Chandra dan lainnya sudah mendengar Tirta menelepon Saba. Biarpun mereka terlihat tidak peduli, sebenarnya mereka juga merasa gugup.Tirta menegaskan, "Nggak. Kita memang teman, tapi aku tetap berutang budi pada kalian. Aku bisa membedakannya dengan jelas, jadi aku akan tetap menebus kesalahanku. Kalau nggak, ke depannya aku nggak berani bertemu kalian lagi."Sebelum Chandra dan lainnya bicara, Darwan menghampiri mereka dan tertawa. Dia berkata, "Pak Chandra, Pak Argono, Pak Toby, Pak Hendrik, dan Pak Hubert, silakan duduk. Kalian sudah berikan hadiah yang mahal untuk putriku dan Tirta. Kalian itu tamu terhormat Keluarga Purnomo."Darwan meneruskan, "Mohon dimaklumi kalau pelayananku kurang memuaskan. Mulai hari ini, kalian itu rekan kerja sama Keluarga Purnomo yang paling penting. Kalau ada proyek, kalian bisa bahas denganku. Kita bisa berkembang bersama!"Sudah jelas Darwan bermaksud membantu Tirta membayar utang budinya. Bagi Keluarga Gumarang, Keluarga Reksa, Keluarga Wisono, dan H
Jika Tirta belum menghubungi Saba, mungkin Chandra dan lainnya tidak akan memedulikan sindiran mereka. Namun, sekarang mereka tahu Tirta sudah menghubungi Saba untuk menyelesaikan masalah ini. Jadi, Chandra dan lainnya tidak akan berdiam diri lagi.Hendrik melihat Wirya dan Diego dengan dingin sambil angkat bicara, "Semuanya belum pasti. Pak Diego, Pak Wirya, kalian begitu yakin Keluarga Gumarang, Keluarga Reksa, Keluarga Wisono, dan Grup Sapari akan bangkrut. Apa kalian nggak takut kami akan melawan Keluarga Bazan dan Keluarga Liman setelah kami selamat?"Mendengar ucapan Hendrik, Diego tertawa terbahak-bahak dan menyindir, "Kalian hampir celaka, tapi masih bisa berkhayal! Apa kalian kira Pak Simon cuma bercanda saat bilang mau buat kalian bangkrut dalam waktu setengah jam? Apa kalian juga punya sokongan hebat yang bisa membuat Pak Simon takut seperti Keluarga Purnomo?"Bukan hanya Diego yang tidak percaya. Selain orang-orang yang dekat dengan Tirta, semua orang di aula merasa Chandra
Tirta menambahkan, "Tadi aku sudah menghubungi Pak Saba. Dia bilang dia akan bantu aku selesaikan masalah ini."Camila mencibir saat mendengar Tirta mengakui dirinya memang mempunyai sokongan hebat. Ketika hendak menyindir Tirta dan Bella, tiba-tiba Simon mengernyit.Simon yang mempunyai firasat buruk bergumam, "Saba? Apa yang dia maksud itu Kakek Saba? Nggak mungkin ... aku bahkan jarang bertemu Kakek Saba. Mana mungkin dia berteman dengan orang rendahan seperti ini? Dugaanku pasti salah."Melihat ekspresi Simon yang khawatir, Camila langsung bertanya, "Simon, kamu bilang apa?"Simon menahan kegelisahannya dan menjelaskan kepada Camila, "Nggak apa-apa. Belakangan ini aku dapat kabar teman kakekku yang bernama Saba kembali ke ibu kota negara dan menduduki jabatannya sebelumnya. Aku berencana bawa kamu bertemu Kakek Saba saat senggang."Camila sengaja berseru ke arah Bella, "Kakek Saba itu salah satu sesepuh di dunia pemerintahan yang paling terkenal, ya? Wah! Simon, kamu nggak bercanda
