ini dengan Sea, Hal? Aku yang akan menanyakan semuanya, kupastikan Sea akan berkata jujur.""Apa maksudmu, Dek? Kamu menuduh Sea melakukan hal kejam itu, hah?""Mas, tenanglah!" seru Gina. "Kamu tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, bisa saja Sea memang melakukan itu kare
***Bagas menggeleng perlahan. Sikap Halimah kali ini benar-benar membuat Bagas kecewa. Pasalnya dari sekian banyak orang dewasa bahkan paruh baya di rumahnya, tidak ada satupun yang mau membela Bagas kau ini padahal Sea adalah satu-satunya orang yang bersalah. "Jika Ibu saja bisa kecewa denganku, maka aku pun demikian, Bu. Aku tidak menyangka, dari sekian banyak orang tua di sini, ternyata mereka lebih mementingkan nama baik keluarga daripada Anita yang memang belum menjadi bagian dari keluarga ini. Aku kecewa, Bu!"Vano berdiri. Napasnya tersengal mendengar Bagas yang pertama kalinya menjawab semua ucapan Halimah. "Bagas!""Jangan membuang tenaga dengan membentakku, Yah. Permisi!"Dia berlalu masuk ke dalam kamar dan menyambar kunci mobil. Beberapa detik kemudian dia keluar tanpa berbicara sepatah kata pun pada semua keluarganya. Bagas benar-benar sedang marah karena sikap orang tuanya yang begitu melindungi Sea.Langkahnya berhenti tepat di ambang pintu saat kedua netra Bagas mena
***Setelah perdebatan yang tidak menemukan ujung atas kesalahan Sea, pagi-pagi sekali Tomi menemui Anita baru saja Nando menelepon dan mengatakan jika Bagas mulai memproses laporannya.Meskipun Tomi tau jika langkah Bagas memang tegas, tapi tetap saja dia tidak mau putrinya mendekam di penjara. Ucapannya kemarin hanyalah ingin menampar keadaan Sea dengan sikapnya yang seolah-olah mendukung aksi Bagas melaporkan penyebar video calon istrinya."Waalaikumsalam, ah Pakde," pekik Anita sedikit berseru. Dia mencium punggung tangan Tomi dengan takzim. Melihat gelagat yang Anita berikan, Tomi dapat menyimpulkan jika wanita muda di depannya kini belum tau menahu tentang siapa pelaku penyebaran videonya. "Silahkan masuk! Maaf, masih berantakan. Rumah berhari-hari di tinggal, Nenek juga masih istirahat. Pakde mau minum apa?"Tomi mengulas senyum tipis. Dia bisa melihat sikap Anita yang ramah dan tulus tanpa dibuat-buat. Pantas saja Bagas menggilai wanita ini, pikir Tomi."Apa saja, Nak."Menden
***"Hamil, Fred?"Fredi mengangguk mantap. Laki-laki yang merangkap menjadi kepala Cafe dan showroom itu bisa memastikan jika telinganya masih berfungsi dengan baik."Tapi sepertinya Leo menolak anak yang wanita itu kandung. Ah, siapa namanya, Pak?""Citra. Namanya Citra, Fred," sahut Bagas tegas. "Bodoh sekali dia sampai merelakan dirinya dikoyak Leo."Fredi dan Bagas saling geleng. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran Citra yang terkesan bisa memberikan semuanya demi laki-laki yang dia inginkan, apalagi dulu dia mengenal Leo sebagai laki-laki kaya, tapi nyatanya ...."Bagaimana jika wanita itu kalau Leo sudah ....?""Itulah yang sedang aku pikirkan, Fred. Citra tidak memiliki siapapun, aku takut dia akan kembali mengganggu Anita nanti," sela Bagas cepat."Sepertinya anda harus segera meresmikan Bu Anita, Pak. Wanita itu terlalu malang jika dibiarkan sendiri. Kita tidak tau apa yang akan terjadi ke depannya. T
***"Tanpa Pakde jelaskan sepertinya saya sudah menemukan jawabannya. Aneh memang, saya merasa Sea terlalu posesif pada Mas Bagas. Jadi benar dugaan saya, dia mencintai sepupunya sendiri," gumam Anita pada akhirnya."Pakde merasa gagal menjadi seorang Ayah, Nit. Anak yang selama ini Pakde kira sebagai wanita cerdas, ternyata berbuat hal yang bisa merugikan orang lain," papar Tomi. Dia tidak marah dengan ucapan Anita yang terkesan mengintimidasi tindakan Sea, bahkan diam-diam Tomi merasa tertipu, bagaimana bisa dia tidak menyadari sikap Sea yang terlalu berlebihan pada Bagas.Anita mengulas senyum tipis. "Jangankan Sea, semua orang jika mengedepankan perasaan maka akan menyingkirkan perasaan yang lain, Pakde."Tomi mengangguk membenarkan. "Kamu benar, Nit. Terima kasih karena sudah mengesampingkan emosi kamu. Pakde tidak tau harus membalas semua ini bagaimana nantinya.""Pakde cukup berjasa bagi hidup saya. Maaf, karena tidak bis
***"Darimana, Mas?"Tomi menutup mulutnya rapat. Dia terluka karena Gina menyembunyikan kenyataan tentang kebenaran perasaan Sea. Langkahnya semakin menjauh dari Gina yang saat ini masih saja terpaku di ambang pintu. Mendapat perlakuan dingin dari Tomi benar-benar menyakitkan, tapi Gina menyadari jika kekecewaan suaminya memang begitu dalam mengingat Sea adalah putri yang begitu dia sayangi."Kemana Sea?" Gina sedikit melebarkan langkah. "Ada di kamarnya, mau aku panggilkan, Mas?"Tomi mengangguk. Dia menyandarkan punggungnya di sofa dengan satu tangan memijit pelipisnya yang terasa begitu pening. Siapa sangka, di usianya saat ini ia masih harus mengurus banyak hal yang begitu rumit."Ayah memanggilku?" "Duduklah. Ada banyak hal yang akan Ayah tanyakan padamu," sahut Tomi tegas. "Dengarkan baik-baik karena Ayah tidak akan mengulangi ucapan nantinya."Sea mengangguk lemah. Di depan Tomi dia benar-benar kehilangan dirinya yang bar-bar. Kasih sayang Tomi membuat Sea tidak bisa berkuti
***"Kalau saja dia nggak egois, pasti Bu Eni masih hidup!""Tutup mulut anda, Bu Diah!" sentak Bu RT lantang. "Kita sedang berada di rumah duka, jangan membuat suasana panas dengan omongan tidak bermutumu itu!"Dia menghentakkan kakinya dan berlalu meninggalkan rumah Eni yang mulia ramai kedatangan para pelayat. Halimah memeluk Hesti, dia meminta maaf karena mengira semua ini salahnya."Semua yang bernyawa pasti akan mati, Hal. Aku tidak pernah menyalahkanmu karena kita pun tidak tau seperti apa trauma yang kamu rasakan. Hanya saja ... mungkin Ibu pergi dengan membawa perasaan damai karena dulu ...." Suara Hesti tercekat. Dia tidak bisa berkata-kata lagi karena tenggorokannya tiba-tiba terasa kering. Air mata masih berjatuhan. Rasa kehilangan tentu ada, tapi tentu saja hidup harus tetap berjalan meskipun kematian selalu siaga memisahkan setiap yang bernyawa."Aku sudah memaafkan semuanya, Mbak. Bu Diah benar, aku memang egois," aku Halimah lemah. Vano merengkuh lengan istrinya dan be