Simon tertawa sinis, lalu mengomentari, "Kamu menyarankanku jangan bersikap keterlaluan? Memangnya orang seperti kalian pantas menegurku?"Tiba-tiba, ponsel Simon berdering. Dia bergumam, "Eh, Kakek yang menelepon. Apa Kakek sudah menyuruh orang untuk mencabut jabatan Pak Chandra?"Ekspresi Simon tampak senang. Dia hendak menjawab panggilan telepon. Namun, Camila berniat memamerkan latar belakang keluarga pacarnya.Camila berucap kepada Simon, "Simon, bagaimana kalau kamu aktifkan pengeras suara biar pria kampungan itu dan semuanya bisa mendengarnya dengan jelas? Dengan begitu, mereka bisa menyerah!"Wirya juga maju dan memanas-manasi, "Benar, Pak Simon. Pria kampungan ini bilang bisa mencari orang untuk melindungi Pak Chandra dan lainnya. Jadi, kamu harus buat dia dipermalukan habis-habisan!"Simon malas berbuat seperti itu, tetapi dia tidak bisa menolak permintaan Camila. Jadi, dia menuruti kemauan Camila untuk mengaktifkan pengeras suara setelah menjawab panggilan telepon.Suasana d
"Kenapa aku bisa punya cucu yang nggak berguna sepertimu? Apa kamu tahu Saba mau bawa bawahannya untuk memberimu pelajaran?" lanjut Yahsva.Sebelumnya Yahsva masih berharap orang yang dilawan Simon bukan temannya Tirta. Setelah mendengar perkataan Simon, amarah Yahsva langsung meluap. Dia terus memarahi Simon.Biarpun Simon sudah mematikan pengeras suara, sebagian orang yang berdiri di dekat Simon bisa samar-samar mendengar suara Yahsva. Salah satu orang menceletuk, "Pak Yahsva nggak bercanda, 'kan? Ternyata pria kam ... salah ... Tirta itu adik angkat Pak Saba! Apa tadi aku salah dengar?"Suasana menjadi heboh. Para tamu mulai berkomentar, tetapi mereka tidak menyebut Tirta orang kampungan lagi."Tadi aku juga dengar, sepertinya memang benar!""Kalau nggak, ekspresi Pak Simon juga nggak akan begitu masam!""Pantas saja, Tirta sama sekali nggak takut kepada Pak Simon. Ternyata omongan Pak Chandra memang benar. Tirta lebih hebat daripada Pak Simon!""Tirta itu adik angkat Pak Saba! Hubu
Camila tidak pernah melihat Simon mengamuk seperti ini. Mungkin karena ucapan Yahsva, Simon yang marah juga terlihat sedikit ketakutan.Camila yang dipaksa untuk menerima kenyataan berusaha menahan emosinya dan menghibur Simon, "Simon, biarpun dia itu adik angkat Kakek Saba, kamu itu cucu kandung Kakek Yahsva. Kamu nggak usah panik cuma karena masalah sepele seperti ini."Camila melanjutkan, "Paling-paling kita minta maaf kepada ... Tirta untuk menghormati Kakek Saba. Bagaimanapun, Kakek Yahsva nggak akan mempersulitmu demi orang luar."Camila takut ditendang Simon lagi, tetapi sebenarnya dia tetap menganggap Tirta sebagai orang kampungan. Camila tidak akan mengubah pandangannya karena Tirta adalah adik angkat Saba.Simon memelototi Camila sambil membentak, "Dasar tolol! Kalau memang segampang itu, aku nggak mungkin begitu marah! Kamu tahu Kakek menyuruhku minta maaf pada Tirta dengan cara apa?"Simon ingin menampar Camila. Sementara itu, Camila mulai ketakutan. Dia mundur, lalu beruca
"Pak Simon sudah membungkuk dan minta maaf di depan umum. Itu sudah cukup menghargaimu! Tapi, kamu masih ragu dan enggan pergi ke belakang aula bersamanya!""Kamu kira setelah menjadi saudara angkat Pak Saba, kamu langsung berubah menjadi seorang bangsawan? Padahal sejak awal, kamu cuma orang kampungan yang nggak punya nilai!"Dari kejauhan, Camila memperhatikan semuanya dengan diam-diam. Ketika melihat Tirta ragu, dia mengepalkan tinjunya sambil bergumam demikian dengan gigi terkatup.Camila memang sengaja tidak henti-hentinya menyebut Tirta sebagai orang kampungan. Tujuannya adalah untuk menonjolkan status pacarnya sebagai cucu seorang veteran, sekaligus merendahkan Bella.Namun kini, pacarnya yang begitu dibanggakannya malah membungkuk dan meminta maaf kepada Tirta di depan banyak orang. Bisa dibayangkan betapa tertekan dan geramnya Camila saat ini. Dalam situasi seperti ini, Camila hanya bisa mengutuk Tirta dalam hatinya tanpa bisa berbuat apa-apa.Di saat Tirta masih ragu apakah d
"Ayah, ayo kita segera pergi dari sini! Kita nggak mungkin bisa tetap di tempat ini lagi!" Melihat Simon merendahkan diri dan bersikap lunak terhadap Tirta, Camila meninggalkan aula dengan wajah penuh rasa malu.Sementara itu, Wirya, Diego, Sofyan, dan beberapa orang yang sebelumnya paling keras mengejek Tirta, mulai merasakan ketakutan. Mereka coba memanfaatkan keramaian untuk menyelinap keluar melalui kerumunan tanpa menarik perhatian.Hanya saja sebelum mereka sempat melangkah lebih jauh, Joshua yang duduk di kursi utama berdiri dan berbicara dengan nada dingin, "Berhenti di situ. Pak Sofyan, Pak Diego, Pak Wirya, kalian mau pergi ke mana? Apa kalian lupa apa yang sudah aku katakan sebelumnya?"Orang-orang di sekitar mereka segera membuka jalan. Mereka sebisa mungkin menjauh dari ketiga orang itu karena takut terseret dalam masalah. Sofyan, Diego, dan Wirya kini tidak bisa melangkah maju ataupun mundur. Mereka terdiam di tempat, bahkan tubuh mereka kaku seperti patung.Mereka sudah
Meskipun berada di dalam mimpi, kelembutan yang dirasakan Tirta dalam pelukannya dan wangi yang diciumnya hampir sama saja dengan kenyataan. Hal ini membuat Tirta makin terangsang. Dia tidak pernah seantusias ini sebelumnya."Pecundang, lepaskan aku dulu," protes Genta. Dia yang dipeluk Tirta dengan erat menahan rasa malu sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Tirta.Namun, sebelum Genta bergerak, Tirta sudah mencium bibirnya. Kemudian, Tirta langsung membuka bibir dan gigi Genta. Dia melumat bibirnya.Genta yang dicium terbelalak. Jantungnya berdegup kencang. Dia tidak berhenti menepuk dada Tirta.Hanya saja, Tirta tidak peduli. Sekarang dia juga tidak mungkin berhenti lagi biarpun dihabisi Genta. Bahkan, tangan Tirta langsung masuk ke dalam baju Genta melalui kerahnya. Tirta mengabaikan Genta yang menghalanginya.Dengan begitu, bagian vital Genta sudah dikendalikan Tirta. Walaupun Genta sangat hebat dan menguasai berbagai teknik, dia juga tidak mampu menghadapi Tirta. Sebalikny
Melihat Tirta begitu tidak sabar dan antusias, Genta yang curiga berkomentar, "Ternyata kamu bisa pulih begitu cepat. Aku benar-benar curiga sebelumnya kamu cuma berpura-pura sedih. Tujuanmu itu mengambil keuntungan dariku."Saat memikirkan hal ini, Genta bahkan sedikit menyesal setelah menyarankan Tirta untuk mengambil keuntungannya di dalam mimpi.Begitu membayangkan dirinya akan bercinta dengan Genta, Tirta sangat bersemangat. Dia merasa tersiksa menahan hasratnya.Tirta menimpali, "Kak, masa kamu menganggapku seperti itu? Tentu saja aku sangat sedih Bella putus denganku. Bahkan aku nggak tertarik untuk berhubungan intim, kamu juga melihatnya tadi.""Tapi, kamu berbeda. Selama ini, aku ingin menidurimu. Jadi, aku senang sekali kamu mau berhubungan intim denganku," lanjut Tirta.Mendengar Genta ingin berubah pikiran, Tirta menunduk dan meneruskan dengan lesu, "Kak, kamu sudah menyetujuiku tadi. Apa sekarang kamu mau mengingkari janjimu? Kalau kamu juga tipu aku, lebih baik aku mati s
Melati juga tidak lupa berpesan kepada Tirta saat menutup pintu kamar.....Sementara itu, Ayu dan Elisa terus menunggu di luar kamar. Mereka melihat ekspresi Melati dan lainnya yang sedih. Apalagi Melati dan lainnya keluar dari kamar dalam waktu singkat. Mereka menebak Melati dan lainnya pasti gagal.Meskipun begitu, Ayu masih tidak terima. Dia menghampiri Melati dan bertanya, "Melati, apa Tirta masih belum membaik?"Melati menjawab, "Belum, aku juga nggak tahu seberapa dalam wanita itu menyakiti Tirta. Aku nggak pernah melihat Tirta begitu sedih ...."Sambil bicara, Melati menyeka air matanya. Mendengar ucapan Melati, Elisa juga mendesah dan bertanya, "Apa cara ini nggak bisa membuat Tirta membaik? Melati, apa yang Tirta bilang pada kalian waktu keluar?"Mata Susanti memerah. Dia membantu Melati menjawab sambil terisak, "Bi Elisa, Tirta bilang dia mau menenangkan diri. Dia suruh kami jangan ganggu dia. Selain ini, dia nggak bilang apa pun lagi."Mendengar jawaban Susanti, Elisa langs
Naura merasa Tirta yang dilihat dari kamera pengawas tidak begitu mengejutkan dan mengerikan jika dibandingkan dengan aslinya! Tentu saja Naura merasa takut setelah melihat secara langsung. Bahkan, kedua kakinya gemetaran.Susanti dan Aiko yang melihat Naura ingin mundur berbicara pada saat bersamaan, "Sekarang kamu menyesal? Nggak bisa, sudah terlambat!"Mereka berdua mengangkat Naura naik ke tempat tidur. Kemudian, Susanti berkata kepada Melati, "Kak Melati, kamu turun dulu. Biarkan Bu Naura mencobanya."Melati juga tidak ragu-ragu. Terdengar suara "plop", seperti penutup gabus dilepas dari botol anggur. Dia turun dari tempat tidur untuk menyerahkan posisinya kepada Naura.Melati tidak lupa menghibur Naura, "Oke, aku turun dulu. Bu Naura, jangan takut. Rasa sakitnya cuma sebentar, nanti kamu nggak akan merasa sakit lagi, malah sangat nyaman!"Setelah Melati turun, kemaluan Tirta terlihat makin jelas! Bentuknya bagaikan pedang pusaka tajam yang memiliki kekuatan dahsyat!Naura yang ke
Ayu membuka pintu kamar, lalu bergeser ke samping dan tidak lupa berpesan, "Kalau Tirta sudah pulih, kalian berhenti sebentar dan kabari aku. Biar aku nggak khawatir.""Tenang saja, Bi Ayu. Kalau Tirta sudah pulih, aku akan langsung keluar untuk mengabarimu," sahut Agatha. Dia yang masuk ke kamar terlebih dahulu.Kemudian, Susanti, Naura, dan Aiko juga masuk. Tentu saja Nia adalah orang terakhir yang masuk ke kamar.Terdengar suara pintu ditutup dari dalam. Ayu juga tidak lupa mengunci pintu kamar dari luar. Setelah itu, Ayu dan Elisa sama-sama menunggu di sofa ruang tamu dengan perasaan gelisah.....Saat Agatha, Susanti, Naura, Aiko, dan Nia masuk ke kamar, mereka melihat Tirta berbaring di bagian tengah tempat tidur, Melati yang memakai lingeri renda berwarna hitam, Farida yang memakai lingeri berwarna putih, dan Arum yang memakai lingeri berwarna merah muda.Mereka bertiga yang cantik sedang bersandar di pelukan Tirta. Mereka terus menggunakan tubuh yang hangat dan ... untuk merang
Melihat Melati dan lainnya sama-sama masuk ke kamar Tirta, Ayu bertanya kepada Elisa yang berdiri di samping, "Dik ... apa kamu nggak keberatan melihat Tirta punya banyak kekasih?"Elisa menyahut, "Kak, tentu saja aku nggak keberatan. Dia memang pria berengsek! Waktu pertama kali melihatnya, aku sudah tahu sifatnya. Lagi pula, aku yang memberikan ide ini. Aku cuma berharap cara ini bisa membuat Tirta bangkit secepatnya."Elisa berpikiran terbuka. Selain itu, Tirta tidak menutupi dari Elisa tentang dirinya yang mempunyai banyak kekasih. Tentu saja Elisa bisa menerima.Mendengar ucapan Elisa, Ayu juga merasa tenang. Dia mengomentari, "Baguslah kalau kamu nggak keberatan. Aku khawatir kamu akan membenci Tirta yang punya banyak kekasih. Dik, setelah mereka selesai melakukannya dengan Tirta, kita berdua baru tidur dengan Tirta ...."Selesai bicara, Ayu hendak mengunci pintu kamar dari luar. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki dari tangga. Pada saat bersamaan, Susanti dan Agatha sama-sam
Aiko juga ingin melihat Naura disiksa oleh Tirta hingga tidak bisa turun dari tempat tidur. Jadi, Aiko menghentikan langkahnya. Dia berdiskusi dengan Susanti, "Bu Susanti, benaran? Aku ... ikuti saranmu saja."Aiko melanjutkan, "Tapi, aku malu karena terlalu ramai. Apa aku boleh minta giliran terakhir tidur dengan Tirta?"Susanti pasti tidak keberatan. Dia menimpali, "Tentu saja boleh. Kami sangat menghargai Bu Aiko yang mau merangsang Tirta bersama kami. Siapa yang duluan atau terakhir nggak penting."Kemudian, Susanti membawa Aiko kembali ke kamar untuk mengganti pakaian. Naura mempunyai firasat buruk saat melihat Aiko dan Susanti berbincang berduaan. Namun, dia merasa Susanti dan Aiko tidak akan mencelakainya.Naura memikirkan nanti dia bisa tidur dengan Tirta dan merasakan kenikmatannya. Dia mengganti celana dalam yang lebih terbuka supaya lebih leluasa, begitu pula dengan branya ....Melihat tindakan Naura, Susanti, Agatha, dan Irene juga tidak mau kalah. Mereka mengganti lingeri
Irene dan Agatha sudah menduga Naura dan Aiko akan bergabung dengan mereka. Jadi, Irene dan Agatha tidak terkejut saat melihat Naura dan Aiko mengikuti mereka mengganti lingeri. Sebaliknya, mereka membantu Naura dan Aiko untuk mencari model lingeri yang cocok.Susanti yang penasaran bertanya, "Bu Naura, Bu Aiko, jangan-jangan ... kalian sudah ditiduri Tirta sebelumnya?"Aiko tidak terlalu mengenal Susanti, jadi dia merasa malu untuk bicara setelah mendengar pertanyaan Susanti. Akhirnya, Naura mengambil lingeri renda yang diberikan Agatha sambil menyahut dengan tenang, "Ha? Aku ... belum. Tapi, Kak Aiko sudah ditiduri Tirta.""Kapan Bu Aiko .... Sudahlah. Berdasarkan kemampuan Tirta, hal ini sama sekali nggak aneh," timpal Susanti.Susanti terkejut sejenak, lalu menerima kenyataannya. Kemudian, dia yang makin penasaran bertanya, "Tapi ... Bu Naura, kalau kamu belum ditiduri Tirta, kenapa kamu mau ikut kami tidur dengan Tirta? Kamu nggak takut sakit?"Agatha yang sudah selesai memilih he
Awalnya, Ayu mengira setidaknya Tirta akan sedikit bersemangat setelah melihat banyak wanita yang familier. Memang tidak mungkin Tirta bisa langsung bangkit. Namun, sekarang Tirta tetap terlihat tidak fokus.Tirta berucap dengan lesu, "Bi, aku lelah sekali. Kamu bawa aku istirahat di kamar saja."Bahkan, Tirta malas menyapa Melati dan lainnya. Melihat kondisi Tirta, Ayu merasa cemas lagi. Dia segera bertanya kepada Elisa, "Dik, menurutmu ... apa cara kita nggak berguna?""Belum bisa dipastikan. Aku merasa seharusnya kondisi sekarang nggak menarik, jadi nggak bisa merangsang Tirta," timpal Elisa.Elisa berpikir sejenak, lalu menemukan cara lain untuk merangsang Tirta. Dia melanjutkan, "Oh iya, bukannya Tirta suka lingeri? Nanti suruh Bu Susanti dan lainnya pakai lingeri untuk merangsang Tirta. Mungkin kondisi Tirta bisa membaik."Begitu Elisa melontarkan ucapannya, Melati segera berteriak sebelum Susanti menyetujuinya, "Eh ... itu ... kami sudah pakai lingeri. Langsung bawa Tirta ke kam